Saturday, April 2, 2011

PENDEKATAN KONSELING RASIONAL EMOTIF

KONSEP DASAR
 Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irsional

Ketika berpikir dan bertingkah-
laku rasional manusia akan
efektif, bahagia, dan kompeten.

Ketika berpikir dan bertingkah-
laku irasional individu itu menjadi
tidak efektif.
 Reaksi emosional seseorang disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi, baik yang disadari maupun tidak disadari.

 Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional.

 Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irrasional.
 Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.

 Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan.

 Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
 Perasaan dan pikiran negatief serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.


 Teori ABC dari Albert Ellis :

Tiga pilar yang membangun tingkah laku individu

Antecedent event (A)
Belief (B)
Consequence (C)


ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH
• Tingkah laku bermasalah : tingkah laku yang didasarkan dikendalikan oleh cara berpikir yang irrasional (iB)

• Ciri-ciri iB :
- Tidak dapat dibuktikan
- Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan)
yang sebenarnya tidak perlu
- Menghalangi individu untuk berkembang

Sebab-sebab Individu Berpikir Irasional :

• Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan
dan imajinasi

• Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain

• Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irrasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.


TUJUAN KONSELING
• Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irrasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis

• Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu perlu pemahaman klien tentang sistem keyakinan atau cara-cara berpikirnya sendiri


• Tiga tingkatan insight /pemahaman :

1. Klien klien memahami tingkah laku
negatif/penolakan diri peristiwa yang
disebabkan oleh sistem keyakinan yang
irasional
2 Klien memahami bahwa yang menganggu
klien pada saat ini adalah karena keyakinan
irrasional terus dianutnya

3. Klien memahami bahwa tidak ada jalan lain
untuk keluar dari hambatan emosional yang dialaminya kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irrasional.


 Karakteristik Konseling RE

• Aktif-direktif :
dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.

• Kognitif-eksperiensial
proses konseling berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
• Emotif-ekspreriensial
proses konseling memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.

• Behavioristik
proses konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

Read More......

PENDEKATAN KONSELING TRAIT AND FACTOR

KONSEP DASAR
 Pandangan tentang Manusia
• Manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen.

• Perkembangan kemajuan individu mulai dari masa bayi sampai dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan faktor. Telah banyak dilakukan usaha untuk menyusun kategori individu atas dasar dimensi sifat dan faktor.

• Studi ilmiah yang telah dilakukan adalah : (1) mengukur dan menilai ciri ciri-ciri seseorang dengan tes psikologis, (2) mendefinisikan atau menggambarkan keadaan individu, (3) membantu individu untuk memahami diri dan lingkungannya, (4) memprediksi keberhasilan yang mungkin dicapai pada masa mendatang.

 Manusia berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.

 Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau buruk.

 Makna hidup adalah mencari kebenaran dan berbuat baik serta menolak kejahatan.

 Menjadi manusia seutuhnya tergantung pada hubungannya dengan orang lain.

 Asumsi pokok pendekatan konseling trait dan faktor.
• Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisir secara unik, dan karena kemampuan kausalitasnya relatif stabil setelah remaja, maka tes obyektif dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik-karatreistik individu.

• Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan tingkah laku kerja tertentu.

• Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dan hal ini dapat ditentukan. Individu akan belajar dengan lebih mudah dan efektif apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan tuntutan kurikulum.

• Baik klien maupun konselor hendaknya mendiagnosis potensi klien untuk mengawali penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.

• Setiap individu mempunyai kecakapan dan keinginan untuk mengidentifikasi secara kognitif kemampuannya sendiri.


TUJUAN KONSELING
 Membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia.

 Membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelamahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir.

 Membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan keterbatasan diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.

 Mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri dengan mengggunakan metode ilmiah.


DESKRIPSI PROSES KONSELING
 Hubungan konselor dengan klien merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka.

 Konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor juga mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya.

 Konselor memang tidak menetapkan tetapi memberikan pengaruh untuk mendapatkan cara yang baik dalam membuat keputusan.


KETERBATASAN PENDEKATAN
 Pandangannya dikembangkan dalam situasi pendidikan dan kliennya dibatasi terutama kepada siswa-siswa yang memiliki keragaman derajat kemantapan dan tanggung jawab sendiri.

 Pandangannya terlalu menekankan kepada pengendalian konselor dan hasil yang dicapai pada diri klien lebih banyak tergantung kepada keunggulan konselor dalam mengarahkan dan membatasi klien
 Banyak meminimalkan atau mengabaikan aspek afektif klien yang justru seharusnya menjadi kepedulian konselor.

 Terlalu banyak pertimbangan yang ditekankan pada data obyektif. Penggunaan dan keyakinan yang berlebihan terhdap data ini kurang tepat karena keterbatasan reliabilitas, validitas, dan kelengkapan alat dan datanya.

 Suatu dilema bagi konselor karena ia harus mendorong dan meyakinkan klien mewujudkan kemampuannya, tetapi ia harus melakukannya tanpa persuasi.

Read More......

TUNAGRAHITA

1. 1. Pengertian Tunagrahita
Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993) Mendefinisikan tungrahita yaitu adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social. Tunagrahita dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Namun demikian, penyandang tunagrahita bisa mengalami semua gangguan jiwa yang ada, dan prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat kali lipat pada populasi umum. Selain itu, penyandang tunagrahita mempunyai resiko lebih besar untuk di eksploitasi untuk diperlakukan salah secara fisik atau seksual (physic or sexual abuse). Selalu ada hendaya perilaku adaptif, tetapi dalam lingkingan social terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia, hendaya ini mungkin tidak sampai sama sekali pada penyandang tunagrahita taraf ringan.

