Kebutuhan untuk melakukan pengukuran terhadap kepribadian timbul karena dua alasan, yaitu:
1. Dari segi teori, untuk menguji dan memantapkan teori yang telah dirumuskan.
2. Dari segi praktis, untuk memungkinkan prediksi dan pengendalian.
Dalam lingkungan psikometri pengukuran kepribadian itu secara tradisional hanya meliputi pengukuran aspek-aspek non-kognitif, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bukan abilitas. Namun secara lengkap pengukuran kepribadian itu harus pula meliputi pengukuran abilitas. Alat-alat atau teknik untuk mengukur kepribadian yaitu sebagai berikut:
A. Pengukuran aspek non-kognitif
1. self-report inventory
Asumsi-asumsi yang mendasari digunakannya self-report inventory adalah:
- bahwa individu-individu adalah orang yang paling tahu akan keadaan masing-masing.
- Bahwa individu mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk menyatakan keadaan dan penghayatannya menurut apa adanya.
Dengan self-report inventory dapat diungkap ada atau tidaknya sesuatu hal (atribut) pada seseorang dan dapat diungkap seberapa besarnya. Prototipe sel-report inventory adalah Personal Data Sheet (PDS) yang dikembangkan oleh Woodworth salama Perang Dunia I. dengan menggunakan item-item yang dapat mengungkap gejala-gejala psikiatrik, seperti:
- apakah anda tahan melihat darah?
- Apakah anda sering berpikir untuk melakukan bunuh diri?
- Apakah anda sering mengalami konvulsi?
- Apakah anda sering merasa sesak nafas?
- Apakah anda mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia?
Dan seterusnya yang seluruhnya berjumlah 116 item.
Suatu alat yang diukur analog dengan PDS yang tujuannya untuk mengetahui berbagai problem (kesukaran) yang dihadapi dan dihayati individu adalah Mooney Problem Check List. Alat lain yang digunakan secara luas adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Dengan MMPI dapat diungkap komponen-komponen kepribadian yang mempunyai arti klinis, yaitu:
- hypochondriasis - paranoia
- depression - psychasthenia
- hysteria - schizophrenia
- psychopathic deviate - hypomania
- masculinity-femininity - social introversion
Suatu segi yang menonjol dari MMPI asli adalah penggunaan tiga skala yang disebut skala-skala validitas, yang juga dipertahankan dalam MMPI-2. skala-skala ini tidak berkaitan dengan validitas dalam pengertian teknis. Akibatnya, skala-skala ini mewakili pengecekan dalam hal kurangnya perhatian, kesalahpahaman, pura-pura sakit dan pelaksanaan perangkat respon khusus dan sikap mengikuti tes. Skor-skor validitas mencakup:
- Skor bohong (L); didasarkan pada sekelompok butir soal yang tampaknya dipahami dengan baik oleh responden tetapi tidak mungkin dijawab dengan benar dengan arah yang dikehendaki (misalnya:saya tidak suka setiap orang yang saya kenal)
- Skor Infrekuensi (F); ditentukan dari seperangkat 60 (dari aslinya 64) soal yang dijawab dalam arah yang diskor oleh tidak lebih dari 10% kelompok standarisasi MMPI.
- Skor koreksi (K); menggunakan kombinasi lain dari butir-butir soal yang dipilih secara spesifik, skor ini memberikan ukuran bagi sikap dalam mengikuti tes yang diyakini lebih tak halus. Sebuah skor K yang tinggi bisa mengindikasikan sikap defense atau usaha untuk “memalsukan yang baik”. Sebuah skor K yang rendah bisa menggambarkan sikap terus terang yang berlebihan dan kritik diri atau usaha sengaja untuk “ memalsukan yang buruk”.
Dalam perkembangannya lebih lanjut alat ini juga dapat digunakan untuk mengungkapkan komponen-komponen lain, yaitu: ego strength, dependency, dominance, prejudice, social status. Kelemahan dari MMPI adalah:
a. Istilah-istilah psikiatri itu sering menyesatkan, dan mendorong orang untuk membuat interpretasi hasil testing dengan kurang hati-hati.
b. Beberapa dari skala-skalanya belum mempunyai reliabilitas yang memadai
c. Sampel yang digunakan untuk menyusun norma terbatas.
