Tuesday, April 26, 2011

Tradisi Aneh dan Mengerikan di Dunia

1. Foot Binding
Foot Binding atau pengikatan kaki adalah tradisi menghentikan pertumbuhan kaki perempuan zaman dahulu yang terjadi di China. Tradisi ini telah menghadirkan penderitaan besar bagi para perempuan China pada masa itu. Pengikatan kaki biasanya dimulai sejak anak berumur antara empat sampai tujuh tahun. Masyarakat miskin biasanya terlambat memulai pengikatan kaki karena mereka membutuhkan bantuan anak perempuan mereka dalam mengurus sawah dan perkebunan. Pengikatan kaki dimulai pada masa akhir dinasti Tang (618-907) dan mulai menyebar pada golongan kelas atas sampai pada zaman dinasti Song (960-1297), pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1644-1911), budaya mengikat kaki menyebar luas dalam mayoritas masyarakat China sampai akhirnya dilarang pada Revolusi Sun Yat Sen tahun 1911. Kelompok yang menghindari adat ini hanyalah bangsa Manchu dan kelompok migran Hakka yang merupakan kelompok paling miskin dalam kasta sosial China. Kebiasaan mengikat kaki ini berlangsung selama sekitar seribu tahun dan telah menyebabkan sekitar satu milyar wanita China mengalami pengikatan kaki.

Pengikatan kaki dilakukan dengan cara membalut kaki dengan ketat menggunakan kain sepanjang sepuluh kaki dengan lebar dua inchi, melipat empat jari kaki ke bagian bawah kaki dan menarik ibu jari kaki medekati tumit. Hal ini membuat kaki menjadi lebih pendek. Pembalut kaki semakin diketatkan dari hari ke hari dan kaki dipaksa memakai sepatu yang semakin kecil. Kaki harus dicuci dan dipotong kukunya karena kalau tidak akan membuat kuku-kuku kaki di kaki yang diikat menusuk ke dalam dan menimbulkan infeksi. Jika balutan terlalu ketat maka dapat timbul buku-buku di kaki yang harus dipotong dengan pisau. Kemudian kaki juga harus dipijat dan dikompres dingin dan panas untuk sedikit mengurangi rasa sakit. Pengikatan kaki membuat siklus darah tidak lancar sehingga dapat membuat daging kaki menjadi busuk dan kaki dapat mengeluarkan nanah. Semakin kecil kaki seorang gadis maka akan semakin cantik ia dipandang. Panjang kaki seorang gadis hanya berkisar 10-15 sentimeter saja.

2. Self Mummification
Sokushinbutsu adalah rahib Buddha atau imam yang didakwa menyebabkan kematian dengan cara menjadikan mereka jadi mumi. Praktek ini dilaporkan terjadi hampir secara eksklusif di utara Jepang sekitar Prefektur Yamagata.terdapat Antara 16 samapai 24 mummi yang telah ditemukan.

Tiga tahun para imam hanya makan diet khusus yang terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian, Mereka kemudian hanya makan kulit dan akar dalam waktu tiga tahun dan mulai minum teh racun yang dibuat dari getah pohon yang Urushi,yang biasanya digunakan untuk laka mangkuk. Ini menyebabkan muntah dan cepat hilangnya cairan tubuh, dan yang terpenting, mematikan anggota tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh yang bisa menimbulkan kematian.

Akhirnya,pada mummifying biarawan akan mengunci dirinya dalam kubur batu yang ukurannya hampir tidak lebih besar dari tubuhnya, di mana dia tidak akan bergerak dari posisinya, penghubung ke dunia luar adalah tabung udara. Setiap hari ia mengingatkan pada agar orang-orang di luar bahwa ia masih hidup.

3. Eunuchs
Eunuchs disebut juga kasim,seorang laki-laki yang kehilangan kesuburannya karena kemaluannya telah dibuang dengan sengaja atau karena sebab-sebab lain.Catatan-catatan paling awal tentang pengebirian dengan sengaja untuk menghasilkan orang kasim berasal dari kota Lagash di Sumeria pada abad ke-21 SM. Sejak itu, selama beribu-ribu tahun orang kasim bekerja di berbagai kebudayaan seperti pelayan istana atau pelayan rumah tangga, penyanyi laki-laki dengan suara tinggi, petugas-petugas keagamaan khusus, pejabat pemerintah, komandan militer, dan pengawal kaum perempuan ataupun pelayan di Orang kasim pertama disebutkan di Kekaisaran Asyur (l.k. 850 hingga 622 SM). Mereka pun biasa tampil di istana kaisar-kaisar Akhemenid dari Persia atau firaun dari Mesir (hingga dinasti Lagid yang dikenal sebagai Ptolemeus, yang berakhir dengan Cleopatra).Di Tiongkok kuno, pengebirian adalah salah satu bentuk hukuman tradisional (hingga Dinasti Sui) dan sarana untuk mendapatkan pekerjaan di kalangan istana Kaisar. Pada akhir Dinasti Ming ada 70.000 orang kasim di Istana kaisar. Jabatan seperti itu demikian berharga orang-orang kasim tertentu berhasil mendapatkan kekuasaan yang demikian besar sehingga melampaui kekuasaan perdana menteri sehingga pengebirian diri sendiri harus dilarang. Jumlah orang kasim yang menjadi pegawai Istana Kaisar akhirnya menurun hingga 470 orang pada 1912, ketika mereka tidak lagi dipekerjakan. Orang-orang kasim diberikan jabatan-jabatan pegawai negeri yang demikian tinggi dengan alasan bahwa karena mereka tidak dapat mempunyai anak, mereka tidak akan tergoda untuk merebut kekuasaan dan memulai sebuah dinasti. Pada saat yang sama, sebuah sistem serupa juga ada di Vietnam.

4. Sati
Tradisi sati atau bakar diri hidupp-hidup,dianggap sebagai lambang kesalehan,sekaligus menunjukkan kepemilikan laki-laki atas perempuan,biasanya dilakukan oleh perempuan yang berkasta tinggi dan dipercaya hanya perempuan pilihan yang dapat melakukannya.tradisi sati dipandang sebagai alternatif yang lebih baik ketika seorang istri ditinggal mati oleh suami,daripada mereka mengalami penyiksaan dari saudara-saudara ipar,yang akan menyalahkan perempuan sebagai penyebab mati suami.

sati menjadi tradisi tidak hanya berlaku bagi istri,tetapi juga bagi istri simpanan,saudara ipar dan bahkan ibu,untuk mengorbankan dirinya diapi pembakaran jenasah laki-laki yang memiliki mereka.pelaku sati diagungkan sebagai pahlawan,sesuai dengan ajaran hindu.

5. Dueling
tradisi duel dipraktikkan pada abad 15-20 oleh masyarakat Barat, yang merupakan tanding antara dua orang, kematian dicocokkan dengan senjata, sesuai dengan aturan eksplisit atau implisit yang telah disepakati, sebagai lambang kehormatan, biasanya diiringi oleh perwakilan yang dipercaya.

dueling biasanya terjadi karena keinginan satu pihak (yang penantang)karena dianggap telah melakukan penghinaan terhadap kehormatannya. Tujuan dari dueling tidak laain adalah untuk kepuasan semata, untuk memulihkan status kehormatan mereka bersedia mempertaruhkan nyawa.dueling biasanya dilakukan bisa dengan pedang ataupun pistol.

