A. PENGERTIAN ABORSI
Pembicaraan mengenai praktek aborsi yang pada akhir-akhir semakin marak terjadi dimana-mana, khususnya di Indonesia tetap menimbulkan banyak persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama.
Ada beberapa pengertian mengenai, antara lain: Aborsi ialah mengakhiri kehamilan sebelum janin menjadi makhluk hidup atau sebelum janin hidup, dan sempurna perkembangannya dan kemungkinan besar ia dapat hidup diluar rahim. Aborsi menurut Sardikin Ginaputra ialah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelun janin dapat hidup di luar kandungan. Sedangkan menurut Maryono Reksadipura ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya.
Ada juga istilah lain aborsi yang disebut Menstrual regulation yang artinya pengaturan menstruasi/datang bulan/haid. Dan hal ini pada prakteknya dilaksanakan pada wanita yang merasa terlambat menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan mulai mengandung. Karena itu, aborsi dan menstrual regulation pada hakikatnya adalah pembunuhan janin yang terselubung. Dari beberapa istilah tentang aborsi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya pengguguran atau aborsi adalah semua tindakan atau usaha untuk menghentikan kehamilan dengan alasan apapun
Di Indonesia sendiri setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43 kasus aborsi terjadi pada setiap 100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar dan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.
B. MACAM ABORSI
Aborsi dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan/disengaja. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut, seperti kecelakaan, penyakit dan lain-lain. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yg terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Aborsi buatan/disengaja ini dibagi dua, yaitu:
1. Aborsi artificialis theraqpicus, yakni abortus yang dilakukan oleh seseorang atau dokter dengan atas dasar indikasi medis. Misalnya, jika kehamilan diteruskan secara alami maka akan terjadi kemudharatan terhadap jiwa si calon ibu, karena misalnya adanya penyakit-penyakit berat yang menimpa dirinya (calon ibu), maka dengan terpaksa aborsi dilakukan.
2. Aborsi provokatus kriminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa ada indikasi dari medis. Misalnya aborsi dilakukan untuk menghilangkan jejak karena kehamilan hasil dari hubungan seks diluar nikah, karena jika aborsi tidak dilakukan, maka keluarga akan menanggung malu.
Aborsi buatan inilah yang dalam dunia kedokteran, hukum maupun agama dilarang. Dalam proses pelaksanaan aborsi, biasanya menggunakan salah satu diantara sekian banyak cara atau metode, yang diantaranya ialah :
1. Dengan alat khusus, yakni mulut rahim dilebarkan, kemudian janin dikiret (ditarik) dengan alat seperti sendok kecil.
2. Aspirasi, yakni isi rahim atau janin disedot dengan menggunakan pompa kecil.
3. Melalui operasi yang dalam istilahnya Sardikin G. menyebutnya dengan Hysterotomi
C. ABORSI DILIHAT DARI SEGI AGAMA
Sebagaimana yang di jelaskan diawal, bahwa setiap tindakan manusia ada hukumnya baik tindakan yang dampaknya kecil sampai pada yang sangat berarti dan berpengaruh terhadap manusia dan lingkungannya. Begitu juga dengan tindakan manusia yang berupa aborsi.
Apabila abortus dilakukan sebelum diberi ruh/nyawa (embrio) yaitu sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat. Ada ulama’ yang membolehkan abortus, antara lain Muhammad Ramli Al-Nihayah (1596) dengan alasan karena belum ada mahluk yang bernyawa. Ada ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Dan ada pula yang mengharamkannya antara lain Ibn Hajar (wafat tahun 1567) dalam kitabnya Al-Tuhfah dan Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Dan apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur 4 maka dikalangan ulama’ telah ada ijma’ (konsenses) tentang haramnya abortus.
Menurut hemat penulis, pendapat yang benar ialah seperti yang diuraikan oleh Mahmud Syaltut, eks Rektor Universitas Al-ashar, bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani laki-laki) dengan ovum (sel telur wanita), maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum nyawa sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi mahluk baru yang bernyawa bernyawa manusia yang harus dihormati dan di lindungi eksistensinya. Dan makin jahat dan besar dosanya, apabila pengguguran dilakukan setelah janin bernyawa, apalagi sangat besar dosanya kalau sampai dibunuh atau dibuang bayi yang baru lahir dari kandungan.