AAMD (America Association of Mental Deficiency) menjelaskan bahwa tunagrahita menunjukkan adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan social, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, dan waktu luang. Keadaan ini nampak sebelum usia 18 Tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetic, lingkungan dan psikososial (Kaplan, 1997).
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita atau retardasi mental, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangnnya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Branata dalam Effendi, 2006).
Edgarr Doll (dalam Efendi, 2006) berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika : (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental dibawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat. Adapun Efendi (2006) mengemukakan istilah anak berkelainan mental subnormal disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan (feebleminded), mental subnormal serta tunagrahita. Semua makna diatas menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental bawah normal.
Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan pengertian tunagrahita adalah salah satu bentuk gangguan yang dapat ditemui diberbagai tempat, dengan karakteristik penederitanya yang memiliki tingkatn kecerdasan dibawah rata-rata (IQ dibawah 75), dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai aktivitas sosial lingkungan.
1. 2. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Klasifikasi berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi, 2006):
a. Ringan (Mild atau Debil atau Moron)
Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain:
1) Membaca, menulis, mengeja, dan berhitung, kepentingan kerja dikemudian hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan.
b. Sedang (Imbecile atau Moderate)
Anak tunagrahita mampu latih atau imbecile adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedimikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu:
1) Belajar mengurus diri sendiri, misalnya makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri.
2) Belajar menyesuaikan lingkungan rumah atau sekitarnya.
3) Mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja, atau di lembaga khusus.
Kesimpulannya, anak tungrahita mampu latih berarti anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk megurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (daily living), serta melakukan fungsi social kemasyarakatan menurut kemampuannya.
c. Berat atau Idiot (IQ 0-25)
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. A child who is an idiot is so low intelectually that he does not lern to talk and usually does learn to take care of his bodily need (kirk & Johnson dalam Efendi, 2006). Dengan kata lain, anak tunagrahita rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent) (Patton dalam Efendi, 2006).
Klasifikasi tunagrahita menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ III) adalah :
1. Tunagrahita Ringan (IQ 50-69)
Penyandang tunagrahita ringan biasanya agak terlambat dalam belajar bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan, dan dapat diwawancarai. Kebanyakan dari mereka juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan kecil) dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis, dan banyak diantaranya mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis. Namun demikian, penyandang tunagrahita ringan bisa sangat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasi kecacatan mereka. Kebanyakan penyandang tunagrahita ringan yang tingkat intelegensinya lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan kemampuan praktis daripada akademik, termasuk memerlukan sedikir keterampilan saja. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai tingkat tertentu dari tunagrahita ringan tidak menunjukkan masalah. Namun demikian, bila juga terdapat immaturitas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak akibat kecacatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan pernikahan atau pengasuhan anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan harapan dan tradisi budaya.
1. Tunagrahita Sedang (IQ 35-49)
Penyandang tunagrahita kategori ini lambat dalam mengembangkan pemahaman dan penggunaan bahasa, prestasi akhir yang dapat mereka capai dalam bidang ini terbatas. Keterampilan merawat diri dan keterampilan motorik juga terlambat, dan sebagian dari mereka ini memerlukan pengawasan seumur hidup. Kemajuan dengan pekerjaan sekolah terbatas, tetapi sebagian dari mereka ini dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membaca, menulis dan berhitung. Program pendidikan khusus dapat memberi kesempatan mereka untuk mengembangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh keterampilan dasar. Ketika dewasa, penyandang tunagrahita sedang ini biasanya mampu melakukan pekerjaan praktis yang sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapid an diawasi. Jarang ada yang dapat hidup mandiri sepenuhnya pada masa aktif secara fisik dan mayoritas menunjukkan perkembangan sosial dalam kemampuan mengadakan kontak, berkomunikasi dengan orang lain, dan terlibat dalam aktivitas sosial yang sederhana.
1. Tunagrahita Berat (IQ 20-34)
Kategori ini umumnya mirip dengan tunagrahita sedang dalam hal gambaran klinis, terdapatnya suatu etiologi organic, dan kondisi yang menyertainya. Prestasi yang lebih rendah daripada tunagrahita sedang juga paling lazim pada kelompok ini. Kebanyakan penyandang tunagrahita kategori ini menderita hendaya motorik atau defisit lain yang menyertainya, dan hal ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan syaraf pusat.
1. Tunagrahita Sangat Berat (IQ <20) Dalam kategori ini, secara praktis individu yang menyandang tunagrahita sangat berat sangat terbatas kemampuannya untuk mematuhi atau memahami permintaan atau instruksi. Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau sangat terbatas dalam gerakannya, inkontinensia, dan hanya mampu mengadakan komunikasi verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar mereka, dan senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan. Pengklasifikasian atau penggolongan anak tunagrahita menurut American Psychiatric Association (dalam Kaplan, 1997) sebagai berikut : 1. Tunagrahita taraf ringan (mild mental retardation) tingkat IQ 50-55 sampai kira-kira 70. 2. Tunagrahita taraf sedang (moderate mental retardation) tingkat IQ 35-40 sampai 50-55. 3. Tunagrahita taraf berat (severe mental retardation) tingkat IQ dibawah 20 atau 25. 4. Tunagrahita, keparahan tidak ditentukan (jika terdapat kecurigaan kuat adanya tunagrahita tetapi intelegensi pasien tidak dapat diuji oleh tes intelegensi baku). Beradarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita memiliki beberapa jenis berdasarkan tingkat skor IQ yang dimiliki individu tunagrahita yaitu tunagrahita ringan (IQ 50-69), tunagrahita sedang (IQ 35-49), tunagrahita berat (IQ 20-34), tunagrahita sangat berat (IQ <20). 1. 3. Penyebab Tunagrahita Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Kaplan, 1997) yaitu: 1. Genetik (kromosom dan bawaan) 1) Sindroma down (mongoloid) dengan karakteristik mata yang sipit, lipatan epikantus, dan hidung yang pesek. Terdapat persetujuan tentang beberapa faktor penyebab dalam gangguan kromosom, diantaranya yaitu bertambahnya usia ibu, kemungkinan bertambahnya usia ayah, dan radiasi sinar-X. Menurut banyak sumber, pasien dengan sindroma down adalah tenang, riang dan bekerja sama yang mempermudah penyesuaian diri mereka dirumah. Gambaran tampaknya berubah pada masa remaja yang mungkin mengalami berbagi kesulitan emosional, gangguan perilaku, dan kemungkina kecil gangguan psikotik. Orang dengan sindroma down menunjukkan pemburukan yang jelas dalam bahasa, daya ingat, keterampilan merawat diri sendiri, dan memecahkan masalah dalam usia 30 tahunan. 2) Sindroma X rapuh merupakan penyebab tunggal kedua yang tersering pada tunagrahita. Sindroma ini disebabkan dari mutasi pada kromosom X yang diketahui sebagai tempat rapuh. Fenotip yang tipikal adalah kepala yang besar dan panjang, perawakan pendek, sendi hiperekstensif, dan makro-orkhidisme pascapubertal. Derajat tunagrahita terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilaku orang dengan sindroma ini adalah tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, gangguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasif, seperti gangguan autistic. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan mengkombinasikan kata-kata membentuk frase dan kalimat. Orang dengan sindroma X rapuh tampaknya memiliki keterampilan dalam komunikasi dan sosialisasi yang relative kuat, dan fungsi intelektual mereka tampaknya menurun dalam periode pubertal. 3) Sindroma Prader-Willi, merupakan akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadik. Orang-orang dengan sindroma ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan seringkali obesitas, tunagrahita, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak-anak dengan sindroma ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang. 4) Sindroma tangisan kucing (cat cry syndrome). Anak-anak dengan sindroma ini kehilangan bagian kromosom 5. mereka mengalami seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebraoblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang karakteristik, disebabkan oleh kelainan laring, dan sindroma ini menghilang seiring dengan bertambahnya usia. 1. Faktor genetik lain: 1) Femilketonuria (PKU), merupakan gangguan metabolisme bawaan. Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami tingkat keparahan tunagrahita yang berat, tetapi beberapa dilaporkan mengalami kecerdasan yang normal. Ekserma, kejang dan muntah ditemukan pada sepertiga kasus. Gambaran anak dengan PKU adalah hiperaktif dan menunjukkan gerakan yang aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memuntir tangan, dan perilaku mereka terkadang menyerupai anak yang autistic dan schizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya terganggu parah atau tidak ditemukan. Koordinasi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual. 2) Gangguan Rett, merupakan sindroma tunagrahita dominant terkait-X yang degeneratif dan hanya mengenai wanita. Pemburukan keterampilan komunikasi perilaku motorik, dan fungsi sosial dimulai pada usia 1,5 tahun. Gejala autistik dan ataksia sering ditemukan. 3) Neurofibromatosis, merupakan sindroma neurokutaneus yang paling sering disebabkan oleh gen dominant tunggal. Gangguan ini mungkin diturunkan, atau mungkin juga karena mutasi yang baru. Ditemukan pada sepertiga dari penderita tunagrahita taraf ringan. 4) Sklerosis tuberosis merupakan sindrom neurokutaneus yang kedua yang tersering. Angka autisme yang lebih tinggi dibandingkan gangguan intelektual akan menyebabkan orang memperkirakan gangguan ini. 5) Sindroma Lesch-Nyhan, merupakan suatu gangguan yang jarang disebabkan oleh defisiensi suatu enzim yang terlibat dalam metabolisme purin. Sindroma ini disertai dengan mutilasi diri kompulsif yang parah dengan menggigit mulut dan jari-jari. 6) Adrenoleukodistrofi, ditandai oleh demielinasi difus pada materi putih serebral, yang menyebabkan gangguan visual dan intelektual, kejang, spastisitas, dan perkembangan menuju kematian. Onset klinis biasanya antara 5 dan 8 tahun, dengan kejang awal, gangguan gaya berjalan, dan gangguan intelektual ringan. 7) Penyakit urin sirup maple, gejala klinis dari penyakit urin sirup maple tampak selama minggu pertama kehidupan. Bayi memburuk dengan cepat dan mengalami rigiditas deserebrasi, kejang, iregularitas pernapasan, dan hipoglikemia. 8) Gangguan defisiensi enzim lain. 1. Pada masa sebelum kelahiran (pra-natal) 1. Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab utama malformasi congential dan tunagrahita yang disebabkan oleh infeksi maternal. Anak-anak dari ibu yang terkena menunjukkan sejumlah kelainan, termasuk penyakit jantung congential, tunagrahita, katarak, ketulian, mikrosefali, dan makroftalmia. 2. Penyakit inklusi sitomegalik, anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit ini seringkali memiliki klasifikasi serebral, mikrosefali, atau hidrosefalus. Diagnosis ditegakkan dengan temuan virus yang positif pada kultur tenggorok urin dengan ditemukannya sel mengandung inklusi dalam urin. 3. Sifilis, sifilis pada wanita hamil dahulu merupakan penyebab utama berbagai perubahan neuropatologis pada keturunannya, termasuk tunagrahita. Sekarang, insidensi komplikasi sifilitik berfluktuasi tergantung insidensi sifilis pada populasi umum. 4. Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya. Penyakit ini menyebabkan tunagrahita ringan atau berat, dan pada kasus yang berat, meyebabkan hidrosefalus, kejang, mikrosefali, dan korioretinitis. 5. Herpes simpleks, dapat ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling sering adalah selama kelahiran. Mikrosefali, tunagrahita, klasifikasi intracranial, dan kelainan ocular dapat terjadi. 6. Sindroma AIDS, banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah cukup bulan karena terjadi lahir mati dan abortus spontan. Pada mereka yang dilahirkan terinfeksi virus HIV sampai sepenuhnya mengalami ensefalopati progresif, tunagrahita, dan kejang dalam tahun pertama kehidupan. 7. Sindroma alcohol janin, dapat terdiri dari tunagrahita da gambaran fenotipik tipikal berupa dismorfisme fasial yang termasuk hipertelorisme, mikrosefall, fisura palpebra yang pendek, lipatan epikantus bagian dalam, dan hidung yang pendek dan mengarah ke atas. Seringkali, anak yang terkena, mengalami gangguan belajar dan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas. 8. Pemaparan zat prenatal, pemaparan prenatal seperti heroin, oplate, seringkali menyebabkan seorang bayi yang kecil untuk usia kehamilannya, dengan lingkaran kepala di bawah persentil ke-10 dengan gejala putus zat yang bermanifestasi dalam dua hari pertama kehidupannya. Gejala putus zat pada bayi adalah iritabilitas, hipertonia, tremor, muntah, tangisan dengan nada tinggi, dan kelainan pola tidur. 9. Penyulit kehamilan, toksemia pada kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkendala memberikan bahaya bagi janin dan kadang-kadang menyebabkan tunagrahita. 2. Pada saat kelahiran (perinatal) Tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir prematur. 1. Pada saat setelah lahir (post-natal) Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi (kekurangan gizi, misalnya kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak), cedera kepala yang disebabkan karena kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan kecacatan mental. 1. Faktor Sosiokultural Sosiokultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia. Di satu sisi faktor kebudayaan memang mempunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak berperan baik, tidak menutup kemungkinan berpengaruh terhadap psikofisik dan psikososial anak. Tunagrahita biasanya secara bermakna menonjol di antara orang yang mengalami gangguan cultural, kelompok sosioekonomi rendah, dan banyak saudaranya yang terkena tunagrahita dengan derajat yang serupa. Kehamilan pada remaja juga sering menjadi penyebab tunagrahita. Sedangkan menurut Kirk (dalam Effendi, 2006), penyebab tunagrahita yaitu karena faktor endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen (hereditary transmission of psycho-biologicalinsufficiency) dan faktor eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan psikologis dari perkembangan mental. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, pemyebab ketunagrahitaan menurut Devenport (dalam Efendi, 2006) dapat dirinci melalui jenjang berikut: 1. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma, 2. Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur, 3. Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi, 4. Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio, 5. Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran, 6. Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin, 7. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada bayi dan kanak-kanak. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab tunagrahita adalah berasal dari faktor genetik dan kelainan kromosom yang terjadi pada masa pra-natal , pada masa peri-natal seperti adanya sesak nafas dan lahir prematur, pada masa post-natal seperti infeksi atau meningitis dan defisiensi nutrisi, serta faktor sosiokultural seperti keberhasian yang terjadi pada usia remaja. 4. Karakteristik Tunagrahita Berdasarkan Efendi (2006) karakteristik anak tunagrahita yaitu: 1. Anak tunagrahita mampu didik (debil) 1) Membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. 3) Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. 1. Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) 1) Belajar mengurus diri sendiri. 2) Belajar menyesuaikan di lingkungan rumah. 3) Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja, atau di lembaga khusus. 1. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) 1) Tidak mampu mengurus diri sendiri. 2) Membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidup. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa karakteristik indivvidu tuangrahita adalah lamban belajar, kemampuan biacaranya kurang, dan memiliki penyesuaian diri dengan lingkungan serta cenderung untuk melakukan tindakan yang kurang wajar dan dilakukannya secara terus-menerus. 5. Dampak Tunagrahita Dalam Kaplan (1997), dampak dari tunagrahita adalah: 1. Gangguan neurologis, laporan menyatakan bahwa resiko untuk psikopatologi meningkat dalam berbagai kondisi neurologis, seperti gangguan kejang. Angka psikopatologi meningkat dengan keparahan tunagrahita, yang menyatakan peningkatan gangguan neurologis saat gangguan intelektual meningkat. 2. Sindroma genetik, adanya gangguan defisit atensi/hiperaktivitas yang sangat tinggi; gangguan autistic. 3. Faktor Psikososial, citra diri yang negatif dan harga diri yang buruk setelah cirri yang sering ditemukan pada individu tunagrahita ringan dan sedang yang merasa berbeda dari orang lain. Mereka mengalami kegagalan dan kekecewaan berulang karena tidak memenuhi harapan orang tuanya dan masyarakat secara progresif tertinggal di belakang temang sebayanya dan bahkan oleh sanak saudaranya yang lebih kecil. Kesulitan komunikasi semakin meningkatkan kerentanan mereka terhedap kecanggungan dan ilustrasi. Perilaku yang tidak sesuai, seperti menarik diri, adalah sering terjadi. Perasaan isolasi dan ketidakberdayaan yang terus menerus telah berhubungan dengan perasaan kecemasan, disforia, dan depresi. Sedangkan dampak tunagrahita menurut Efendi (2006), yaitu: 1. Cenderung memiliki kemampuan berfikir konkret dan sukar berfikir. 2. Mengalami kesulitan berkonsentrasi. 3. Kemampuan bersosialisasinya sangat terbatas. 4. Tidak mampu menyimpan instruksi-instruksi yang sulit. 5. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapinya. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi di bidang baca, tulis, hokum, tidak lebih dari anak normal khususnya setingkat kelas III sampai IV Sekolah Dasar. Tunagrahita 1. Pengertian Tunagrahita Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993) Mendefinisikan tungrahita yaitu adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social. Tunagrahita dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Namun demikian, penyandang tunagrahita bisa mengalami semua gangguan jiwa yang ada, dan prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat kali lipat pada populasi umum. Selain itu, penyandang tunagrahita mempunyai resiko lebih besar untuk di eksploitasi untuk diperlakukan salah secara fisik atau seksual (physic or sexual abuse). Selalu ada hendaya perilaku adaptif, tetapi dalam lingkingan social terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia, hendaya ini mungkin tidak sampai sama sekali pada penyandang tunagrahita taraf ringan. AAMD (America Association of Mental Deficiency) menjelaskan bahwa tunagrahita menunjukkan adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan social, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, dan waktu luang. Keadaan ini nampak sebelum usia 18 Tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetic, lingkungan dan psikososial (Kaplan, 1997). Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita atau retardasi mental, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangnnya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Branata dalam Effendi, 2006). Edgarr Doll (dalam Efendi, 2006) berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita jika : (1) secara social tidak cakap, (2) secara mental dibawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat. Adapun Efendi (2006) mengemukakan istilah anak berkelainan mental subnormal disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan (feebleminded), mental subnormal serta tunagrahita. Semua makna diatas menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental bawah normal. Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan pengertian tunagrahita adalah salah satu bentuk gangguan yang dapat ditemui diberbagai tempat, dengan karakteristik penederitanya yang memiliki tingkatn kecerdasan dibawah rata-rata (IQ dibawah 75), dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai aktivitas sosial lingkungan. 2. Klasifikasi Anak Tunagrahita Klasifikasi berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi, 2006): a. Ringan (Mild atau Debil atau Moron) Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1) Membaca, menulis, mengeja, dan berhitung, kepentingan kerja dikemudian hari. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan. b. Sedang (Imbecile atau Moderate) Anak tunagrahita mampu latih atau imbecile adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedimikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu: 1) Belajar mengurus diri sendiri, misalnya makan, pakaian, tidur, atau mandi sendiri. 2) Belajar menyesuaikan lingkungan rumah atau sekitarnya. 3) Mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja, atau di lembaga khusus. Kesimpulannya, anak tungrahita mampu latih berarti anak tunagrahita yang hanya dapat dilatih untuk megurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (daily living), serta melakukan fungsi social kemasyarakatan menurut kemampuannya. c. Berat atau Idiot (IQ 0-25) Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. A child who is an idiot is so low intelectually that he does not lern to talk and usually does learn to take care of his bodily need (kirk & Johnson dalam Efendi, 2006). Dengan kata lain, anak tunagrahita rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent) (Patton dalam Efendi, 2006). Klasifikasi tunagrahita menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ III) adalah : a. Tunagrahita Ringan (IQ 50-69) Penyandang tunagrahita ringan biasanya agak terlambat dalam belajar bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan, dan dapat diwawancarai. Kebanyakan dari mereka juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan kecil) dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis, dan banyak diantaranya mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis. Namun demikian, penyandang tunagrahita ringan bisa sangat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasi kecacatan mereka. Kebanyakan penyandang tunagrahita ringan yang tingkat intelegensinya lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan kemampuan praktis daripada akademik, termasuk memerlukan sedikir keterampilan saja. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai tingkat tertentu dari tunagrahita ringan tidak menunjukkan masalah. Namun demikian, bila juga terdapat immaturitas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak akibat kecacatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan pernikahan atau pengasuhan anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan harapan dan tradisi budaya. b. Tunagrahita Sedang (IQ 35-49) Penyandang tunagrahita kategori ini lambat dalam mengembangkan pemahaman dan penggunaan bahasa, prestasi akhir yang dapat mereka capai dalam bidang ini terbatas. Keterampilan merawat diri dan keterampilan motorik juga terlambat, dan sebagian dari mereka ini memerlukan pengawasan seumur hidup. Kemajuan dengan pekerjaan sekolah terbatas, tetapi sebagian dari mereka ini dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membaca, menulis dan berhitung. Program pendidikan khusus dapat memberi kesempatan mereka untuk mengembangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh keterampilan dasar. Ketika dewasa, penyandang tunagrahita sedang ini biasanya mampu melakukan pekerjaan praktis yang sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapid an diawasi. Jarang ada yang dapat hidup mandiri sepenuhnya pada masa aktif secara fisik dan mayoritas menunjukkan perkembangan sosial dalam kemampuan mengadakan kontak, berkomunikasi dengan orang lain, dan terlibat dalam aktivitas sosial yang sederhana. c. Tunagrahita Berat (IQ 20-34) Kategori ini umumnya mirip dengan tunagrahita sedang dalam hal gambaran klinis, terdapatnya suatu etiologi organic, dan kondisi yang menyertainya. Prestasi yang lebih rendah daripada tunagrahita sedang juga paling lazim pada kelompok ini. Kebanyakan penyandang tunagrahita kategori ini menderita hendaya motorik atau defisit lain yang menyertainya, dan hal ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan syaraf pusat. d. Tunagrahita Sangat Berat (IQ <20) Dalam kategori ini, secara praktis individu yang menyandang tunagrahita sangat berat sangat terbatas kemampuannya untuk mematuhi atau memahami permintaan atau instruksi. Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau sangat terbatas dalam gerakannya, inkontinensia, dan hanya mampu mengadakan komunikasi verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar mereka, dan senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan. Pengklasifikasian atau penggolongan anak tunagrahita menurut American Psychiatric Association (dalam Kaplan, 1997) sebagai berikut : a. Tunagrahita taraf ringan (mild mental retardation) tingkat IQ 50-55 sampai kira-kira 70. b. Tunagrahita taraf sedang (moderate mental retardation) tingkat IQ 35-40 sampai 50-55. c. Tunagrahita taraf berat (severe mental retardation) tingkat IQ dibawah 20 atau 25. d. Tunagrahita, keparahan tidak ditentukan (jika terdapat kecurigaan kuat adanya tunagrahita tetapi intelegensi pasien tidak dapat diuji oleh tes intelegensi baku). Beradarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita memiliki beberapa jenis berdasarkan tingkat skor IQ yang dimiliki individu tunagrahita yaitu tunagrahita ringan (IQ 50-69), tunagrahita sedang (IQ 35-49), tunagrahita berat (IQ 20-34), tunagrahita sangat berat (IQ <20). 3. Penyebab Tunagrahita Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor (Kaplan, 1997) yaitu: a. Genetik (kromosom dan bawaan) 1) Sindroma down (mongoloid) dengan karakteristik mata yang sipit, lipatan epikantus, dan hidung yang pesek. Terdapat persetujuan tentang beberapa faktor penyebab dalam gangguan kromosom, diantaranya yaitu bertambahnya usia ibu, kemungkinan bertambahnya usia ayah, dan radiasi sinar-X. Menurut banyak sumber, pasien dengan sindroma down adalah tenang, riang dan bekerja sama yang mempermudah penyesuaian diri mereka dirumah. Gambaran tampaknya berubah pada masa remaja yang mungkin mengalami berbagi kesulitan emosional, gangguan perilaku, dan kemungkina kecil gangguan psikotik. Orang dengan sindroma down menunjukkan pemburukan yang jelas dalam bahasa, daya ingat, keterampilan merawat diri sendiri, dan memecahkan masalah dalam usia 30 tahunan. 2) Sindroma X rapuh merupakan penyebab tunggal kedua yang tersering pada tunagrahita. Sindroma ini disebabkan dari mutasi pada kromosom X yang diketahui sebagai tempat rapuh. Fenotip yang tipikal adalah kepala yang besar dan panjang, perawakan pendek, sendi hiperekstensif, dan makro-orkhidisme pascapubertal. Derajat tunagrahita terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilaku orang dengan sindroma ini adalah tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, gangguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasif, seperti gangguan autistic. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan mengkombinasikan kata-kata membentuk frase dan kalimat. Orang dengan sindroma X rapuh tampaknya memiliki keterampilan dalam komunikasi dan sosialisasi yang relative kuat, dan fungsi intelektual mereka tampaknya menurun dalam periode pubertal. 3) Sindroma Prader-Willi, merupakan akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadik. Orang-orang dengan sindroma ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan seringkali obesitas, tunagrahita, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak-anak dengan sindroma ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang. 4) Sindroma tangisan kucing (cat cry syndrome). Anak-anak dengan sindroma ini kehilangan bagian kromosom 5. mereka mengalami seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebraoblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang karakteristik, disebabkan oleh kelainan laring, dan sindroma ini menghilang seiring dengan bertambahnya usia. b. Faktor genetik lain: 1) Femilketonuria (PKU), merupakan gangguan metabolisme bawaan. Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami tingkat keparahan tunagrahita yang berat, tetapi beberapa dilaporkan mengalami kecerdasan yang normal. Ekserma, kejang dan muntah ditemukan pada sepertiga kasus. Gambaran anak dengan PKU adalah hiperaktif dan menunjukkan gerakan yang aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memuntir tangan, dan perilaku mereka terkadang menyerupai anak yang autistic dan schizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya terganggu parah atau tidak ditemukan. Koordinasi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual. 2) Gangguan Rett, merupakan sindroma tunagrahita dominant terkait-X yang degeneratif dan hanya mengenai wanita. Pemburukan keterampilan komunikasi perilaku motorik, dan fungsi sosial dimulai pada usia 1,5 tahun. Gejala autistik dan ataksia sering ditemukan. 3) Neurofibromatosis, merupakan sindroma neurokutaneus yang paling sering disebabkan oleh gen dominant tunggal. Gangguan ini mungkin diturunkan, atau mungkin juga karena mutasi yang baru. Ditemukan pada sepertiga dari penderita tunagrahita taraf ringan. 4) Sklerosis tuberosis merupakan sindrom neurokutaneus yang kedua yang tersering. Angka autisme yang lebih tinggi dibandingkan gangguan intelektual akan menyebabkan orang memperkirakan gangguan ini. 5) Sindroma Lesch-Nyhan, merupakan suatu gangguan yang jarang disebabkan oleh defisiensi suatu enzim yang terlibat dalam metabolisme purin. Sindroma ini disertai dengan mutilasi diri kompulsif yang parah dengan menggigit mulut dan jari-jari. 6) Adrenoleukodistrofi, ditandai oleh demielinasi difus pada materi putih serebral, yang menyebabkan gangguan visual dan intelektual, kejang, spastisitas, dan perkembangan menuju kematian. Onset klinis biasanya antara 5 dan 8 tahun, dengan kejang awal, gangguan gaya berjalan, dan gangguan intelektual ringan. 7) Penyakit urin sirup maple, gejala klinis dari penyakit urin sirup maple tampak selama minggu pertama kehidupan. Bayi memburuk dengan cepat dan mengalami rigiditas deserebrasi, kejang, iregularitas pernapasan, dan hipoglikemia. Gangguan defisiensi enzim lain. c. Pada masa sebelum kelahiran (pra-natal) 1. Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab utama malformasi congential dan tunagrahita yang disebabkan oleh infeksi maternal. Anak-anak dari ibu yang terkena menunjukkan sejumlah kelainan, termasuk penyakit jantung congential, tunagrahita, katarak, ketulian, mikrosefali, dan makroftalmia. 2. Penyakit inklusi sitomegalik, anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit ini seringkali memiliki klasifikasi serebral, mikrosefali, atau hidrosefalus. Diagnosis ditegakkan dengan temuan virus yang positif pada kultur tenggorok urin dengan ditemukannya sel mengandung inklusi dalam urin. 3. Sifilis, sifilis pada wanita hamil dahulu merupakan penyebab utama berbagai perubahan neuropatologis pada keturunannya, termasuk tunagrahita. Sekarang, insidensi komplikasi sifilitik berfluktuasi tergantung insidensi sifilis pada populasi umum. 4. Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya. Penyakit ini menyebabkan tunagrahita ringan atau berat, dan pada kasus yang berat, meyebabkan hidrosefalus, kejang, mikrosefali, dan korioretinitis. 5. Herpes simpleks, dapat ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling sering adalah selama kelahiran. Mikrosefali, tunagrahita, klasifikasi intracranial, dan kelainan ocular dapat terjadi. 6. Sindroma AIDS, banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah cukup bulan karena terjadi lahir mati dan abortus spontan. Pada mereka yang dilahirkan terinfeksi virus HIV sampai sepenuhnya mengalami ensefalopati progresif, tunagrahita, dan kejang dalam tahun pertama kehidupan. 7. Sindroma alcohol janin, dapat terdiri dari tunagrahita da gambaran fenotipik tipikal berupa dismorfisme fasial yang termasuk hipertelorisme, mikrosefall, fisura palpebra yang pendek, lipatan epikantus bagian dalam, dan hidung yang pendek dan mengarah ke atas. Seringkali, anak yang terkena, mengalami gangguan belajar dan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas. 8. Pemaparan zat prenatal, pemaparan prenatal seperti heroin, oplate, seringkali menyebabkan seorang bayi yang kecil untuk usia kehamilannya, dengan lingkaran kepala di bawah persentil ke-10 dengan gejala putus zat yang bermanifestasi dalam dua hari pertama kehidupannya. Gejala putus zat pada bayi adalah iritabilitas, hipertonia, tremor, muntah, tangisan dengan nada tinggi, dan kelainan pola tidur. 9. Penyulit kehamilan, toksemia pada kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkendala memberikan bahaya bagi janin dan kadang-kadang menyebabkan tunagrahita. d. Pada saat kelahiran (perinatal) Tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir prematur. e. Pada saat setelah lahir (post-natal) Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi (kekurangan gizi, misalnya kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak), cedera kepala yang disebabkan karena kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan kecacatan mental. f. Faktor Sosiokultural Sosiokultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia. Di satu sisi faktor kebudayaan memang mempunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak berperan baik, tidak menutup kemungkinan berpengaruh terhadap psikofisik dan psikososial anak. Tunagrahita biasanya secara bermakna menonjol di antara orang yang mengalami gangguan cultural, kelompok sosioekonomi rendah, dan banyak saudaranya yang terkena tunagrahita dengan derajat yang serupa. Kehamilan pada remaja juga sering menjadi penyebab tunagrahita. Sedangkan menurut Kirk (dalam Effendi, 2006), penyebab tunagrahita yaitu karena faktor endogen, yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen (hereditary transmission of psycho-biologicalinsufficiency) dan faktor eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan psikologis dari perkembangan mental. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, pemyebab ketunagrahitaan menurut Devenport (dalam Efendi, 2006) dapat dirinci melalui jenjang berikut: a. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma, b. Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur, c. Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi, d. Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio, e. Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran, f. Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin, g. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada bayi dan kanak-kanak. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab tunagrahita adalah berasal dari faktor genetik dan kelainan kromosom yang terjadi pada masa pra-natal , pada masa peri-natal seperti adanya sesak nafas dan lahir prematur, pada masa post-natal seperti infeksi atau meningitis dan defisiensi nutrisi, serta faktor sosiokultural seperti keberhasian yang terjadi pada usia remaja. 4. Karakteristik Tunagrahita Berdasarkan Efendi (2006) karakteristik anak tunagrahita yaitu: a. Anak tunagrahita mampu didik (debil) 1) Membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. 3) Keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. b. Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) 1) Belajar mengurus diri sendiri. 2) Belajar menyesuaikan di lingkungan rumah. 3) Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja, atau di lembaga khusus. c. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) 1) Tidak mampu mengurus diri sendiri. 2) Membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidup. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa karakteristik indivvidu tuangrahita adalah lamban belajar, kemampuan biacaranya kurang, dan memiliki penyesuaian diri dengan lingkungan serta cenderung untuk melakukan tindakan yang kurang wajar dan dilakukannya secara terus-menerus. 5. Dampak Tunagrahita Dalam Kaplan (1997), dampak dari tunagrahita adalah: a. Gangguan neurologis, laporan menyatakan bahwa resiko untuk psikopatologi meningkat dalam berbagai kondisi neurologis, seperti gangguan kejang. Angka psikopatologi meningkat dengan keparahan tunagrahita, yang menyatakan peningkatan gangguan neurologis saat gangguan intelektual meningkat. b. Sindroma genetik, adanya gangguan defisit atensi/hiperaktivitas yang sangat tinggi; gangguan autistic. c. Faktor Psikososial, citra diri yang negatif dan harga diri yang buruk setelah cirri yang sering ditemukan pada individu tunagrahita ringan dan sedang yang merasa berbeda dari orang lain. Mereka mengalami kegagalan dan kekecewaan berulang karena tidak memenuhi harapan orang tuanya dan masyarakat secara progresif tertinggal di belakang temang sebayanya dan bahkan oleh sanak saudaranya yang lebih kecil. Kesulitan komunikasi semakin meningkatkan kerentanan mereka terhedap kecanggungan dan ilustrasi. Perilaku yang tidak sesuai, seperti menarik diri, adalah sering terjadi. Perasaan isolasi dan ketidakberdayaan yang terus menerus telah berhubungan dengan perasaan kecemasan, disforia, dan depresi. Sedangkan dampak tunagrahita menurut Efendi (2006), yaitu: a. Cenderung memiliki kemampuan berfikir konkret dan sukar berfikir. b. Mengalami kesulitan berkonsentrasi. c. Kemampuan bersosialisasinya sangat terbatas. d. Tidak mampu menyimpan instruksi-instruksi yang sulit. e. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapinya. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi di bidang baca, tulis, hokum, tidak lebih dari anak normal khususnya setingkat kelas III sampai IV Sekolah Dasar. SUMBER : American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) (4th ed.). Washington D.C: APA. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi ke-III. Jakarta:Direktorat Kesehatan Jiwa. Effendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT.Bumi Aksara. Hendriani, W., Handariyati, R. & Sakti Malia, T. Jurnal, (Insan Vol.8 No. 2, Agustus 2006). Penerimaan Keluarga Terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. http://alytpuspitasari.wordpress.com/2010/05/02/tunagrahita/