6. Seppuku
seppuku disebut juga Harakiri,Salah satu tradisi yang menjadi kebanggan masyarakat Jepang, yang berasal dari kata hara yang berarti perut dan kiru yang berarti memotong. Harakiri juga dikenal dengan istilah seppuku. Kebiasaan harakiri ini dilakukan oleh prajurit berkelas dari kalangan samurai sebagai bukti kesetiaan. Bunuh diri yang dilakukan para Samurai ini sangat menyiksa, karena si pelaku harus menunggu kematian karena kehabisan darah setelah merobek dan mengeluarkan isi perutnya.

Ada ritual khusus yang harus dilakukan oleh Samurai jika ingin melakukan harakiri. Ia harus mandi, menggunakan jubah putih, dan makan makanan favorit. Pelaku harakiri ditemani seorang pelayan (kaishakunin), yang ia pilih sendiri. Kaishakunin ini bertugas membuka kimononya dan mengambilkan pisau yang akan digunakan. Jika pelaku harakiri menjerit atau menangis kesakitan saat ia menusuk dan mengeluarkan isi perutnya, hal tersebut dianggap sangat memalukan bagi seorang Samurai. Karena itu Kaishaku bertugas mengurangi penderitaan itu, mempercepat kematian dengan memenggal kepala si pelaku.

7. Human Sacrifice
Human Sacrifice adalah pengorbanan manusia,tindakan membunuh manusia untuk tujuan menawarkan persembahan kepada dewa atau lainnya. Dilakukan oleh banyak kebudayaan kuno. persembahan ini bervariasi,beberapa seperti Mayans dan Aztecs yang terkenal jahat mereka untuk upacara persembahan, sedangkan yang lainnya sudah tampak sebagai praktek primitif. Korban persembahan dibunuh dengan cara yang berbeda-beda,ada yang dibakar,dipenggal,atau dikubur hidup-hidup.dapar berupa anak kecil,atau gadis-gadis perawan.

ini adalah sejarah umum yang pernah ada didunia, Kebanyakan agama mengutuk praktek-ini dan undang-undang menganggapnya sebagai tindak pidana. Namun sampai hari ini, masih ada yang melakukan tradisi tersebut terutama didaerah-daerah terpencil dimana kepercayaan tradisional masih berlanjut.

8. Concubinage
Concubinage disebut juga pergundikan. Seperti sekelompok selir berdiri di belakang pelindung mereka(biasanya kasim).

9. Geisha
Geisha berasal dari kata "Gei" yang berarti seni atau pertunjukan dalam bahasa Jepang dan "Sha" berarti orang, jadi Geisha (person of the arts) merupakan seorang seniman tradisional penghibur di Jepang. Di Kyoto sendiri, kata “Geiko” digunakan untuk gambaran para seniman seperti itu. Kehadiran geisha di abad 18 dan 19 merupakan hal yang umum dan hingga kini merekapun masih tetap ada walaupun jumlah mereka sdh semakin berkurang.

Geisha dilatih secara tradisional sejak masa kecil mereka. Rumah geisha sering membeli gadis-gadis kecil dari keluarga yang miskin dan mengambil tanggung jawab untuk membesarkan dan melatih mereka. Selama masa kanak-kanak, geisha yang dilatih pertama-tama bekerja sebagai pembantu, kemudian sebagai asisten senior rumah geisha, selain sebagai latihan ini juga dipakai untuk membantu kontribusi biaya pemeliharaan dan pendidikan mereka. Sistim tradisi latihan yang panjang ini masih tetap ada di Jepang, dimana seorang mahasiswa yang tinggal di rumah guru seninya, mulai melakukan pekerjaan rumah yang umum dan mengamati serta membantu gurunya hingga akhirnya berpindah untuk menjadi tuan bagi dirinya sendiri. Latihan ini memakan waktu beberapa tahun.

10. Tibetan Sky Burial
Tibet ialah sebuah kawasan penara di Asia Tengah dan petempatan asli bagi orang Tibet. Dengan ketinggian purata sebanyak 4,900 meter (16,000 kaki), Tibet merupakan rantau yang tertinggi di Bumi dan sering bergelar “Bumbung Dunia.”

Bagi masyarakat tibet yang beragama buddha ini, tanah tempat tinggal mereka terletak di atas gunung di mana tiada tanah lembut. Hampir kesemuanya diliputi batu atau salji/air batu.Oleh kerana tiada tanah perkuburan disebabkan keadaan geografi , mereka memberi mayat untuk dimakan oleh burung.

Disamping itu , dengan cara begitu dipercayai roh si mati akan kekal di gunung bersama burung berkenaan.Tindakan lelaki di dalam gambar di bawah memotong serta menghancurkan mayat adalah untuk memudahkan burung tersebut mempercepatkan proses ini.Mereka juga tidak mahu burung tersebut membawa anggota badan yang masih separa sempurna(seperti kepala, tangan dll) ke tempat lain.


11. Selain yang di atas, ada satu lagi keanehan di dunia yaitu: suami tidak boleh melihat wajah isterinya (yang pakai cadar) selamanya. Jika hal itu terjadi maka isteri langsung mengajukan cerai.

Tradisi tersebut terjadi di suatu daerah (maaf saya lupa). Pernah ada suatu kejadian, pada saat sang isteri tidur, sang suami penasaran ingin melihat wajah isterinya yang selama ini telah menemaninya. Kemudian sang suami menyingkap cadar isterinya dan melihat wajah isterinya, tiba-tiba sang isteri terbangun dan melihat perbuatan suaminya, dan pada saat itu juga sang isteri mita cerai.

Read More......

TERAPI/KONSELING REALITAS

Teori konseling yang rasional cenderung bersifat ekletif, artinya cenderung untuk menerima berbagai macam tekhnik. Pilihan tekhnik tersebut biasanya berdasarkan akal sehat atau pengalaman konselor atau psikoterapi. Teori konseling yang rasional menaruh banyak tekanan pada “diagniosis”. Williamson menggambarkan bahwa seorang konselor adalah sebagai seorang guru yang menerapkan proses pemecahan masalah di dalam suasana pengajaran individual yang bersifat rasional. Menurut Williomson terdapat 3 (tiga) unsur utama pada tiap teori konseling yaitu :

1. Tujuan akhir yang ingin dicapai di dalam konseling
2. Cara-cara yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut
3. Asumsi-asumsi implisit yang perlu sehubungan dengan hakekat manusia serta perkembangannya sebagaimana dipengaruhi oleh proses konseling dan teknik-tekniknya.