Beberapa self-report inventory disusun berdasarkan analisis faktor, misalnya Guilford-Zimmerman Temperament Survey, Comrey Personality Scales dan Cattell Inventory. Guilford-Zimmerman Temperament Survey digunakan untuk mengukur; general activity, restrain, ascendant, sociability, emotional stability, objectivity, friendliness, thoughtfulness, personal relations dan masculinity. Sedangkan cattell inventory digunakan untuk mengukur 16 faktor kepribadian atau terkenal dengan nama "16 PF" (Cattell, Eber dan Tatsuoka, 1970). Sedangkan alat yang mulai banyak digunakan di Indonesia adalah Edwards Personal preference Schedule (EPPS).
2. Pengukuran Minat, Sikap dan Nilai Budaya
kekuatan dan arah minat, sikap dan motif serta nilai-nilai budaya merupakan komponen penting dalam kepribadian seseorang. Komponen-komponen tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan, kecakapan kerja, kemampuan bergaul serta pola-pola hidup seseorang.
a. Pengukuran minat.
Pengukuran minat merupakan hal yang penting karena terbutkti minat mempunyai peranan yang penting dalam hal berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbagai bidang , terutama dalam studi dan kerja.. studi mengenai minat mendapat dorongan terutama dalam bidang konseling, pendidikan dan vokasional. Salah satu alat yang digunakan untuk mengungkap minat yaitu Strong Vocational Interest Blank (Strong, Jr, !943, 1949, 1955). Alat lain yang digunakan untuk mengukur minat adalah kuder Interest Inventory, yang dikembangkan oleh Kuder. Yang digunakan untuk mengukur minat dari beberapa arah dan untuk keperluan yang bermacam-macam.
b. Pengukuran sikap
Pengukuran sikap banyak digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi social. skala sikap telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya polling pendapat umum mengenai keadaan politik, ekonomi atau hal-hal lain yang menyangkut kepentingan umum. Alat yang digunakan untuk pengukuran sikap adalah skala model Thurstone dan skala model Likert. Skala sikap model Thurstone dimaksudkan guna mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai posisi relative individu dalam suatu kontinum sikap.
c. Pengukuran nilai-nilai budaya
kepentingan dilakukannya pengukuran nilai-nilai budaya dalam kepribadian didasarkan pada anggapan bahwa sistem nilai-nilai yang dianut oleh seseorang akan sangat besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Alat yang paling banyak digunakan adalah yang modelnya disusun oleh Allport dan Vernon (1931), yang dasar teorinya adalah teori Spranger tentang adanya enam macam nilai budaya dalam masing-masing individu dan dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya menurut spranger itu adalah nilai-nilai ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, keagamaan, kesenian dan kemasyarakatan (Soemadi Suryabrata, 1969)
3. Penggunaan teknik proyaktif
Ciri pembeda utama dari teknik proyektif adalah pada penilaiannya atas tugas yang relative tak terstruktur, yaitu tugas yang memungkinkan variasi yang hampir tak terbatas dari respon-respon yang mungkin. Hipotesis yang mendasari hal ini adalah bahwa cara individu mempersepsi dan menginterpretasi materi tes atau “menstrukturisasikan” situasi itu akan mencerminkan aspek-aspek dasar dari fungsi psikologisnya. Dengan kata lain, diharapkan materi tes bisa berfungsi sebagai semacam saringan dimana responden “memproyeksikan” proses pikiran, kebutuhan, kecemasan dan konflik khas mereka.
Metode proyektif berasal dari dalam lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli klinis. Dalam kerangka teoritisnya, kebanyakan teknik proyektif mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Alat-alat proyektif yang terkenal adalah test Rorschach (Rorschach, 1942) dan Thematic Apperception Test (Murray, et al., 1938).
4. Beberapa teknik lain
disamping teknik-teknik dan lat-alat yang telah dikemukakan itu masih terdapat sejumlah besar teknik atau alat yang masih dalam taraf pengembangan atau penjajagan. Berbagai alat tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Objective performance test
cirri-ciri teknik ini adalah:
- si pengambil test dituntut untuk “task-oriented”, jadi berbeda dari teknik-teknik yang telah dibicarakan di muka, yang pada umumnya bersifat ‘report-oriented”.
- Tujuan tes ini yang sebenarnya terselubung, jadi si pengambil tes tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang diukur.
- Tugas yang diberikan kepada pengambil tes jelas strukturnya.