Tetapi apabila penggugurann itu dilakukan karena benar-benar terpaksa demi melindungi/menyelematkan si ibu, mak islam membolehkan, bahkan mengharuskan, karena islam mempunyai prinsip
Artinya: “Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya itu adalah wajib”.
Jadi dalam hal ini, Islam tidak membenarkan tindakan menyelematkan janin dengan mengorbankan si ibu, karena eksistensi si ibu lebih diutamakan karena mengingat dia merupakan tiang/sendi keluarga (rumah tangga) dan dia telah mempunyai beberapa hak dan kewajiban, baik kepada Tuhan maupun sesama mahluk. Berbeda dengan si janin selama ia belum lahir di dunia dalam keadaan hidup, ia belum mempunyai hak dan kewajiban apapun
Kontroversi Seputar Aborsi
Pendahuluan
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama.
Pengguguran atau aborsi adalah semua tindakan atau usaha untuk menghentikan kehamilan dengan alasan apapun. Aborsi dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yg terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yg terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yg utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) diantaranya bahkan terjadi dinegara berkembang.2
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara di mana aborsi dilarang keras oleh undang-undang.3
Dari kenyataan ini kita patut mempertanyakan logika yang menyatakan bahwa bila layanan aborsi tidak ada maka orang tidak akan melakukan aborsi. Atau sebaliknya tersedianya layanan aborsi akan mendorong terjadinya penyelewengan moral yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.
Aborsi Dipandang Dari Aspek Hukum
Menurut Sumapraja dalam Simposium Masalah Aborsi di Indonesia yang diadakan di Jakarta 1 April 2000 menyatakan adanya kontradiksi dari isi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 pasal 15 ayat 1 sebagai berikut:
“Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelematkan jiwa ibu hamil dan janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”.
Hal yang dapat dijelaskan dari pasal dan ayat tersebut adalah:
Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang dan bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun, dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelematkan jiwa ibu dan janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dasar hukum tindakan aborsi yang cacat hukum dan tidak jelas menjadikan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan rentan di mata hukum.
Ditambahkan lagi pada ayat selanjutnya yakni pasal 15 ayat 2 yakni, tindakan medis tertentu hanya dapat dilakukan jika:
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambil tindakan tersebut
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu dapat dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan ahli
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
d. pada sarana kesehatan tertentu.
Selain daripada itu banyak pasal dalam KUHP yang menerangkan dan menjelaskan tentang tindakan aborsi diantaranya:
• Pasal 346 yang berbunyi, “seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
• Pasal 348 yang berbunyi, “barang siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
• Pasal 349 yang berbunyi, “jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dapat ditambah dengansepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.”
Selengkapnya dapat dibaca pada pasal 229, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Aborsi Dipandang dari Aspek Agama
Tidak ada ayat baik dalam Al-Quran maupun Al-Kitab yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat manusia.
Bahkan dalam Al-Quran banyak ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan adalah sangat mulia.
• Q.S. 17:70 yang berbunyi:
“ sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”
• Q.S. 5:32 yang isinya menyatakan bahwa membunuh satu nyawa berarti membunuh semua orang. Sebaliknya menyelamatkan satu nyawa berarti menyelamatkan nyawa semua orang.
• Q.S. 17:3 yang berbunyi:
“ dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat, Kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan kepadamu jua.”
• Q.S. 5:36 yang isinya menyatakan bahwa aborsi adalah membunuh, berarti melawan perintah Allah.
• Q.S. 22:5 menerangkan bahwa tidak ada kehamilan yang merupakan kecelakaan atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Adapun berbagai pendapat ulama Islam mengenai masalah aborsi ini. Sebagian berpendapat bahwa aborsi yang dilakukan sebelum 120 hari hukumnya haram dan sebagian ulama berpendapat boleh.
Batasan tersebut digunakan sebagai tolok ukur boleh-tidaknya aborsi dilakukan mengingat sebelum 120 hari janin belum bernyawa. Dari yang berpendapat boleh beralasan jika setelah didiagnosa oleh ahli ternyata apabila kehamilan diteruskan maka akan membahayakan keselamatan ibu, maka aborsi boleh dilakukan. Dengan demikian apabila dari sudut pandang agama saja aborsi diperbolehkan dengan alas an kuat seperti indikasi medis, maka sudah sepatutnyalah apabila landasan hukum aborsi diperkuat sehingga tidak ada keraguan dan kecemasan pada tenaga kesehatan yang berkompeten melakukannya.