Read More......

TES RORSCHACH

Latar Belakang Teknik Rorschach
• Pertama kali teknik ini dipublikasikan resmi tahun 1921 oleh Hermann Rorschach (psikiater Swiss) dalam monografnya Psychodiagnostik.
• Dalam monografnya ini ia mengemukakan bercak tinta yang terpilih, temuan diagnostiknya, dan landasan teori dari temuannya.
• Cara membuat bercak tinta tersebut:

Tinta ditumpahkan di sehelai kertas, lalu kertas dilipat, tinta kemudian menyebar di kertas. Tidak semua figur dapat digunakan, hanya yang memenuhi kondisi tertentu yang dapat dipakai. Pertama, bentuknya harus relatif simpel, yang kompleks malah menyulitkan komputasi faktor-faktornya. Selanjutnya, bercak tersebut tidak boleh sugestif. Setiap figur yang memenuhi persyaratan, harus diujicobakan sebelum digunakan sebagai alat tes.
Standarisasi Alat Tes
• Alat tes ini distandardisasi dengan populasi pasien RS tempat Hermann menjabat sebagai kepala psikiater, ini merupakan hasil kerja 10 tahun riset dan eksplorasi.
• Terpilihlah 10 kartu dari ribuan bercak percobaan.
Perkembangan riset sebelumnya
• Telah banyak peneliti sebelumnya yang tertarik melakukan investigasi tentang bercak tinta. Tes Rorscach merupakan titik puncak dari 20 tahun eksperimen dengan bercak tinta di Eropa dan Amerika.
• Justinus Kerner bekerja di labor Tübingen Jerman. Dia secara tidak sengaja menyadari banyak hal yang bisa dilihat pada bercak tinta. Ia tidak menyadari adanya kemungkinan hubungan persepsi bercak ini dengan diagnosa kepribadian.
• 1895 Alfred Binet mengemukakan adanya kemungkinan bercak tinta dapat digunakan untuk menginvestigasi imajinasi visual dalam studi trait kepribadian.
• Setahun kemudian Dearborn mempublikasikan artikel tentang bagaimana membuat tinta hitam putih dan berwarna dan menggunakan tinta dalam psikologi eksperimental.
• Tahun 1910 Whipple yang pertama kali menstandardisasi tes bercak tinta.
• Dekade berikutnya FC Bartlett menggunakan bercak tinta sebagai alat tes persepsi dan imajinasi, dan disimpulkannya bahwa tinta dapat mengungkap minat dan mungkin pekerjaan responden.
• 1917 Cicely Parsons berhasil menemukan bahwa perbedaan respon terhadap bercak tinta dimungkinkan oleh adanya perbedaan individual.
Perkembangan instrumen
• Publikasi Ro pertama kali tahun 1921, dan tahun 1922 Ro meninggal (lahir 1884).
• Tahun 1924 publikasi pertama metode Ro muncul di Inggris yang merupakan terjemah dari paper yang ditulis oleh Ro dan co-workernya Oberholzer.
• David Levy yang ditraining oleh Oberholzer mengenalkan metode Ro di AS.
• Samuel Beck, terpengaruh oleh Levy dan juga diajari Oberholzer adalah orang AS I yang mempublikasikan material Ro.
• Hertz selanjutnya mengeksplorasi aspek metodologis dari Ro.
Dalam Administrasi Tes Rorschach terdapat sepuluh kartu yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
• Kartu achromatik. Kelompok kartu ini hanya mempunyai warna hitam, putih dan
abu-abu, yaitu kartu I, IV, V, VI, dan VII
• Kartu chromatic. Kelompok kartu kromatik mempunyai aneka warna lain, misalnya
merah, biru hijau dan sebagainya, yaitu kartu II, III, VIII, IX, dan X.
Penyajian tes Rorschach dibagi dalam empat tahapan, yaitu:
1.Performance Proper (PP).
2. Inquiry.
3. Analogy.
4. Testing the Limits.
SKORING
Tujuan dari skoring dalam tes Rorschach tidak lain adalah:
• Untuk engelompokkan bahan dari hasil tes Rorschach ke dalam aspek-aspek tertentu, agar dapat diinterpretasi.
• Untuk merubah jawaban yang masih bersifat kualitatif menjadi bahan kuantitatif.
• Sebagai sarana komunikasi antara ahli satu dengan lainnya.
Pada prinsipnya skoring yang dimaksudkan disini adalah merupakan suatu proses pengelompokkan jawaban subjek ke dalam 5 kategori skoring yaitu:
• Location: yaitu pada bagian mana subjek melihat konsepnya itu dalam bercak.
• Determinant: yaitu bagaimana konsep itu dilihat subjek, atau aspek apa yang digunakan subjek untuk memberikan jawabannya itu.
• Content : yaitu apa isi jawaban subjek tersebut.
• Popular-Original (P-O) : yaitu apakah jawaban subjek itu merupakan konsep yang sering dilihat orang lain ataukah tidak
• Form Level Rating (FLR) : yaitu bagaimana ketepatan konsep tersebut dengan bercaknya serta bagaimana kualitasnya.
SKORING LOCATION
• Jawaban Whole:
Jawaban ini terdiri dari skor W (Whole) ,W (Whole-cut), DW (Confabulatory whole).
• Skor W (whole)
Skor ini diberikan bila subjek menggunakan seluruh bercak sebagai dasar untuk memberikan jawabannya.
• Skor W-cut (whole cut)
Skor ini diberikan bila subjek menggunakan paling tidak dua pertiga dari bercak. Subjek tidak bermaksud menggunakan seluruh bercak. Ada sedikit bagian yang dihilangkan karena tidak sesuai dengan konsepnya.
• Skor DW atau dW (Confabulatory whole)
Skor DW diberikan apabila subjek mengguanakn suatu detail kemudian digeneralisasikan pada seluruh bercak.
• Jawaban Large Usual Detail (Skor D)
Skor D diberikan apabila subjek menggunakan bagian yang besar dari bercak yang sudah biasa digunakan oleh orang lain. Bagian mudah dibedakan dengan bagian yang lain karena color, shading atau space. Untuk mengetahui mana bagian yang diskor D atau diskor yang lain, dilaksanakan dengan melihat pada tabel lokasi yang sudah ada pada lampiran.
• Jawaban Small Usual Detail (Skor d)
Skor ‘d’ diberikan pada penggunaan bercak yang relatif kecil, tetapi mudah dilihat dengan adanya color, shading atau space. Untuk menentukan skor ini juga perlu melihat tabel lokasi.
• Jawaban Un-usual Detail (Skor Dd)
Jawaban un-usual detail adalah jawaban yang tidak merupakan jawaban whole(W), tidak ada dalam daftar jawaban large atau small usual detail (D atau d), serta bukan jawaban space (S). Jawaban ‘un-usual detail’ diberi simbol dengan ‘Dd’, tetapi simbol ini tidak digunakan dalam skoring melainkan menunjukkan semua un-usual detail yang terdiri dari :
• Tiny Detail (dd)
Skor ‘dd’ diberikan pada jawaban yang menggunakan lokasi yang kecil sekali, tetapi masih bisa dibedakan dengan adanya color, shading atau space. Skor ini juga telah ditujukkan pada daftar tabel lokasi.
• Edge Detail (de)
Skor ‘de’ digunakan untuk jawaban yang menggunakan lokasi bagian sisi luar dari bercak.
• Inner Detail (di)
Skor ‘di’ diberikan untuk lokasi didalam bercak yang sulit untuk dipisahkan dari bagian lain oleh color, shading atau space.
• Rare detail (dr)
Skor ‘dr’ diberikan pada jawaban yang lokasinya tidak biasa digunakan oleh orang lain. Lokasi ini tidak dapat digolongkan dalam dd, de, atau di dan juga tidak dapat digolongkan dalam d, D, atau W. Lokasi untuk skor dr tidak selalu bagian bercak yang kecil. Kadang-kadang bercaknya juga besar.
• Jawaban White Space (S)
Jawaban diberi skor ‘S’ apabila subjek membalik penggunaan ‘figure’ dan ‘ground’, sehingga bagian putih justru dijadikan sebagai landasan untuk memberikan jawaban. Kadang-kadang bagian putih itu dijadikan sebagai jawaban utamanya, tetapi kadang hanya sebagai tambahan saja. Dalam hal ini skor S diberikan sebagai tambahan (additional score).
• Skor Lokasi Jamak (Multiple Location Score)
Dalam skoring lokasi ini ada kemungkinan subjek menggunakan lebih dari satu lokasi dalam memberikan jawaban, atau mungkin dia menggunakan beberapa lokasi kemudian digabungkan dalam satu jawaban. Dalam hal ini dilaksanakan skor lokasi jamak (multiple location score).
SKORING DETERMINAT
• Jawaban Definite : yaitu konsep jawaban yang mempunyai bentuk yang pasti.
• Jawaban Semi-definite : yaitu suatu konsep jawaban yang mempunyai bentuk kurang
pasti.
• Jawaban In-definite : yaitu konsep jawaban yang sama sekali tidak mempunyai bentuk
yang pasti atau bentuknya
Ada empat unsur yang termasuk dalam kategori skoring determinant ini, yaitu:
• 1. Form (bentuk)
• 2. Movement (Gerakan)
• 3. Shading (Perbedaan gelap terang)
• 4. Color (Warna)
berdasarkan keempat unsur itu, maka dalam skoring determinant ini digunakan simbol-simbol sebagai berikut:
• F untuk jawaban-jawaban yang menggunakan bentuk (form) saja.
• M, FM, fm, mf, dan m unruk jawaban-jawaban yang mengandung unsur gerakan (movement).
• Fc, cf, c untuk jawaban yang menggunakan shading sebagai kualitas permukaan (texture).
• FK, KF, K untuk jawaban yang menggunakan shading untuk kesan-kesan kedalaman (diffuse).
• Fk, kf, k untuk jawaban yang menggunakan shading sebagai bentuk tiga dimensi yang sudah diproyeksikan dalam bentuk dua dimensi.
• FC, CF, C untuk jawaban yang menggunakan warna-warna (color) selain hitam, abu-abu dan putih.
• FC’, C’F, C’ untuk jawaban yang menggunakan warna hitam, abu-abu dan putih.
SKORING CONTENT
Skoring content yaitu menentukan apa isi jawaban subjek. Skoring content ini memang tidak begitu sukar, karena sudah jelas dan kategorinya tidak terlalu rumit.
SKORING P-O (POPULAR-ORIGINAL)
Skoring Popular
Suatu jawaban disebut popular bila jawaban tersebut sering muncul atau diberikan oleh banyak subjek pada suatu lokasi bercak tertentu.
Jawaban Original
Jawaban original yang diskor O adalah pada satu bagian bercak tertentu yang hanya muncul sekali diantara seratus jawaban.
SKORING FLR (FORM LEVEL RATING)
Dasar penyekoran FLR, yaitu:
• Ketepatan (akurasi)
• Kekhususan (spesifikasi)
• Pengorganisasian (organisasi)
Basal Rating dalam FLR
• Basal rating +1,0
• Basal rating +1,5
• Basal rating +0,5
• Basal rating 0,0
• Basal rating -1,0
• Basal rating -1,5
• Basal rating -2,0