A. Teori Kepribadian
Glasser berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar pada dua macam yaitu: (1) kebutuhan dicintai dan mencintai dan (2) kebutuhan akan penghargaan (George dan Cristiani, 1990). Kedua kebutuha psikologis tersebut dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang s,angat utama yang disebut kebutuhan identitas.
Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan kebutuhannya, ytaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan pengthargaan akan mengambangkan diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan, sebaliknya jika anak gagal menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang gagal dan membentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity).
Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya dapat mencari jalan lain, misalnya dengan menarik diri atau bertindak delinkuensi. Menurut Glasser individu yang membangun identitas keggalan tersebut pada dasarnya orang yang tidak bertanggung jawab karena mereka menolak realitas sosial, moral, dunia sekitarnya. Namun demikian identitas kegagalan pada anak ini dapat diubah menjadi identitas keberhasilan asalkan anak dapat menemukan kebutuihan dasarnya.
Orang yang menemukan gangguan mental menurut kalangan profesional sebenarnya adalah orang yang menolak realitas menurut pandangan Glasser. Penolakan individu terhadap realitas dunia sekitarnya (norma, hukum, sosial dan sebagainya) dapat sebagian saja tetapi dapat pula keseluruhan. Ada dua cra penolakan terhadap realitas itu, (1) mereka mengubah dunia nyata dalam dunia pikirnya agar mereka merasa cocok atau (2) secara sederhana mengabaikan realitas dengan menentang atau menolak hukum yang ada.
Untuk mengenbangkan identitas .keberhasilan, individu harus mempunyai kebutuhan dasar yang dijumpai; (1) mengetahiu bahwa setidaknya seseorang mencintainya dan dia dicintai setidaknya seseorang (2) memandang dirinya sebagai orang yang berguna selain sebagai cara simultan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai orang yang berguna. Kedua kebutuhan itu (cinta dan berguna) ada pada individu bukan salah satunya.
Orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan identitas individu. Tentunya pihak lain juga sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan identitas ini, diantaranya kelompok sebaya, sekolah, aspek-aspek budaya dan lingkungan sosial lainnya dan setiap saat berinteraksi dan membentuk struktur kognitif anak (Calvin, 1980)
Sikap cinta dan penghargaan merupakan satu hal yang integral, satu sama lain terkait. Anak yang memperoleh cinta tetapi tidak mendapatkan penghargaan akan menimbulkan ketergantungan yang lain untuk memperoleh pengesahan.
Pemenuhan kebutuhan atas penghargaan dan cinta itu tidak hanya terjadi pada hubungan orangt tua dan anak saja dapat pula dipenuhi dalam hubunngan yang lain, seperti hubungan guru dan siswa, hubungan dengan teman-temannya Dsb. Semua itu berakibat kumulatif kepada anak, yaitu membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan atau kegagalan.
Konseling realitas sebagian besar memandang individu pada perilakunya, tetapi berbeda dengan behavioral yang melihat perilaku dalam kontex hubungan stimulus respon dan beda pula dengan pandangan konseling berpusat pada person yang melihat perilaku dalam konteks fenomenologis. Perilaku dalam pandangan konseling realitas adalah perilaku dengan stadar yang objektif yang dikatakan denga ”reality”.

B. Perilaku Bermasalah
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring lain”.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas yidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memilkiki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya.


C. Ciri-Ciri Terapi Realitas
Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
1. Terapi Realitas Menolak Konsep Tetang Penyakit Mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah- laku sekarang.
3. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan dating.
4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yan g membantu kegagalan yang dialaminya.
5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang trasferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Glasser (1965) menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan dimasa lampau yang tidak berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka sekarang.
6. Terapi realitas menekankan asapek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Terapi realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawabana klien dan memaafkan klien atas tindakannya menghindari kenyataan.
7. Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik.
8. Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser (1965, hlm. 13) mendefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”.
Glasser (1965) menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas.

D. Hakikat Manusia
Berdasarkan konsep perilaku manusia, prinsip kerja konseling berdasrkan koseling realitas ini berdasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut;
 Perilaku manusia didorong oleh usaha untuk menemukan kebutuhan dasarnya baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan dasar ini berlaku sama untuk semua orang. Kebutuhan dasar seseorang adalah (a). Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, (b). Kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
 Jika individu frustasi karena gagal memperoleh kepuasan atau tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya dia akan mengembangkan identitas kegagalan.
 Individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengubah identitasnya dari identitas kegagalan ke identitas keberhasilan.
 Faktor tanggung jawab adalah sangat penting pada manusia.
 Faktor penilaian individu tentang dirinya sangat penting untuk menentukan apakah dirinya termasuk memiliki identitas keberhasilan atau identitas kegagalan.

E. Tujuan Konseling
Secara umum tujuan konseling reality therapy sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan success identity. Untuk itu dia harus bertanggung jawab, yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.
Reality therapy adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kebutuhannya; kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik terpisah dan berbeda dengan orang lain. Kebutuhan akan identitas diri merupakan pendorong dinamika perilaku yang berada di tengah-tengah berbagai budaya universal.
Kualitas pribadi sebagai tujuan konseling realitas adalah individu yang memahami dunia riilnya dan harus memenuhi kebutuhannya dalam kerangka kerja. Meskipun memandang dunia realitas antara individu yang satu dengan individu yang lain dapat berbeda tapi realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu, konselor bertugas membantu klien bagaimana menemukan kebutuhannya dengan 3R yaitu right, responsibility dan reality, sebagai jalannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, karakteristik konselor realitas adalah sebagai berikut:
1. konselor harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang dapat memenuhi kebutuhannya.
2. Konselor harus kuat, yakin, tidak pernah ”bijaksana”, dia harus mampu menahan tekanan dari permintaan klien untuk simpati atau membenarkan perilakunya, tidak pernah menerima alasan-alasan dari perilaku irrasional klien.
3. konselor harus hangat, sensitif terhadap kemampuan untuk memahami perilaku orang lain
4. konselor harus dapat bertukar fikiran dengan klien tentang perjuangannya dapat melihat bahwa seluruh individu dapat melakukan secara bertangung jawab termasuk pada saat-saat yang sulit.
Konseling realitas pada dasarnya adalah proses rasional, hubungan konseling harus tetap hangat, memahami lingkungan. Konselor perlu meyakinkan klien bahwa kebahagiaannya bukan terletak pada proses konseling tetapi pada perilakunya dan keputusannya, dan klien adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
F. Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapi
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedu-prosedurnya difokuskan pada kekutan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2. Menggunakan humor;
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4. Membantu klien dengan merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
5. Bertindak sebagai model dan guru
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; &
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh pendekatan-pendektan terapi lain. Para psikiater yang mempraktekkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai “Detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerjasama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuanya.
Tehnik-tehnik diagnostik tidak menjadi bagian terapi realitas sebab diagnostic dianggap membuang waktu dan lebih buruk lagi, dengan menyematkan label pada klien yang cenderung mengekalkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan gagal. Tehnik-tehnik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara nondirektif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.
G. Prosedur Konseling
Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu terdapat proseduru yang harus diperhatikan oleh konselor realitas. Prosedur tersebut terdapat delapan diantaranya:
a. Berfokus pada personal
Prosedur utama adalah mengkomunikasikan perhatian konselor kepada klien. Perhatian itu ditandain oleh hubungan hangat dan pemahamnnya ini merupakan kunci keberhasilan konseling.
b. Berfokus pada perilaku
Konseling realitas berfokus pada perilaku tidak pada peraaan dan sikap. Konselor dapat meminta klien untuk ”melakukan sesuatu menjadi lebih baik” dan bukan meminta klien ”merasa yang lebih baik”.
c. Berfokus pada saat ini
Konseling realitas memandang tidak perlu melihat masa lalu klien. Konselor tidak perlu melakukan explorasi terhadap pengalaman-pengalaman yang irrasional di masa lalunya.
d. Pertimbangan nilai
Konseling realitas menganggap pentingnya melakukan pertimbangan nilai, penilaian perilakunya oleh diri klien akan membantu kesadarannya tentang dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif atau mencapai identitas keberhasilan.
e. Pentingnya pernyataan
Kesadaran klien tentang perilakunya yang tidak bertannggung jawab harus dilanjutkan dengan perencanaan untuk mengubahnya menjadi perilaku yang bretanggung jawab. Untuk mencapai hal ini konselor bertugas membantu klien untuk memperoleh pengalaman berhasil pada tingkat-tingkat yang sulit secara progresif.
f. Komitmen
Perencanaan saja tidak cukup. Konselor terus meyakinkan klien bahwa kepuasaan atau kebahagiaanya sangat ditentukan oleh komitmen pelaksanaan rencana-rencananya.


g. Tidak menerima dalih
Adakalanya renacana yang telah disusun dan telah ada komitmen klien untuk melaksanakan, tetapi tidak dapat dilaksanakan atau mengalami kegagalan. Pada saat itu konselor perlu membantu rencana dan mebuta komitmen baru Untuk melaksanakan upaya lebih lanjut.
h. Menghilangkan hukuman
Hukuman harus ditiadakan. Konseling realitas tidak memperlakuakn hukuman sebagai tekhnik perubahan perilaku.