Aborsi Dipandang dari Aspek Kesehatan
Aborsi biasanya dilakukan atas indikasi yang berkaitan dengan ancaman keselamatan janin atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada ibu, misalnya TB paru berat, asma, diabetes mellitus, gagal ginjal, hipertensi, dan penyakit hati kronis.
Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu. Hanya saja dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis.
Akan tetapi kematian ibu disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian ibu, yang dilaporkan hanya kematian yang diakibatkan perdarahan dan sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi.
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Wanita di Beijing tahun 1995 menyepakati bahwa akses pada pelayanan aborsi yang aman merupakan bagian dari hak perempuan.
Penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya aborsi di suatu negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian aborsi itu sendiri. Held dan Adriaansz sebagaimana dikutip dari Wijono (2000) mengemukakan hasil analisa tentang kelompok resiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan aborsi tidak aman, yakni:
1. kelompok unmeet need dan kegagalan kontrasepsi (48%)
2. kelompok remaja
3. kelompok praktisi seks komersial
4. kelompok korban perkosaan, incest, dan pelecehan seksual (9%).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata kelompok unmeet need dan gagal KB merupakan kelompok terbesar yang mengalami kehamilan tidak direncanakan, sehingga konseling kontrasepsi merupakan salah satu syarat mutlak untuk menurunkan kejadian aborsi, terutama aborsi berulang, selain faktor lainnya.
Dari segi moral, selayaknya seorang ibu melahirkan dan melindungi anaknya. Tindakan mematikan janin bertentangan dengan moral. Sedangkan dari segi psikologi, aborsi dapat menimbulkan perasaan bersalah pada ibu.
Pada umumnya, ibu mengalami depresi kronis sampai beberapa bulan. Ibu akan teringat pada bakal anak yang telah digugurkannya.
Dampak jangka panjang, pada beberapa perempuan akan menimbulkan perasaan benci pada pria, terutama pada kehamilan yang terjadi karena paksaan.
Mengingat hal tersebut, aborsi tidak bisa berdiri sendiri dan tidak mungkin diselesaikan oleh satu sudut pandang saja. Aborsi merupakan masalah yang kompleks, sehingga membutuhkan kebijakan pemerintah dan masyarakat dalam menyikapinya.
Alat Kontrasepsi
Menanggapi masalah tersebut, Prof Sarlito W Sarwono, Dekan Fakultas Psikologi UI mengatakan, upaya mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dipandang lebih baik ketimbang aborsi. "Kalau seorang perempuan tidak sampai hamil, maka tidak akan ada aborsi," katanya.
Namun, tindakan pencegahan kehamilan tidak mudah dilakukan karena menyangkut banyak hal yang perlu dipertimbangkan dan dikerjakan. "Sekarang saja sosialisasi alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan masih dipertentangkan karena dianggap melegalkan perzinahan," ujar Sarlito.
Menurutnya, di negara yang melegalkan aborsi, tingkat aborsinya lebih rendah ketimbang Indonesia, di mana aborsi masih menjadi kontroversi. Hal ini disebabkan di negara-negara yang melegalkan aborsi, kesadaran memakai alat kontrasepsi tinggi.
Seks Pranikah
Sarlito juga menegaskan akan lebih baik jika hubungan seks, terutama di luar pernikahan tidak dilakukan. Di sinilah peran penting pendidikan seks, terutama yang dilakukan oleh orangtua. Menurutnya, pendidikan seks harus dilakukan sedini mungkin sejak anak mulai bertanya tentang seks.
Jika anak tidak mendapatkan jawaban yang benar dan memuaskan rasa ingin tahunya, maka ketika beranjak remaja, dia akan mendapat pengetahuan dari pihak-pihak lain, seperti film porno misalnya. Pengetahuan itu dapat menyesatkan remaja, karena memandang seks hanya dari segi kepuasan biologis saja.
Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya hubungan seks di luar pernikahan, yang merupakan salah satu faktor timbulnya kehamilan yang tidak diinginkan.