- Pada setiap soal ada penyelesaian yang nampaknya benar.
b. Situational test
Dalam “situational test” pengambil tes ditempatkan dalam situasi yang mirip atau merupakan simulasi situasi dalam kehidupan nyata. Biasanya, situasi itu sifatnya problematic, disertai alternative-alternatif penyelesaian. Alternative yang dipilih oleh seseorang pengambil tes akan mencerminkan kepribadiannya dalam aspek tertentu.
c. Pengukuran konsep diri
sejumlah usaha bertolak dari dasar pandangan bahwa kepribadian itu akan dapat difahami dari segi “bagaimana individu itu memandang dirinya sendiri dengan orang lain”. Jadi, deskripsi seseorang mengenai dirinya sendiri itulah yang menjadi data utama dalam pengukuran kepribadian.
B. Pengukuran Aspek Kognitif
Pengukuran kepribadian secara lengkap harus pula meliputi pengukuran abilitas, yaitu pengukuran intelegensi dan bakat, akan tetapi menurut tradisi dalam psikometri pengukuran abilitas itu tidak dimasukkan dalam pengukuran kepribadian. Hasil-hasil pengukuran yang telah tercapai yaitu;
a. rigidity dan dogmatisme
b. penggunaan kategori kognitif
c. struktur kognitif
d. orientasi kognitif
Rigidity (ketegaran) yang merupakan kendali bagi kegiatan memproses informasi, dapat disaksikan misalnya dalam persepsi, pemecahan problem, maupun dalam penentuan pendapat mengenai soal-soal sosial. Penggunaan kategori kognitif mulai banyak dilakukan sejak diumumkan karya Gardner (1953) mengenai cognitive styles in categorizing behavior. Gardner menyimpulkan bahwa individu sedikit banyak dalam caranya menggunakan caranya menggunakan kategori-kategori untuk memasukkan atau tidak memasukkan sesuatu obyek kedalam golongan tertentu dan ini merupakan aspek kepribadian yang dapat membedakan seseorang secara khas dari orang-orang lain.
Struktur kognitif yaitu kerangka yang digunakan oleh individu untuk menangkapdunia fenomenal juga merupakan suatu aspek kepribadian yang telah meanrik perhatian. Pada umumnya individu cenderung kepada salah satu diantara dua macam orientasi yaitu field dependence atau field independence. Individu yang oriantasinya field dependence sangat tergantung pada struktur objek yang dihadapinya, sedang individu yang field independence tidak begitu terikat kepada struktur objek yang dihadapinya.
C. Problem-problem dalam Pengukuran Kepribadian
Tujuan pengukuran, termasuk pengukuran kepribadian adalah untuk mendapatkan informasi mengenai hal yang diukur, agar dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan tertentu. Supaya informasi yang diperoleh itu relevan dan akurat, alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi itui harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1. Alat pengukur itu harus reliable
2. Alat pengukur itu harus Valid
Di samping kedua syarat utama itu, alat pengukur tersebut harus pula:
- Obyektif
- Dibakukan
- Komprehensif
- Mudah digunakan
- Murah (Sumadi Suryabrata, 1970)
Usaha untuk mengembangkan perumusan, menyusun model, serta menyusun teknik pengukuran reliabilitas itu dirintis oleh Spearman pada awal abad ini (Spearmen, 1904, 1910).
1. kelemahan-kelemahan Self-report inventory
- terjadi pemalsuan respon
- subyek memberikan respon dalam cara yang dikira dikehendaki oleh masyarakat
- subyek memberikan respon menurut cara yang biasa dilakukannya
- subyek memberikan respon yang ekstrim
2. Problem dalam pengukuran minat, sikap dan nilai budaya
berbagai skala sikap yang telah tersusun, yang sebagian besar mengguanakan model Thurstone atau model Likert, pada umumnya mempunyai kualitas psikometrik lumayan. Kebanyakan dari skala-skala tersebut mempunyai reliabilitas sedang, namun hanya sedikit saja informasi yang mengenai validitas yang telah dapat diketengahkan, pada umumnya skala-skala tersebut sangat tergantung pada validitas isi, dan construct validity, sedang secara ideal skala-skala tersebut harus mempunayi criterion-related validity. Skala untuk mengukur nilai budaya mengandung mengandung kelemahan validitas ini. Alat-alat yang sampai saat ini telah dikembangkan sangat tergantung kepada validitas isi dan construct validity.