H. Proses konseling
Salah satu fungsi utama dalam konseling adalah menolong klien mengubah keterampilan dalam menilai potensi-potensinya, aspirasi-aspirasinya, dan self-concept-nya yang sering keliru dengan pertolongan konselor. Williamson (1958) mengatakan bahwa wawancara konseling merupakan suatu latihan intelektual dalam pemecahan masalah-masalahnya sendiri menurut pemikiran yang sehat. Klien perlu belajar menggali dan memahami hal-hal yang bersangkutan dengan norma-norma kesusilaannya serta pegangan-pegangan nilai lainnya agar dapat mempertanggung jawabkan semua tindakannya.
Bila ada unsur-unsur afektif, perlu juga ditanggulangi tetapi ini bukan tujuan akhir konselor. Konseling dapat diperluas dengan mennggunakan pendekatan pemecahan masalah yang rasional mengenai masalah-masalah yang khusus yang sedang dihadapi oleh klien. Williamson dan Darley, telah menyusun 6 langkah untuk proses clinical counseiling, yaitu diantaranya: 1) analisis, 2) sintesis, 3) diagnosis, 4) prognisis, 5) treatment, dan 6) follow up.
William Glasser adalah psikiater yang mengembangkan konseling realitas (Reality Therapy) pada 1950-an. Pengembangan konseling realitas ini karena Glasser merasa tidak puas dengan praktek psikiatri yang ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi pada Freudian, karena hasilnya terasa tidak memuaskan (Colvin, 1980).
Setelah beberapa waktu melakukan praktik pribadi dibidang klinis, Glasser mendapatkan kep[ercayaan dari California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura school for girl. Mulai saat itulah Glesser melakukan experimen tentang prinsip dan tekhnik reality therapy.

I. Peranan Konselor
Konsseling realitas didasarkan pada antisipasi bahwa klien menganggap sebagai orang yang bertanggung jawab kepada kebaikannya sendiri. Konselor dapat memberikan dorongan, dengan memuji klien ketika melakukan tindakan secara bertanggung jawab dan menunjukan penolakannya jika klien tidak melakukannya.
Pendekatan reality therapy adalah aktif, membimbing, mendidik dan terapi yang berorientasi pada cognitive behavioral. Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan ”mendorong” atau ”menantang”. Jadi pertanyaan ”What” dan ”How” yang digunakan, sedangkan ”Why” tidak digunakan. Hal ini sangat penting untuk membuat rencana teru sehingga klien dapat memperbaiki perilakunya.
Terdat beberapa cara terapi realitas yang digunakan dalam menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan. Pertama, keputusan pribadi tiap pemimpin pemerintahan Indonesia untuk menerapkan standar-standar kebaikan (patokan nilai-nilai) yang tinggi demi perawatan dan penumbuhkembangan keberhargaan diri (self-worth) yang bermakna. Standar kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna niscaya menjadi komponen hakiki kepribadian setiap pemimpin pemerintahan Indonesia.
Kedua, keterlibatan mendalam (deep involvement) tiap pemimpin pemerintahan dengan kehidupan nyata seluruh rakyat Indonesia. Keterlibatan ini niscaya demi pemahaman realitas kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Tanpa pemahaman utuh realitas kehidupan seluruh rakyat Indonesia, pemimpin pemerintahan tidak pernah bisa mengejawantahkan perbuatan dan perilaku kepemimpinan yang realistik dan bertanggung jawab. Seandainya para pemimpin masa kini hidup di tengah keterlibatan mendalam dengan kehidupan rakyat Indonesia, dapat dibayangkan para pemimpin pemerintahan tidak akan menelorkan kebijakan menaikkan harga BBM saat kehidupan rakyat masih sulit dan anggota DPR tidak akan meminta tambahan honor.
Ketiga, disiplin, yang makna sejatinya adalah keberanian, kerelaan, dan kesudian manusia menerima realitas yang bersifat tidak menyenangkan, asalkan realitas yang tidak menyenangkan itu terjadi karena dirinya mempertahankan standar kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna. Berbekal disiplin dalam makna itu, para pemimpin pemerintahan tidak akan menghalalkan segala cara dalam upaya mewujudkan aneka keinginan atau sejumlah kebutuhan.

Read More......

Monday, April 18, 2011

retardasi mental

A. DEFINISI
Retardasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak masa anak-anak dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada dibawah rata-rata (Luckasson,1992, dalam Durand 2007)
Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-lain.

Dari beberapa definisi diatas, yang menurut kami memiliki definisi yang hampir sama, kami cenderung menyepakati definisi yang diungkapkan oleh American Assosiation on Mental Retardation (AAMR) yang mengungkapkan bahwa Retardasi mental yaitu : Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain. Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental yang ditunjukkan dengan bagan (Dr.wiguna & ika, 2005) :