Upaya yang bersifat pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan penting dilakukan untuk menghindari aborsi. Cara yang ditempuh antara lain dengan menggalakkan pendidikan agama, moral, kesehatan reproduksi serta penyuluhan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi terutama pascaaborsi, secara tidak langsung dapat meminimalkan angka aborsi.
Ada juga istilah lain aborsi yang disebut Menstrual regulation yang artinya pengaturan menstruasi/datang bulan/haid. Dan hal ini pada prakteknya dilaksanakan pada wanita yang merasa terlambat menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan mulai mengandung. Karena itu, aborsi dan menstrual regulation pada hakikatnya adalah pembunuhan janin yang terselubung. Dari beberapa istilah tentang aborsi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya pengguguran atau aborsi adalah semua tindakan atau usaha untuk menghentikan kehamilan dengan alasan apapun
Di Indonesia sendiri setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43 kasus aborsi terjadi pada setiap 100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar dan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.
B. MACAM ABORSI
Aborsi dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan/disengaja. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut, seperti kecelakaan, penyakit dan lain-lain. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yg terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Aborsi buatan/disengaja ini dibagi dua, yaitu:
1. Aborsi artificialis theraqpicus, yakni abortus yang dilakukan oleh seseorang atau dokter dengan atas dasar indikasi medis. Misalnya, jika kehamilan diteruskan secara alami maka akan terjadi kemudharatan terhadap jiwa si calon ibu, karena misalnya adanya penyakit-penyakit berat yang menimpa dirinya (calon ibu), maka dengan terpaksa aborsi dilakukan.
2. Aborsi provokatus kriminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa ada indikasi dari medis. Misalnya aborsi dilakukan untuk menghilangkan jejak karena kehamilan hasil dari hubungan seks diluar nikah, karena jika aborsi tidak dilakukan, maka keluarga akan menanggung malu.
Aborsi buatan inilah yang dalam dunia kedokteran, hukum maupun agama dilarang. Dalam proses pelaksanaan aborsi, biasanya menggunakan salah satu diantara sekian banyak cara atau metode, yang diantaranya ialah :
1. Dengan alat khusus, yakni mulut rahim dilebarkan, kemudian janin dikiret (ditarik) dengan alat seperti sendok kecil.
2. Aspirasi, yakni isi rahim atau janin disedot dengan menggunakan pompa kecil.
3. Melalui operasi yang dalam istilahnya Sardikin G. menyebutnya dengan Hysterotomi
C. ABORSI DILIHAT DARI SEGI AGAMA
Sebagaimana yang di jelaskan diawal, bahwa setiap tindakan manusia ada hukumnya baik tindakan yang dampaknya kecil sampai pada yang sangat berarti dan berpengaruh terhadap manusia dan lingkungannya. Begitu juga dengan tindakan manusia yang berupa aborsi.
Apabila abortus dilakukan sebelum diberi ruh/nyawa (embrio) yaitu sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat. Ada ulama’ yang membolehkan abortus, antara lain Muhammad Ramli Al-Nihayah (1596) dengan alasan karena belum ada mahluk yang bernyawa. Ada ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Dan ada pula yang mengharamkannya antara lain Ibn Hajar (wafat tahun 1567) dalam kitabnya Al-Tuhfah dan Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Dan apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur 4 maka dikalangan ulama’ telah ada ijma’ (konsenses) tentang haramnya abortus.
Menurut hemat penulis, pendapat yang benar ialah seperti yang diuraikan oleh Mahmud Syaltut, eks Rektor Universitas Al-ashar, bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani laki-laki) dengan ovum (sel telur wanita), maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum nyawa sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi mahluk baru yang bernyawa bernyawa manusia yang harus dihormati dan di lindungi eksistensinya. Dan makin jahat dan besar dosanya, apabila pengguguran dilakukan setelah janin bernyawa, apalagi sangat besar dosanya kalau sampai dibunuh atau dibuang bayi yang baru lahir dari kandungan.
Tetapi apabila penggugurann itu dilakukan karena benar-benar terpaksa demi melindungi/menyelematkan si ibu, mak islam membolehkan, bahkan mengharuskan, karena islam mempunyai prinsip
Artinya: “Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya itu adalah wajib”.