3. Problem dalam penggunaan teknik proyektif
kelemahan-kelemahan dari teknik-teknik proyektif yaitu sebagai berikut:
a. pemalsuan
b. obyektivitas kurang memadahi
c. tiadanya norma yang mantap
d. reliabilitas
e. validitas.
1. self-report inventory
Asumsi-asumsi yang mendasari digunakannya self-report inventory adalah:
- bahwa individu-individu adalah orang yang paling tahu akan keadaan masing-masing.
- Bahwa individu mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk menyatakan keadaan dan penghayatannya menurut apa adanya.
Dengan self-report inventory dapat diungkap ada atau tidaknya sesuatu hal (atribut) pada seseorang dan dapat diungkap seberapa besarnya. Prototipe sel-report inventory adalah Personal Data Sheet (PDS) yang dikembangkan oleh Woodworth salama Perang Dunia I. dengan menggunakan item-item yang dapat mengungkap gejala-gejala psikiatrik, seperti:
- apakah anda tahan melihat darah?
- Apakah anda sering berpikir untuk melakukan bunuh diri?
- Apakah anda sering mengalami konvulsi?
- Apakah anda sering merasa sesak nafas?
- Apakah anda mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia?
Dan seterusnya yang seluruhnya berjumlah 116 item.
Suatu alat yang diukur analog dengan PDS yang tujuannya untuk mengetahui berbagai problem (kesukaran) yang dihadapi dan dihayati individu adalah Mooney Problem Check List. Alat lain yang digunakan secara luas adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Dengan MMPI dapat diungkap komponen-komponen kepribadian yang mempunyai arti klinis, yaitu:
- hypochondriasis - paranoia
- depression - psychasthenia
- hysteria - schizophrenia
- psychopathic deviate - hypomania
- masculinity-femininity - social introversion
Suatu segi yang menonjol dari MMPI asli adalah penggunaan tiga skala yang disebut skala-skala validitas, yang juga dipertahankan dalam MMPI-2. skala-skala ini tidak berkaitan dengan validitas dalam pengertian teknis. Akibatnya, skala-skala ini mewakili pengecekan dalam hal kurangnya perhatian, kesalahpahaman, pura-pura sakit dan pelaksanaan perangkat respon khusus dan sikap mengikuti tes. Skor-skor validitas mencakup:
- Skor bohong (L); didasarkan pada sekelompok butir soal yang tampaknya dipahami dengan baik oleh responden tetapi tidak mungkin dijawab dengan benar dengan arah yang dikehendaki (misalnya:saya tidak suka setiap orang yang saya kenal)
- Skor Infrekuensi (F); ditentukan dari seperangkat 60 (dari aslinya 64) soal yang dijawab dalam arah yang diskor oleh tidak lebih dari 10% kelompok standarisasi MMPI.
- Skor koreksi (K); menggunakan kombinasi lain dari butir-butir soal yang dipilih secara spesifik, skor ini memberikan ukuran bagi sikap dalam mengikuti tes yang diyakini lebih tak halus. Sebuah skor K yang tinggi bisa mengindikasikan sikap defense atau usaha untuk “memalsukan yang baik”. Sebuah skor K yang rendah bisa menggambarkan sikap terus terang yang berlebihan dan kritik diri atau usaha sengaja untuk “ memalsukan yang buruk”.
Dalam perkembangannya lebih lanjut alat ini juga dapat digunakan untuk mengungkapkan komponen-komponen lain, yaitu: ego strength, dependency, dominance, prejudice, social status. Kelemahan dari MMPI adalah:
a. Istilah-istilah psikiatri itu sering menyesatkan, dan mendorong orang untuk membuat interpretasi hasil testing dengan kurang hati-hati.
b. Beberapa dari skala-skalanya belum mempunyai reliabilitas yang memadai
c. Sampel yang digunakan untuk menyusun norma terbatas.
Beberapa self-report inventory disusun berdasarkan analisis faktor, misalnya Guilford-Zimmerman Temperament Survey, Comrey Personality Scales dan Cattell Inventory. Guilford-Zimmerman Temperament Survey digunakan untuk mengukur; general activity, restrain, ascendant, sociability, emotional stability, objectivity, friendliness, thoughtfulness, personal relations dan masculinity. Sedangkan cattell inventory digunakan untuk mengukur 16 faktor kepribadian atau terkenal dengan nama "16 PF" (Cattell, Eber dan Tatsuoka, 1970). Sedangkan alat yang mulai banyak digunakan di Indonesia adalah Edwards Personal preference Schedule (EPPS).