Sumber :
Subandi, M. A. & Wulan, R. Tes Rorschach: administrasi dan scoring. Fakultas psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

http://alytpuspitasari.wordpress.com/2010/06/07/tes-rorschach/

Read More......

Friday, April 1, 2011

PENDEKATAN KONSELING GESTALT

KONSEP DASAR
• Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan.

• Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut.
• Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya

• Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.

 Hakikat manusia menurut Gestalt :
• Hanya dapat dipahami dalam keseluruhan konteksnya

• Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu

• Aktor bukan reaktor
• Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya

• Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab

• Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
• Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia :

tidak ada yang “ada”
kecuali “sekarang”.

Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.
• Kecemasan :

“kesenjangan antara
saat sekarang dan
yang akan datang”

• Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpu-kau pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.

• Unfinished business
(urusan yang tak selesai)

perasaan-perasaan yang tidak
tersalurkan/terungkapkan
seperti : dendam, kemarahan,
kebencian, sakit hati,
kecemasan, kedudukan, rasa
berdosa, rasa diabaikan
• Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan di ba-wa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubung-an yang efektif dengan dirinya sendi-ri dan orang lain

• Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia berani mengha-dapi dan menangani/mengatasinya


ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH
• Individu bermasalah karena terjadi pertentangan antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”

o Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam

o Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.
• Perkembangan yang terganggu karena terjadi ketidakseimbangan antara apa-apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self)

• Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis

• Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
• Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang

• Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi


• Spektrum tingkah laku bermasalah :
 Kepribadian kaku (rigid)
 Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung
 Menolak berhubungan dengan lingkungan
 Memeliharan unfinished bussiness
 Menolak kebutuhan diri sendiri
 Melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih” .


TEKNIK KONSELING
• Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal
 Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.

• Orientasi Sekarang dan Di Sini

 Konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang

 Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang

 Konselor tidak bertanya dengan pertanyaan “mengapa”.

• Orientasi Eksperiensial
 konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga klien mampu mengintegrasikan kembali dirinya:
 klien mempergunakan kata ganti personal
 klien mengubah kalimat pertanyaan
menjadi pernyataan
 klien mengambil peran dan tanggung jawab
 klien menyadari bahwa ada hal-hal positif
dan/atau negative pada diri atau tingkah
lakunya


• Teknik-teknik Konseling Gestal

 Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :

 kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak
 Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”

 Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh

 Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung

 Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah
 Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko

 Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

• Latihan Saya Bertanggung Jawab

 Teknik untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyek-sikan perasaannya itu kepada orang lain.

 Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “...dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.

• Bermain Proyeksi

 Proyeksi :
 Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya

 Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain
 Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya

 Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

• Teknik Pembalikan

 Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya

 Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

• Tetap dengan Perasaan

 Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan dan ia sangat ingin menghindarinya

 Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
 Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan

 Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.


KETERBATASAN PENDEKATAN
1. Pendekatan gestalt cenderung kurang memperhatikan faktor kognitif

2. Pendekatan gestalt menekankan tanggung jawab atas diri sendiri,
tetapi mengabaikan tanggung jawab pada orang lain
3. Menjadi tidak produktf bila penggunaan
teknik-teknik gestalt dikembangkan
secara mekanis

4. Dapat terjadi klien sering bereaksi
negatif terhadap sejumlah teknik
gestalt karena merasa dirinya
dianggap anak kecil atau orang bodoh.

Read More......

PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORISTIK

KONSEP DASAR
 Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya
dikontrol/dipengaruhi oleh faktor-
faktor dari luar

 Manusia memulai kehidupannya dengan mem-berikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian
 Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya

 Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
• Pembiasaan klasik,
• Pembiasaan operan
• Peniruan.

 Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

 Manusia cenderung akan mengambil sti-mulus yang menyenangkan dan menghin-darkan stimulus yang tidak menyenang-kan.
 Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang diteri-manya.

 Memahami kepribadian manusia : mempelajari dan memahami bagai-mana terbentuknya suatu tingkah laku


KARAKTEISTIK KONSELING BEHAVIORAL :

 Berfokus pada tingkah laku yang tampak

 Cermat dan operasional dalam merumuskan tujuan konseling

 Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik

 Penilaian obyektif terhadap tujuan konseling


ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH
 Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan

 Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah
 Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya

 Tingkah laku maladaptif terjadi karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat

 Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar


TUJUAN KONSELING
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk di-gantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
 Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik
o Diinginkan oleh klien
o Konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut
o Klien dapat mencapai tujuan tersebut
o Dirumuskan secara spesifik

 Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.


DESKRIPSI PROSES KONSELING
 Proses konseling dibingkai oleh kerangka kerja untuk mengajar klien dalam mengubah tingkah lakunya

 Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut
 Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu

 Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.

2. Goal setting
 Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling

 Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Konselor dan klien mendifinisikan
masalah yang dihadapi klien
b. Klien mengkhususkan perubahan positif
yang dikehendaki sbg hasil konseling

c. Konselor dan klien mendiskusikan
tujuan yang telah ditetapkan klien :

1) apakah merupakan tujuan yang
benar-benar diinginkan klien
2) apakah tujuan itu realistik
3) kemungkinan manfaatnya
4) kemungkinan kerugiannya.

d. Konselor dan klien membuat
keputusan apakah :
1) melanjutkan konseling dengan
mentapkan teknik yang akan
dilaksanakan
2) mempertimbangkan kembali
tujuan yang akan dicapai
3) melakukan referal

3. Technique implementation
menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling

4. Evaluation termination
melakukan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling

5. Feedback
memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.


TEKNIK KONSELING
 Teknik konseling behavioral diarahkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang memben-tuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk


 Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral

o Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan


Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
 Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan

 Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan

 Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung)

 Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak


TEKNIK-TEKNIK KONSELING
 Latihan Asertif
o Digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar

o Terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya

o Cara : permainan peran dengan bimbingan konselor, diskusi kelompok

 Desensitisasi Sistematis
o Memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks

o Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan
o Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap

o Tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

 Pengkondisian Aversi
o Digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk dengan meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut

o Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya

o Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

 Pembentukan Tingkah laku Model
o Digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk

o Konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh

o Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor : dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.