Jadi dalam hal ini, Islam tidak membenarkan tindakan menyelematkan janin dengan mengorbankan si ibu, karena eksistensi si ibu lebih diutamakan karena mengingat dia merupakan tiang/sendi keluarga (rumah tangga) dan dia telah mempunyai beberapa hak dan kewajiban, baik kepada Tuhan maupun sesama mahluk. Berbeda dengan si janin selama ia belum lahir di dunia dalam keadaan hidup, ia belum mempunyai hak dan kewajiban apapun
Kontroversi Seputar Aborsi
Pendahuluan
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama.
Pengguguran atau aborsi adalah semua tindakan atau usaha untuk menghentikan kehamilan dengan alasan apapun. Aborsi dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yg terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya dari luar untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yg terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yg utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) diantaranya bahkan terjadi dinegara berkembang.2
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara di mana aborsi dilarang keras oleh undang-undang.3
Dari kenyataan ini kita patut mempertanyakan logika yang menyatakan bahwa bila layanan aborsi tidak ada maka orang tidak akan melakukan aborsi. Atau sebaliknya tersedianya layanan aborsi akan mendorong terjadinya penyelewengan moral yang berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan.
Aborsi Dipandang Dari Aspek Hukum
Menurut Sumapraja dalam Simposium Masalah Aborsi di Indonesia yang diadakan di Jakarta 1 April 2000 menyatakan adanya kontradiksi dari isi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 pasal 15 ayat 1 sebagai berikut:
“Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelematkan jiwa ibu hamil dan janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”.
Hal yang dapat dijelaskan dari pasal dan ayat tersebut adalah:
Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang dan bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun, dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelematkan jiwa ibu dan janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dasar hukum tindakan aborsi yang cacat hukum dan tidak jelas menjadikan tenaga kesehatan yang memberi pelayanan rentan di mata hukum.
Ditambahkan lagi pada ayat selanjutnya yakni pasal 15 ayat 2 yakni, tindakan medis tertentu hanya dapat dilakukan jika:
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambil tindakan tersebut
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu dapat dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan ahli
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
d. pada sarana kesehatan tertentu.
Selain daripada itu banyak pasal dalam KUHP yang menerangkan dan menjelaskan tentang tindakan aborsi diantaranya:
• Pasal 346 yang berbunyi, “seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
• Pasal 348 yang berbunyi, “barang siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
• Pasal 349 yang berbunyi, “jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dapat ditambah dengansepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.”
Selengkapnya dapat dibaca pada pasal 229, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Aborsi Dipandang dari Aspek Agama
Tidak ada ayat baik dalam Al-Quran maupun Al-Kitab yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat manusia.
Bahkan dalam Al-Quran banyak ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan adalah sangat mulia.
• Q.S. 17:70 yang berbunyi:
“ sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”
• Q.S. 5:32 yang isinya menyatakan bahwa membunuh satu nyawa berarti membunuh semua orang. Sebaliknya menyelamatkan satu nyawa berarti menyelamatkan nyawa semua orang.
• Q.S. 17:3 yang berbunyi:
“ dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat, Kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan kepadamu jua.”
• Q.S. 5:36 yang isinya menyatakan bahwa aborsi adalah membunuh, berarti melawan perintah Allah.
• Q.S. 22:5 menerangkan bahwa tidak ada kehamilan yang merupakan kecelakaan atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Adapun berbagai pendapat ulama Islam mengenai masalah aborsi ini. Sebagian berpendapat bahwa aborsi yang dilakukan sebelum 120 hari hukumnya haram dan sebagian ulama berpendapat boleh.
Batasan tersebut digunakan sebagai tolok ukur boleh-tidaknya aborsi dilakukan mengingat sebelum 120 hari janin belum bernyawa. Dari yang berpendapat boleh beralasan jika setelah didiagnosa oleh ahli ternyata apabila kehamilan diteruskan maka akan membahayakan keselamatan ibu, maka aborsi boleh dilakukan. Dengan demikian apabila dari sudut pandang agama saja aborsi diperbolehkan dengan alas an kuat seperti indikasi medis, maka sudah sepatutnyalah apabila landasan hukum aborsi diperkuat sehingga tidak ada keraguan dan kecemasan pada tenaga kesehatan yang berkompeten melakukannya.