2. Pengukuran Minat, Sikap dan Nilai Budaya
kekuatan dan arah minat, sikap dan motif serta nilai-nilai budaya merupakan komponen penting dalam kepribadian seseorang. Komponen-komponen tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan, kecakapan kerja, kemampuan bergaul serta pola-pola hidup seseorang.
a. Pengukuran minat.
Pengukuran minat merupakan hal yang penting karena terbutkti minat mempunyai peranan yang penting dalam hal berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbagai bidang , terutama dalam studi dan kerja.. studi mengenai minat mendapat dorongan terutama dalam bidang konseling, pendidikan dan vokasional. Salah satu alat yang digunakan untuk mengungkap minat yaitu Strong Vocational Interest Blank (Strong, Jr, !943, 1949, 1955). Alat lain yang digunakan untuk mengukur minat adalah kuder Interest Inventory, yang dikembangkan oleh Kuder. Yang digunakan untuk mengukur minat dari beberapa arah dan untuk keperluan yang bermacam-macam.
b. Pengukuran sikap
Pengukuran sikap banyak digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi social. skala sikap telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya polling pendapat umum mengenai keadaan politik, ekonomi atau hal-hal lain yang menyangkut kepentingan umum. Alat yang digunakan untuk pengukuran sikap adalah skala model Thurstone dan skala model Likert. Skala sikap model Thurstone dimaksudkan guna mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai posisi relative individu dalam suatu kontinum sikap.
c. Pengukuran nilai-nilai budaya
kepentingan dilakukannya pengukuran nilai-nilai budaya dalam kepribadian didasarkan pada anggapan bahwa sistem nilai-nilai yang dianut oleh seseorang akan sangat besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Alat yang paling banyak digunakan adalah yang modelnya disusun oleh Allport dan Vernon (1931), yang dasar teorinya adalah teori Spranger tentang adanya enam macam nilai budaya dalam masing-masing individu dan dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya menurut spranger itu adalah nilai-nilai ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, keagamaan, kesenian dan kemasyarakatan (Soemadi Suryabrata, 1969)
3. Penggunaan teknik proyaktif
Ciri pembeda utama dari teknik proyektif adalah pada penilaiannya atas tugas yang relative tak terstruktur, yaitu tugas yang memungkinkan variasi yang hampir tak terbatas dari respon-respon yang mungkin. Hipotesis yang mendasari hal ini adalah bahwa cara individu mempersepsi dan menginterpretasi materi tes atau “menstrukturisasikan” situasi itu akan mencerminkan aspek-aspek dasar dari fungsi psikologisnya. Dengan kata lain, diharapkan materi tes bisa berfungsi sebagai semacam saringan dimana responden “memproyeksikan” proses pikiran, kebutuhan, kecemasan dan konflik khas mereka.
Metode proyektif berasal dari dalam lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli klinis. Dalam kerangka teoritisnya, kebanyakan teknik proyektif mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Alat-alat proyektif yang terkenal adalah test Rorschach (Rorschach, 1942) dan Thematic Apperception Test (Murray, et al., 1938).
4. Beberapa teknik lain
disamping teknik-teknik dan lat-alat yang telah dikemukakan itu masih terdapat sejumlah besar teknik atau alat yang masih dalam taraf pengembangan atau penjajagan. Berbagai alat tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Objective performance test
cirri-ciri teknik ini adalah:
- si pengambil test dituntut untuk “task-oriented”, jadi berbeda dari teknik-teknik yang telah dibicarakan di muka, yang pada umumnya bersifat ‘report-oriented”.
- Tujuan tes ini yang sebenarnya terselubung, jadi si pengambil tes tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang diukur.
- Tugas yang diberikan kepada pengambil tes jelas strukturnya.