1. RM ringan (IQ 55-70) : mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. RM Sedang (IQ 40-55) : sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.
3. RM Berat (IQ 25-40) : sudah tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.
4. RM Sangat Berat (IQ < 25) : sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri. A. SEBAB-SEBAB 1. Faktor Prenatal Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat menimbulkan gangguan pada anak yang mereka lahirkan yang disebut dengan fetal alcohol syndrome. Faktor-faktor prenatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk. (Durand, 2007). Penyakit ibu yang juga menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature juga menimbulkan resiko retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak yang terkena racun, seperti cat yang mengandung timah, juga dapat terkena retardasi mental. (Nevid, 2003) 2. Faktor Psikososial Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental. (Nevid, 2002) Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi (Nevid, 2002). Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial. (Durand, 2007) 3. Faktor Biologis a. Pengaruh genetik Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen majemuk (lebih dari satu gen) (Abuelo, 1991, dalam Durand, 2007) Salah satu gangguan gen dominan yang disebut tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60% penderita gangguan ini memiliki retardasi mental (Vinken dan Bruyn, 1972, dalam Durand 2007). Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine yang terdapat pada banyak makanan. Asam Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional. b. Pengaruh kromosomal Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu (Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome. 1. Down syndrome Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan trisomi 21. (Durand, 2007). Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50. (Wade, 2000, dalam Nevid 2003). Menyatakan abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47. Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan. (Nevid, 2003) 2. Fragile X syndrome. Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling sering muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi laki-laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen normal untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini biasanya memperlihatkan retardasi mental sedang sampai berat dan memiliki angka hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000 laki-laki lahir dengan sindrom ini ( Dynkens, dkk, 1998, dalam Durand, 2007). B. PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN 1. Aliran Psikoanalis : sebab retardasi mental adalah salah satunya dikarenakan oleh prenatal yaitu ibu yang mengkonsumsi akohol, hal ini disebabkan karena ibu terlalu mementingkan id nya dan tidak dapat menyeimbangan superegonya sehingga janin yang ada di dalam dinding rahim tumbuh dan berkembang secara tidak sehat. Hal ini dikarenakan karena ibu yang mementingkan id dengan cara menerapkan lifestyle yaitu mengkonsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi nutrisi (malnutrisi) 2. Aliran Behavorisme : karena pola asuh yang salah yaitu memodeling dengan cara yang keliru. Orang tua yang memiliki anak retaradasi mental terkadang tidak mengakui bahwa anaknya termasuk ke dalam anak yang mengalami keterbelakangan mental, sehingga tindakan orang tua yang pertama kali dalam menanggapi keadaan ini adalah denial (penolakan akan realitas) yang terjadi pada anak mereka. Orang tua tidak menyekolahkan anak tersebut ke dalam sekolah berkebutuhan khusus tetapi tetap memasukkan anaknya ke sekolah formal, sedangkan di sekolah formal sangat minim sekali dalam pemenuhan kebutuhan untuk anak retardasi mental. Hal ini yang menyebabkan anak retardasi menjadi semakin terpuruk dalam mengembangkan proses intelektualnya. Sebagian orang tua meniru perilaku orang tua lain bahwa setiap anak dapat dimasukkan dan di didik ke dalam sekolah formal. Karena proses memodeling yang salah ini lah dapat merugikan masa depan anak retardasi mental. 3. Aliran Kognitif (Bandura, Rotter) : berfokus pada peran dari proses kognitif atau kognisi dan dari belajar melalui pengamatan (modeling) dalam perilaku manusia, contoh : konsep atau cara pandang orang tua yang salah akan kehadiran anak retardasi mental yang terkadang tidak diakui atau tidak adanya rasa penerimaan diri sehingga dari sini timbul proses belajar dan kerangka berpikir yang salah, tentang keberadaan anak retardasi mental yang berdampak pada sisi psikologis sehingga si anak akan merasa tertekan, harga diri rendah di dalam lingkungan keluarganya 4. Aliran Humanistik (Maslow) : menekankan bahwa seseorang itu memiliki keunikan, disini ditekankan bahwa anak-anak retardasi mental memiliki keunikan tersendiri. Mereka memiliki tubuh yang unik, yaitu dari bentuk wajah (muka oval, mata berbentuk kacang almond, muka mirip antara satu anak dengan anak lain). Bentuk tubuh mereka juga unik yaitu jari-jari tangan dan kaki cenderung memadat dan tubuh memendek. Bentuk tubuh inilah yang mencerminkan keunikan tersendiri pada anak retardasi mental. 5. Aliran Psikologi Transpersonal : menekankan pada konsep transendental yaitu hubungan antara seorang individu dengan Tuhan-NYA, disini di jelaskan bahwa seseorang individu harus menghargai setiap ciptaan Allah SWT, sesama manusia harus saling menjaga, memanusiakan manusia pada umumnya walaupun terdapat perbedaan baik dari segi fisik, kesehatan mental dan proses kognitif. C. GEJALA Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gejala anak retardasi mental terbagi dalam tiga kelompok yaitu : Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual yang secara signifikan berada di tingkatan sub average (dibawah rata-rata), yang ditetapkan berdasarkan satu tes IQ atau lebih. Dengan cutoff score yang oleh DSM-IV-TR ditetapkan sebesar 70 atau kurang. Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang muncul beragam setidaknya dua bidang yakni, komunikasi, merawat diri sendiri, mengurus rumah, keterampilan social, interpersonal, pemanfaatan sumber daya di masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan, dan keselamatan. Kriteria Ketiga, anak dengan retardasi mental ciri intelektual dan kemampuan adaptif itu harus muncul sebelum mencapai 18 tahun. Gejala anak retardasi mental menurut (Brown, dkk 1991 dalam Sekar, 2007) menyatakan : 1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus. 2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. 3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat. 4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat mempunyai ketebatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala. 5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main. 7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya : memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain. D. ONSET Biasanya keterbelakangan mental muncul sejak lahir atau bahkan masih di dalam kandungan dan ketika masih kanak-kanak. Itu sebabnya retardasi mental digolongkan di dalam gangguan perkembangan. Jadi, orang dewasa yang mengalami kondisi ini setelah 18 tahun mungkin karena mengalami cedera pada otaknya atau dementia (Simeun, 2008) Karena kondisi keterbelakangan mental mempengaruhi kemampuan kognitif, akibatnya segala macam bentuk perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan kognitif akan mengalami hambatan, misalnya saja, kemampuan motorik dan kemampuan bahasa, terutama dalam berbicara. Keterbatasan dalam kemampuan kognitif tidak hanya mereka dalam area yang erat kaitannya dengan proses berpikir seperti bahasa, belajar, ingatan, serta kemampuan motorik, namun juga kaitannya erat dengan kemampuan emosi dan sosial, seperti mengontrol diri, menahan rasa marah, memecahkan masalah-masalah sosial, dan keterbatasan interpersonal lainnya. (Simeun, 2008) E. PREVALENSI Retardasi mental yang diakibatkan oleh abnormalitas genetis, menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500 pria dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan. Perempuan biasanya memiliki dua kromosom X sementara laki-laki hanya satu. Pada perempuan, memiliki dua kromosom X tampaknya memberikan perlindungan dari gangguan ini, bila kerusakan terjadi pada salah satunya. Hal ini dapat menjelaskan mengapa gangguan ini umumnya akan berdampak akan lebih parah pada laki-laki dari pada perempuan (Angier, 1991 dalam Jacoby 2009). Kira-kira 90 % penyandang retardasi mental termasuk kategori retardasi mental ringan (IQ 50-70), dan mempresentasikan 1% sampai 3% dari populasi secara umum (Larson, dkk, dalam Durand, 2007) Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di Indonesia 1-3 % penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit diketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Sekar, 2007). F. TERAPI Terapi yang digunakan adalah mengunakan beberapa cara, yaitu diantaranya sebagai berikut : 1. Terapi baca (dengan pendekatan montesoori) Guru atau orang tua tidak secara langsung mengubah anak tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang pada anak menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk memberikan edukasi secara dini kepada pasien. 2. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untu memilih kebutuhan yang sesuai dengan minatnya) Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan. 3. Terapi perilaku Konselor memberikan pengetahuan tentang cara pandang si anak tersebut, misalnya tidak mau bermain games, cara pandang terhadap sesuatu dan lain-lain. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku yang cenderung agresif dan menciptakan self injury. 4. Terapi bicara Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik, karena pada dasarnya, anak retardasi mental akan terlihat dalam mengucapkan sebuah kata-kata 5. Terapi sosialisasi Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain atau individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi, melakukan interaksi secara verbal sehingga disini akan menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap survive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. 6. Terapi bermain Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesutu hal berupa hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses berpikir pasien tentang pola sebuah bentuk sehingga disini pasien diajak untuk dapat merangkai sebuah konstruksi bangunan, kemudian dapat meningkatkan imanjinasi dengan cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu hal yang berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreatifitas, yaitu dengan cara meningkatkan dan mengolah kreatifitas pasien dengan paduan warna, pola, bentuk yang berbeda-beda sehingga pasien mempunyai pengetahuan, pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam jenis permainan atau hasil karya yang dia temui. 7. Terapi menulis Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk menulis di selembar kertas berupa serangkaian kata-kata. Tujuan daripada terapi ini adalah untuk melemaskan otot atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam menanggapi respon atau stimulus yang berada di sampingnya. 8. Terapi okupasi Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf anak tersebut seperti pada bagian pergelangan tangan, kaki dan daerah tubuh lainnya. Terapi ini dilakukan pada saat pasien berusia muda, karena pada masa muda sendi-sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan dapat menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang diberikan. 9. Terapi musik Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat mendengarkan dan memaknai sebuah alunan musik. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien akan stimulus suara yang di dengarkannya. G. PREVENSI Salah satu usaha intervensi dini dapat membidik dan membantu anak-anak yang karena lingkunganya yang tidak dapat adekuat, beresiko mengembangkan retardasi cultural familial (Fewell dkk, dalam Gunarsa 2002). Program head start nasional adalah salah satu bentuk upaya intervensi dini. Program ini mengkombinasikan dukungan pendidikan, medis, dan sosial untuk anak-anak dan keluarganya. Salah satu proyeknya mengidentifikasi sekelompok anak tidak lama setelah mereka lahir dan memberikan program pra sekolah intensive serta dukungan nutrisi mereka. Intervensi ini berlanjut sampai mereka mulai memasuki pendidikan formal di taman kanak-kanak. Meskipun tampaknya banyak anak yang mengalami kemajuan signifikan bila intervensi dimulai sejak dini (Ramey dan ramey, 1988, dalam Gunarsa 2002), masih ada banyak pertanyaan penting terkait dengan upaya intervensi dini. Sebagai contoh, tidak semua anak mendapatkan manfaat yang signifikan dari upaya itu. Pelayanan yang dibutuhkan oleh anak-anak dengan retardasi mental untuk memenuhi tuntunan perkembangan sebagian tergantung pada derajat keparahan dengan tipe retardasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa 2002 ). Dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retardasi mental dapat mencapai kemampuan setara dengan anak kelas 6 SD. Mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan vokasional yang memungkinkan mereka untuk membiayai dirinya sendiri melalui pekerjaan yang bermakna. Banyak anak-anak seperti ini dapat bersekolah di sekolah regular. Sebaliknya anak-anak dengan retardasi mental berat atau parah membutuhkan penanganan institusi atau ditempatkan pada pusat pelayanan residensial. Penempatan di institusi sering kali didasarkan pada kebutuhan untuk mengontrol perilaku destruktif atau agresif, bukan karena parahnya gangguan intelektual. Saat ini sudah banyak beberapa pendekatan yang digunakan untuk mendeteksi gangguan perkembangan ini sejak awal, sejak dalam kandungan. Tujuannya agar dapat diketahui apakah si calon bayi memiliki abnormalitas genetik seperti retardasi mental, yang dapat menyebabkan kondisi yang menghambat perkembangan bayi. Adapun pendekatan yang sering dilakukan adalah : b. Scanning dengan menggunakan ultrasound. Biasanya cara ini dapat mendeteksi kondisi-kondisi yang berhubungan dengan cacat fisik melalui gelombang suara. c. Amniocentesis yaitu mengambil sampel cairan amnion melalui dinding perut ibu yang sedang hamil. Biasanya dilakukan pada usia kandungan 16 hingga 18 minggu. Hal ini dapat mendeteksi kemungkinan adanya abnormalitas kromosom dan penyakit-penyakit genetik. d. Chorionic Villus Sampling yaitu mengambil sampel jaringan chorion melalui vagina ibu yang sedang hamil. e. Genetic Screening merupakan pendekatan yang paling mutakhir saat ini dikarenakan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi (Gunarsa, 2002). Pelayanan yang dibutuhkan oleh anak-anak dengan retardasi mental untuk memenuhi tuntutan perkembangan, sebagian bergantung pada derajat keparahan dan tipe retardasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa 2002). Dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retardasi mental ringan dapat mencapai kemampuan setara dengan anak-anak kelas 6 SD. Prevensi yang diberikan kepada anak dengan retardasi mental akan lebih efekif apabila dilakukan sejak awal bahkan pada usia pra sekolah. Ini tidak hanya melibatkan orang tua, melibatkan juga pribadi-pribadi lain dalam keluarga. Prevensi ini meliputi: 1. Mendorong anak agar bereksplorasi. Anak memperoleh banyak hal melalui eksplorasi terhadap lingkungannya. 2. Mengajarkan kemampuan dasar. Kemampuan dasar dalam bidang kognitif pada umumnya diberikan, antara lain: bagaimana memberi nama pada suatu hal, membuat urutan, dan perbandingan. 3. Merayakan setiap kemajuan perkembangan yang sudah dicapai misalnya dengan memberikan reinforcement yang berupa reward yang disenangi anak. 4. Bimbing anak dalam mengulang kembali apa yang sudah dipelajari dan kemudian arahkan anak untuk mempelajari ketrampilan baru. 5. Lindungi anak dari kondisi-kondisi yang membahayakan, tidak menyenangkan, atau punishment (hukuman) 6. Ciptakan lingkungan yang respondif dan kaya akan bahasa sehingga memungkinkan anak untuk berkomunikasi. (Gunarsa, 2002 ) I. KUALITAS HIDUP Anak yang mengalami keterbelakangan mental ringan biasanya terlihat tidak berbeda dalam perkembangannya dibandingkan dengan anak normal. Biasanya hal ini baru disadari ketika anak mulai masuk sekolah dasar dan menemui kesulitan dalam belajar dibandingkan dengan teman-temannya. Orang tua mereka baru mendeteksi adanya gangguan perkembangan pada saat sudah masuk sekolah dasar. Sementara itu, keterbelakangan mental berat dapat dideteksi lebih dini karena mereka yang berada pada golongan ini biasanya sudah menunjukkan hambatan yang lebih besar dalam menguasai kemampuan dasar. Anak-anak yang mengalami down syndrome biasanya diketahui sejak lahir karena memiliki ciri fisik tertentu yang khas (Gunarsa, 2006). Meskipun anak dengan keterbelakangan mental mengalami hambatan dalam segala macam bentuk perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan kognitifnya, namun secara umum mereka berkembang seperti anak normal (Gunarsa,2006). Anak normal biasanya dapat menguasai kemampuan bahasa pada usia dua atau tiga tahun, sementara anak dengan retardasi mental lebih lambat, misalnya usia lima atau enam tahun. Begitu juga bia dilihat dari perkembangan motorik seperti berjalan atau menyendokan makanan ke mulut, anak yang mengalami retardasi mental lebih lambat dibanding anak normal. Kualitas hidup anak penyandang retardasi mental sesuai dengan golongan dan IQ mereka seperti dibawah ini (Simeun, 2008) : J. AYAT AL-QURAN YANG TERKAIT “Laqod khalaqnal insana fi ahsani taqwim” Artinya : “Sunguh,sunguh kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(QS. at-tin 4) “ Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak akan dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha penyayang” (Qs. An Nahl 18). Qs. Al- Infithaar 7-8 Artinya : “Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, Artinya : “Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu” Jadi sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, begitu juga dengan anak-anak penyandang retardasi mental, sesungguhnya di balik kekurangannya, Allah pasti memberikan ‘kesempurnaan’, dan itulah nikmat yang diberikan Allah kepada manusia, sesungguhnya Allah maha adil.