Aborsi Dipandang dari Aspek Kesehatan
Aborsi biasanya dilakukan atas indikasi yang berkaitan dengan ancaman keselamatan janin atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada ibu, misalnya TB paru berat, asma, diabetes mellitus, gagal ginjal, hipertensi, dan penyakit hati kronis.
Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu. Hanya saja dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis.
Akan tetapi kematian ibu disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian ibu, yang dilaporkan hanya kematian yang diakibatkan perdarahan dan sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi.
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Wanita di Beijing tahun 1995 menyepakati bahwa akses pada pelayanan aborsi yang aman merupakan bagian dari hak perempuan.
Penelitian menunjukkan bahwa dilegalkannya aborsi di suatu negara justru berperan dalam menurunkan angka kejadian aborsi itu sendiri. Held dan Adriaansz sebagaimana dikutip dari Wijono (2000) mengemukakan hasil analisa tentang kelompok resiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan aborsi tidak aman, yakni:
1. kelompok unmeet need dan kegagalan kontrasepsi (48%)
2. kelompok remaja
3. kelompok praktisi seks komersial
4. kelompok korban perkosaan, incest, dan pelecehan seksual (9%).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata kelompok unmeet need dan gagal KB merupakan kelompok terbesar yang mengalami kehamilan tidak direncanakan, sehingga konseling kontrasepsi merupakan salah satu syarat mutlak untuk menurunkan kejadian aborsi, terutama aborsi berulang, selain faktor lainnya.
Dari segi moral, selayaknya seorang ibu melahirkan dan melindungi anaknya. Tindakan mematikan janin bertentangan dengan moral. Sedangkan dari segi psikologi, aborsi dapat menimbulkan perasaan bersalah pada ibu.
Pada umumnya, ibu mengalami depresi kronis sampai beberapa bulan. Ibu akan teringat pada bakal anak yang telah digugurkannya.
Dampak jangka panjang, pada beberapa perempuan akan menimbulkan perasaan benci pada pria, terutama pada kehamilan yang terjadi karena paksaan.
Mengingat hal tersebut, aborsi tidak bisa berdiri sendiri dan tidak mungkin diselesaikan oleh satu sudut pandang saja. Aborsi merupakan masalah yang kompleks, sehingga membutuhkan kebijakan pemerintah dan masyarakat dalam menyikapinya.
Alat Kontrasepsi
Menanggapi masalah tersebut, Prof Sarlito W Sarwono, Dekan Fakultas Psikologi UI mengatakan, upaya mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dipandang lebih baik ketimbang aborsi. "Kalau seorang perempuan tidak sampai hamil, maka tidak akan ada aborsi," katanya.
Namun, tindakan pencegahan kehamilan tidak mudah dilakukan karena menyangkut banyak hal yang perlu dipertimbangkan dan dikerjakan. "Sekarang saja sosialisasi alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan masih dipertentangkan karena dianggap melegalkan perzinahan," ujar Sarlito.
Menurutnya, di negara yang melegalkan aborsi, tingkat aborsinya lebih rendah ketimbang Indonesia, di mana aborsi masih menjadi kontroversi. Hal ini disebabkan di negara-negara yang melegalkan aborsi, kesadaran memakai alat kontrasepsi tinggi.
Seks Pranikah
Sarlito juga menegaskan akan lebih baik jika hubungan seks, terutama di luar pernikahan tidak dilakukan. Di sinilah peran penting pendidikan seks, terutama yang dilakukan oleh orangtua. Menurutnya, pendidikan seks harus dilakukan sedini mungkin sejak anak mulai bertanya tentang seks.
Jika anak tidak mendapatkan jawaban yang benar dan memuaskan rasa ingin tahunya, maka ketika beranjak remaja, dia akan mendapat pengetahuan dari pihak-pihak lain, seperti film porno misalnya. Pengetahuan itu dapat menyesatkan remaja, karena memandang seks hanya dari segi kepuasan biologis saja.
Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya hubungan seks di luar pernikahan, yang merupakan salah satu faktor timbulnya kehamilan yang tidak diinginkan.
Upaya yang bersifat pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan penting dilakukan untuk menghindari aborsi. Cara yang ditempuh antara lain dengan menggalakkan pendidikan agama, moral, kesehatan reproduksi serta penyuluhan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi terutama pascaaborsi, secara tidak langsung dapat meminimalkan angka aborsi.
0 komentar :
Post a Comment