- Pada setiap soal ada penyelesaian yang nampaknya benar.
b. Situational test
Dalam “situational test” pengambil tes ditempatkan dalam situasi yang mirip atau merupakan simulasi situasi dalam kehidupan nyata. Biasanya, situasi itu sifatnya problematic, disertai alternative-alternatif penyelesaian. Alternative yang dipilih oleh seseorang pengambil tes akan mencerminkan kepribadiannya dalam aspek tertentu.
c. Pengukuran konsep diri
sejumlah usaha bertolak dari dasar pandangan bahwa kepribadian itu akan dapat difahami dari segi “bagaimana individu itu memandang dirinya sendiri dengan orang lain”. Jadi, deskripsi seseorang mengenai dirinya sendiri itulah yang menjadi data utama dalam pengukuran kepribadian.
B. Pengukuran Aspek Kognitif
Pengukuran kepribadian secara lengkap harus pula meliputi pengukuran abilitas, yaitu pengukuran intelegensi dan bakat, akan tetapi menurut tradisi dalam psikometri pengukuran abilitas itu tidak dimasukkan dalam pengukuran kepribadian. Hasil-hasil pengukuran yang telah tercapai yaitu;
a. rigidity dan dogmatisme
b. penggunaan kategori kognitif
c. struktur kognitif
d. orientasi kognitif
Rigidity (ketegaran) yang merupakan kendali bagi kegiatan memproses informasi, dapat disaksikan misalnya dalam persepsi, pemecahan problem, maupun dalam penentuan pendapat mengenai soal-soal sosial. Penggunaan kategori kognitif mulai banyak dilakukan sejak diumumkan karya Gardner (1953) mengenai cognitive styles in categorizing behavior. Gardner menyimpulkan bahwa individu sedikit banyak dalam caranya menggunakan caranya menggunakan kategori-kategori untuk memasukkan atau tidak memasukkan sesuatu obyek kedalam golongan tertentu dan ini merupakan aspek kepribadian yang dapat membedakan seseorang secara khas dari orang-orang lain.
Struktur kognitif yaitu kerangka yang digunakan oleh individu untuk menangkapdunia fenomenal juga merupakan suatu aspek kepribadian yang telah meanrik perhatian. Pada umumnya individu cenderung kepada salah satu diantara dua macam orientasi yaitu field dependence atau field independence. Individu yang oriantasinya field dependence sangat tergantung pada struktur objek yang dihadapinya, sedang individu yang field independence tidak begitu terikat kepada struktur objek yang dihadapinya.
C. Problem-problem dalam Pengukuran Kepribadian
Tujuan pengukuran, termasuk pengukuran kepribadian adalah untuk mendapatkan informasi mengenai hal yang diukur, agar dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan tertentu. Supaya informasi yang diperoleh itu relevan dan akurat, alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi itui harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1. Alat pengukur itu harus reliable
2. Alat pengukur itu harus Valid
Di samping kedua syarat utama itu, alat pengukur tersebut harus pula:
- Obyektif
- Dibakukan
- Komprehensif
- Mudah digunakan
- Murah (Sumadi Suryabrata, 1970)
Usaha untuk mengembangkan perumusan, menyusun model, serta menyusun teknik pengukuran reliabilitas itu dirintis oleh Spearman pada awal abad ini (Spearmen, 1904, 1910).
1. kelemahan-kelemahan Self-report inventory
- terjadi pemalsuan respon
- subyek memberikan respon dalam cara yang dikira dikehendaki oleh masyarakat
- subyek memberikan respon menurut cara yang biasa dilakukannya
- subyek memberikan respon yang ekstrim
2. Problem dalam pengukuran minat, sikap dan nilai budaya
berbagai skala sikap yang telah tersusun, yang sebagian besar mengguanakan model Thurstone atau model Likert, pada umumnya mempunyai kualitas psikometrik lumayan. Kebanyakan dari skala-skala tersebut mempunyai reliabilitas sedang, namun hanya sedikit saja informasi yang mengenai validitas yang telah dapat diketengahkan, pada umumnya skala-skala tersebut sangat tergantung pada validitas isi, dan construct validity, sedang secara ideal skala-skala tersebut harus mempunayi criterion-related validity. Skala untuk mengukur nilai budaya mengandung mengandung kelemahan validitas ini. Alat-alat yang sampai saat ini telah dikembangkan sangat tergantung kepada validitas isi dan construct validity.
3. Problem dalam penggunaan teknik proyektif
kelemahan-kelemahan dari teknik-teknik proyektif yaitu sebagai berikut:
a. pemalsuan
b. obyektivitas kurang memadahi
c. tiadanya norma yang mantap
d. reliabilitas
e. validitas.
0 komentar :
Post a Comment