Read More......

LOGOTERAPI

A. Logoterapi
1. Sejarah
Logoterapi dikemukakan oleh Viktor Emile Frankl. Frankl lahir pada tanggal 26 Maret 1905 di Wina dari pasangan Gabriel Frankl dan Elsa Frankl. Frankl yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dibesarkan dalam keluarga yang religius dan berpendidikan. Ibunya seorang Yahudi yang taat, dan Ayahnya merupakan pejabat Departemen Sosial yang banyak menaruh perhatian pada kesejahteraan sosial. Frankl menaruh minat yang besar terhadap persoalan spiritual, khususnya berkenaan dengan makna hidup (Koeswara, 1992).

2. Pengertian
Logoterapi adalah bentuk penyembuhan melalui penemuan makna dan pengembangan makna hidup, dikenal dengan therapy through meaning. Bastaman (2007) menambahkan selain therapy through meaning, logoterapi juga bisa disebut health through meaning. Logoterapi juga dapat diamalkan pada orang-orang normal.
Dalam psikologi, logoterapi dikelompokkan dalam aliran eksistensial atau Psikologi Humanistik. Logoterapi dapat dikatakan sebagai corak psikologi yang memandang manusia, selain mempunyai dimensi ragawi dan kejiwaan, juga mempunyai dimensi spiritual, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat akan hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia. Frankl memandang spiritual tidak selalu identik dengan agama, tetapi dimensi ini merupakan inti kemanusiaan dan merupakan sumber makna hidup yang paling tinggi (Bastaman, 2007).
Logoterapi mempunyai landasan filosofis yaitu: kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup (Koeswara, 1992). Dalam kebebasan berkeinginan, Frankl memandang bahwa manusia mempunyai kebebasan berkeinginan dalam batas tertentu. Manusia tidaklah bebas dari kondisi-kondisi fisik, lingkungan, dan psikologis, namun manusia mempunyai kebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi-kondisi seperti itu. Keinginan akan makna merupakan motivasi utama manusia. Frankl memandang bahwa kesenangan, bukanlah tujuan utama manusia. Ia memandang bahwa kesenangan hanyalah efek dari pemenuhan dorongan dalam mencapai tujuan yaitu makna hidup. Makna hidup dapat ditemukan dalam keadaan apapun, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan.
Inti dari ajaran logoterapi adalah:
a. Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b. Kehendak akan hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap manusia.
c. Dalam batasan-batasan tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
d. Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiential values), dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).
3. Konsep Dasar Logoterapi
a. Makna Hidup (Meaning of Life)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup terkait dengan alasan dan tujuan dari kehidupan itu sendiri.
Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992), makna hidup bersifat objektif dan berada di luar diri manusia. Makna hidup bukanlah sesuatu yang merupakan hasil dari pemikiran idealistik dan hasrat-hasrat atau naluri dari manusia. Makna hidup bersifat objektif dan berada di luar manusia karena ia menantang manusia untuk meraihnya. Jika status objektif tidak dimiliki oleh makna, maka makna tidak akan bersifat menuntut dan tidak akan menjadi tantangan. Kekuasaan misalnya, bukanlah merupakan bagian dari manusia itu sendiri, namun sesuatu yang berada di luar diri manusia yang harus dicapai apabila sesorang menginginkannya. Begitu juga dengan makna, apabila seseorang menginginkannya maka dia harus berusaha menggapainya melalui usaha sendiri dan bukan merupakan pemberian dari orang lain.
Makna hidup juga bersifat subjektif. Artinya makna hidup bersifat pribadi dan berbeda pada setiap individu. Sesuatu yang bermakna bagi sesorang bisa jadi tidak mempunyai makna apa-apa bagi orang lain. Subjektivitas ini berasal dari fakta bahwa makna yang akan dan perlu dicapai oleh individu adalah makna yang spesifik dari hidup pribadinya dalam situasi tertentu. Setiap individu adalah unik, juga kehidupannya. Kehidupan seseorang tidak bisa dipertukarkan dengan kehidupan seseorang yang lainnya, juga perspektifnya. Dari masing-masing perspektifnyalah setiap individu melihat dunia nilai-nilai.
Bastaman (2007) menyatakan bahwa makna hidup bersifat memberi pedoman dan arah. Makna hidup memberikan sebuah arahan terhadap kegiatan dan aktifitas keseharian dalam kehidupan sesorang. Makna hidup merupakan sesuatu yang identik dengan tujuan, hal itu akan menjadi sebuah titik tuju dalam kehidupan seseorang yang akan mengarahkan hidupnya dalam rangka menuju titik tujuan tersebut. Begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, individu akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta kegiatan-kegiatan individu pun menjadi lebih terarah kepada pemenuhan itu.
Makna hidup melampaui intelektualitas manusia. Makna hidup tidak bisa hanya dicapai dengan usaha berpikir tanpa adanya usaha implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengetahui sesuatu yang bermakna bagi kita perlu melalui proses intelektual. Namun, hal ini hanya merupakan sebuah pengetahuan belaka dan tidak memberi makna, ketika kita tidak menjalankan sebuah komitmen dan implementasi dari sesuatu yang kita anggap bermakna tersebut.
Hal ini pula yang menyebabkan Frankl merumuskan bahwa sumber-sumber dari makna hidup tidak hanya dicapai dengan sebatas usaha intelektual. Namun makna hidup dapat dicapai dengan menerapkan nilai-nilai dalam kehidupan. Nilai-nilai ini dianggap sebagai sumber makna hidup.
Nilai-nilai kehidupan yang dianggap sebagai sumber makna hidup antara lain: nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap (Booree, 2007).
b. Nilai-nilai Kreatif
Nilai-nilai kreatif merupakan nilai-nilai yang didapat dengan cara beraktivitas secara langsung terhadap suatu pekerjaan yang bisa membawa diri kita merasa bermakna. Pekerjaan ini tidak hanya terbatas pada pekerjaan yang bersifat formal dan menghasilkan uang, namun juga pekerjaan-pekerjan yang bersifat non-profit. Dalam sebuah pekerjaan, Frankl menekankan bahwa apapun pekerjaan itu dapat memberikan makna terhadap individu yang melakukannya.
Yang penting dalam aktivitas kerja bukanlah lingkup atau luasnya, melainkan bagaimana seseorang bekerja sehingga dia bisa mengisi penuh lingkaran aktivitasnya itu. Juga, tidak menjadi soal, apa bentuk aktivitas itu dan siapa yang melaksanakannya. Rakyat kecil atau orang kebanyakan yang secara sungguh-sungguh dan menjalankan tugas kongkret yang memungkinkan diri dan keluarganya hidup, terlepas dari fakta bahwa kehidupannya itu kecil, lebih besar dan lebih unggul dibanding dengan seorang negarawan besar yang menentukan nasib jutaan orang dengan goresan penanya, tetapi putusan-putusannya ceroboh dan membawa berbagai akibat buruk.
Namun disini yang perlu ditekankan bahwa pekerjaan itu sendiri terlepas dari makna, sehingga suatu pekerjaan tertentu tidak bisa menjamin pemenuhan makna. Lagi-lagi semua itu tergantung pada seseorang yang menjalaninya dan mempersepsi dari suatu pekerjaan itu. Dalam pembahasan berkenaan dengan nilai-nilai kreatif ini banyak ditekankan pada hal pekerjaan. Namun disini arah pembahasan Frankl tersebut lebih mengarah pada bagaimana seseoarang berkarya yang dirasa bermanfaat dan bermakna melalui pekerjaan yang dilakukan.
c. Nilai-nilai Penghayatan
Nilai-nilai penghayatan merupakan suatu kegiatan menemukan makna dengan cara meyakini dan menghayati sesuatu. Sesuatu ini dapat berupa kebenaran, kebajikan, keyakinan agama, dan keimanan. Frankl percaya bahwa seseorang dapat menemukan makna dengan menemui kebenaran, baik melalui keyakinan agama atau yang bersumber dari filsafat hidup yang sekuler sekalipun. Keyakinan beragama merupakan salah satu dari berbagai keyakinan yang dapat memberikan makna hidup.