KETERBATASAN PENDEKATAN
1. Bersifat dingin, kurang menyentuh aspek
pribadi, bersifat manipulatif, dan
mengabaikan hubungan antar pribadi

2. Lebih terkonsentrasi kepada teknik

3. Pemilihan tujuan sering ditentukan oleh konselor
4. Konstruksi belajar yang dikembangkan
dan digunakan oleh konselor behavioral
tidak cukup komprehensif untuk menje-
laskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis
yang harus diuji

5. Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk tingkah laku yang lain.

Read More......

PENDEKATAN KONSELING PSIKOANALISIS

KONSEP DASAR
 Pandangan tentang manusia

• Manusia cenderung pesimistik, deterministik, mekanistik
dan reduksionistik

• Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatn irasional,
motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan biologis dan naluriah oleh peristiwa-
peristiwa psikoseksual yang terjadi pada masa lalu dari
kehidupannya

• Tingkah laku manusai : (1) ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan biologis dan insting-instingnya, (2) dikendalikan
oleh pengalaman-pengalaman masa lampau dan ditentutkan
oleh faktor-faltor interpersonal dan intrapsikis.


• Pandangan tentang Kepribadian
Tingkatan Kesadaran
1. Kesadaran :
- tingkatan yang memiliki fungsi mengingat,
menyadari, dan merasakan sesuatu secara
sadar

- Kesadaran ini memiliki ruang yang terbatas
dan tampak pada saat individu menyadari
berbagai stumulus yang ada disekitarnya.
2. Ambang sadar
- Tingkatan kesadaran yang menyimpoan ide, ingatan, dan
perasaan yang berfungsi mengantarkan ke tingkat kesadaran.
- Bukan merupakan bagian dari tingkat kesadaran, tetapi
merupakan tingkatan lain yang biasanya membutuhkan waktu
beberapa saat untuk menyedari sesuatu

3. Ketidaksadaran
- Tingkatan dunia kesadaran yang terbesar dan sebagai
bagian terpenting dari struktur psikis, karena segenap
pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya
yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan di dalam
ketidaksadaran.
- Tingkah laku manusia sebagian besar didorong oleh perasaan
dan pikiran yang tersimpan di tingkat ketidaksadaran ini.


• Struktur Kepribadian

Kepribadian manusia terdiri atas tiga sub sistem, yaitu id, ego dan super ego

Id adalah sistem dasar kepribadian yang merupakan sumber dari dari pada segala dorongan instinktif, khususnya seks dan agresi

Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan dengan dunia realita

Super Ego merupakan sub sistem yang berfungsi sebagai kontrol internal, yang terdiri dari kata hati (apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan) dan Ego-ideal (apa yang seharusnya saya menjadi).


• Dinamika Kepribadian

- Psikoanalisis memandang bahwa organisme
manusia sebagai sistem energi yang kompleks.

- Energi beresal dari makanan (energi fisik) yang
dapat berubah menjadi energi psikis

- Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana
energi psikis itu didistribusikan dan digunakan
oleh id, ego, dan super ego


• Perkembangan Kepribadian

- Kepribadian individu mulai terbentuk pada tahuan-tahun
pertama di masa kanak-kanak.

- Pada umur 5 tahun struktur dasar kepribadian individu
telah terbentuk, pada tahun-tahun berikutnya hanya
menghaluskan struktur dasar tersebut

- Perkembangan kepribadian berkenaan dengan bagaimana
individu belajar dengan cara-cara baru dalam mereduksi
ketegangan atau kecemasan dialami dalam kehidupannya.

- Ketegangan atau kecemasan tersebut bersumber pada empat unsur, yaitu (1) proses pertumbuhan fisiologis, (2) frustasi, (3) konflik, dan (4) ancaman.


• Cara ego menghadari ancaman yang menimbulkan ketegangan atau kecemasan : mekanisme pertahanan ego.

• Bentuk-bentuk mekanisme perthanan ego antara lain :
- Identifikasi
- Represi
- Proyeksi
- Fiksasi
- Regresi


• Perkembangan kepribadian individu dari sejak lahir hingga dewasa terjadi dalam fase-fase :
1. Fase Oral
2. Fase Anal
3. Fase Phallis
4. Fase Latent
5. Fase Genital


ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH
• Tingkah laku bermasalah disebabkan oleh kekacauan dalam berfungsinya individu yang bersumber pada :

- dinamika yang tidak efektif antara id, ego,
dan super ego

- proses belajar yang tidak benar pada masa
kanak-kanak.


TUJUAN KONSELING
• Membantu klien untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan mejadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh klien.

• Secara spesifik :
a. Membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan
(ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan
kearah perkembangan kesadaran intelektual
b. Menghidupkan kembali masa lalu klien dengan
menembus konflik yang direpres
c. Memberikan kesempatan kepada klien untuk
menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.


DESKRIPSI PROSES KONSELING
• Proses konseling difokuskan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.

• Pengalaman masa lampai ditata, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstriksi kepribadian.

• Menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidakdasaran.

• Pemahaman intelektual penting, tetapi yang lebih penting mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
• Dalam konseling psikoanalisis terdapat dua bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu aliansi dan transferensi.

• Aliansi :
sikap klien kepada konselor yang relatif rasional, realistik, dan tidak neurosis (merupakan prakondisi untuk terwujudnya keberhasilan konseling).

• Tranferensi :
- pengalihan segenap pengalaman klien di masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya yang ditujukan kpd konselor
- merupakan bagian dari hubungan yang sangat penting untuk dianalisis
- membantu klien untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.
• Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis.

• Konselor membangun hubungan kerja sama dengan klien dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.

• Konselor memberikan perhatian kepada resistensi klien

• Fungsinya adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran.


TEKNIK KONSELING
• Teknik-teknik konseling psikoanalisis diarahkan untuk mengembangkan suasana bebas tekanan.

• Dalam suasana bebas itu klien menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk membangun tingkah laku baru.

• Ada lima teknik dasar dalam konseling psikoanalisis, yaitu :
(1) asosiasi bebas, (2) interpretasi, (3) analisis mimpi, (4) analisis resistensi, dan (5) analisis transferensi.

1. Asosiasi Bebas
Teknik pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau : klien memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri.

2. Interpretasi
- Prosedur dasar yang digunakan dalam
analisis mimpi, resistensi, dan transferensi
- Penjelasan makna tingkah laku yang
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi
bebas, resistensi, dan transferensi.

Rambu-rambu Interpretasi :

• Interpretasi disajikan pada saat gejala yg diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yg disadari klien.

• Interpretasi dimulai dari permukaan menuju hal-hal yg dalam (dialami oleh situasi emosional klien).

• Menetapkan resistensi atau pertahan-an sebelum menginterpretasikan emo-si atau konflik.

3. Analisis Mimpi
Teknik untuk membuka hal-hal yang tidak disadari
dan membantu klien un-tuk memperoleh pemahaman
terhadap masalah-masalah yg belum terpecahan.

4. Analisis Transferensi
Teknik mendorong klien untuk menghi-dupkan
kembali masa lampaunya dalam konseling

Tujuan :
a. Klien memperoleh pemahaman atas pengalaman
pengalaman tak sadar dan pengaruh masa lampau
terhadap kehidupan sekarang;
b. Memungkinkan klien menembus konflik masa
lampau yang diperta-hankan hingga sekarang &
menghambat perkembangan emosinya.

• Analisis Resistensi
Resistensi :
- Perilaku utk mempertahankan kecemasan
- Menghambat pengungkapan pengalaman tak
disadari
- Menghambat jalannya/proses konseling

Analisis Resistensi
teknik membantu klien agar menyadari alasan dibalik resistensinya : bisa menghilangkannya


KETERBATASAN PENDEKATAN
1. Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu
merendahkan martabat kemanusiaan.

2. Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak
dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh
masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah
tanggung jawab individu berkurang.

3. Cenderung meminimalkan rasionalitas.

4. Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem
dan konsep psikoanalisis, seperti konsep tentang energi
psikis yang menentukan tingkah laku manusia.

Read More......

JENIS-JENIS PENDEKATAN KONSELING

 Psikoanalisis (PA)
 Eksistensial Humanistik (EH)
 Behaviorisitik (Bh)
 Gestalt (Gt)
 Client Centered (CC)
 Analisis Transaksional (AT)
 Rasional Emotif (RE)
 Realitas (Rt)
 Trait and Factor (TF)

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com