Dalam keberagamaan orang dapat menemukan makna dan arti dalam kehidupannya. Tidak sedikit orang yang mencurahkan seluruh kehidupannya kepada agama. Selain itu orang-orang sekuler juga dapat menemukan makna di luar hal-hal yang bersifat agama. Seperti orang-orang yang berwatak sosialis, misalnya, mereka merasa menemukan makna dengan memahami filsafat materialis dan mengamalkan ajarannya. Ada juga orang yang dengan meyakini kebenaran-kebenaran universal dan menjalaninya seperti menolong sesama dan menjadi pekerja-pekerja sosial.
d. Nilai-nilai Bersikap
Nilai ini merupakan sikap yang diambil terhadap sebuah penderitaan yang tidak dapat dielakkan atau tak terhindarkan (inavoid moment). Hal ini bisa dalam bentuk kematian seseorang yang dicintai, penyakit yang tak dapat disembuhkan atau kecelakaan yang tragis. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin hal ini sama halnya dengan takdir yang dikenal dalam masyrakat kita. Sikap-sikap yang dikembangkan dalam hal ini antara lain menerima dengan ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak dapat dielakkan.
Hal ini, menurut Frankl, bisa dilakukan karena manusia mempunyai kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Dengan kemampuan ini manusia mampu menjadi hakim terhadap dirinya dan akhirnya bisa menetukan sikap yang tepat terhadap apa yang menimpanya. Ketika seseorang larut dalam sebuah keadaan tragis dan terus meratapinya, Ia cendrung menjadi sebagai objek dari sebuah keadaan dan tidak bisa melihat dan menarik diri serta menjadikan dirinya sebagai subjek yang mengambil kebijakan dalam hidupnya. Karena dengan kemampuan self detachment manusia bisa menjadi subjek sekaligus menjadi objek atas semua perbuatannya.
e. Dimensi Manusia dalam Logoterapi
Logoterapi memandang manusia mempunyai dimensi spiritual, selain dimensi fisik dan dimensi kejiwaan (Fabry, 1980). Dalam aliran-aliran psikologi seperti psikoanalisa dan behavior, spiritualitas sangat diabaikan. Psikoanalisa hanya menekankan pada aspek-aspek psikologis yang merupakan wujud dari tuntutan kebutuhan jasmani. Sedangkan behavior menekankan aspek fisik atau perilaku yang tampak.
Dalam pandangan logoterapi ketiga dimensi manusia ini (fisik, psikologis, dan spiritual) tidak boleh diabaikan dalam rangka memahami manusia seutuhnya. Dimensi spiritual dalam pandangan Frankl tidak selalu identik dengan agama. Setiap orang mempunyai dimensi spiritual sekalipun pada penganut atheis.
Dimensi spiritualitas dari manusia bersifat universal sebagaimana dimensi fisik dan psikologis. Frankl juga menyebut dimensi spiritual ini dengan “nootic” untuk menghindari term spiritual yang diidentikan dengan agama tertentu. Dimensi spiritual ini merupakan dimensi khas manusia dimana tidak dimiliki oleh makhluk lain. Sebagai dimensi khas manusia, dimensi spiritual (nootic) ini terdiri dari kualitas-kualitas insani seperti hasrat akan makna, orientasi tujuan, iman, cinta kasih, kretivitas, imaginasi, tanggung jawab, self transcendence, komitmen, humor dan kebebasan dalam mengambil keputusan (Bastaman, 2007).
Kualitas-kualitas diatas memang merupakan kualitas insani yang khas manusia. Dalam kajian psikologi behavior dan psikoanalisa, aspek-aspek yang berkenaan dengan kualitas insani di atas tidak mendapatkan tempat. Dengan tetap mempertahankan metode positivistic, kualitas insani manusia terabaikan hanya dengan alasan bahwa aspek tersebut tidak termasuk dalam kajian bidang keilmuan yang bersifat empiris dan objektif.
f. Sindroma Ketidakbermaknaan
Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992), seseorang yang tidak menemukan makna hidup akan mengalami sindroma ketidakbermaknaan (syndrom of meaninglessness). Sindroma ini terdiri dari dua tahapan yaitu kevakuman eksistensi (existential vacum) dan neurosis noogenik.
Kevakuman eksistensial terjadi ketika hasrat akan makna hidup tidak terpenuhi. Gejala-gejala yang ditimbulkan dari kevakuman eksistensial ini antara lain perasaan hampa, bosan, kehilangan inisiatif, dan kekosongan dalam hidup. Fenomena ini merupakan fenomena yang menonjol pada masyarakat modern saat ini. Hal ini dikarenakan pola masyarakat modern yang sudah terlalu jauh meninggalkan hal-hal yang bersifat religi dan moralitas. Hal ini juga diakui para terapis yang berada di barat bahwa mereka sering menghadapi pasien dengan keluhan-keluhan yang menyangkut permasalahan yang terkait makna hidup seperti merasa tidak berguna dan perasaan hampa.
Untuk menunjukkan kemunculan fenomena tersebut, Frankl (Koeswara, 1992) menunjuk survei yang mengungkapkan bahwa 40% mahasiswa yang berasal dari Jerman, Swiss, dan Austria mengaku mengalami perasaan absurd, ragu akan maksud dan tujuan atau makna hidup mereka sendiri. Sedangkan para mahasiswa yang berasal dari Amerika Serikat mengalami hal yang sama dengan presentase 81%.
Frankl menekankan bahwa kevakuman eksistensialis bukanlah sebuah penyakit dalam pengertian klinis. Frankl menyimpulkan bahwa frustasi eksistensi adalah sebuah penderitaan batin ketika pemenuhan akan hasrat untuk mempunyai hidup yang bermakna terhambat. Frankl menyatakan bahwa kevakuman eksistensial tersebut bermanifestasi dalam bentuk neurosis kolektif, neurosis hari Minggu, neurosis pengangguran dan pensiunan, dan penyakit eksekutif. Beberapa bentuk manifestasi ini gejalanya sama yaitu kebosanan dan kehampaan, namun terdapat pada kondisi, individu dan waktu tertentu.
Neurosis noogenik merupakan sebuah simptomatologi yang berakar kevakuman eksistensialis. Frankl menerangkan bahwa neurosis ini terjadi apabila kevakuman eksistensialis disertai dengan simptom-simptom klinis. Disini permasalahan patologis tersebut berakar pada dimensi spiritual dan noologis yang berbeda dengan neurosis somatogenik (neurosis yang berakar pada fisiologis) maupun neurosis psikogenik (neurosis yang berakar pada permasalahan psikologis. Menurut Frankl neurosis noogenik itu sendiri dapat timbul dengan berbagai neurosis klinis seperti depresi, hiperseksualitas, alkoholisme, narkoba, dan kejahatan.
Orang yang mengalami kehampaan dan kekosongan hidup mungkin lari kepada alkohol dan narkoba dalam rangka mengisi kekosongan hidup tersebut. Kasus alkoholik dan narkoba yang berakar pada permasalahan kevakuman eksistensialis inilah disebut dengan neurosis noogenik (Koeswara, 1990).

B. Terapi Logoterapi
1. Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya (Koeswara, 1992).
Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti. Landasan dari intensi paradoksikal adalah kemampuan manusia untuk mengambil jarak atau bebas bersikap terhadap dirinya sendiri (Boeree, 2007). Frankl (dalam Koeswara, 1992) mencatat bahwa pola reaksi atau respon yang biasa digunakan oleh individu untuk mengatasi kecemasan antisipatori adalah menghindari atau lari dari situasi yang menjadi sumber kecemasan.
Contohnya, individu yang menghindari eritrofobia selalu cemas kalau-kalau dirinya gemetaran dan mandi keringat ketika berada di dalam ruangan yang penuh dengan orang. Kemudian, karena telah ada antisipasi sebelumnya, individu benar-benar gemetaran dan mandi keringat ketika dia memasuki ruangan yang penuh dengan orang. Individu pengidap eritrofobia ini berada dalam lingkaran setan. Gejala gemetaran dan mandi keringat menghasilkan kecemasan, kemudian kecemasan antisipatori ini menimbulkan gejala-gejala gemetaran dan mandi keringat. Jadi gejala antisipatori mengurung individu di dalam kecemasan terhadap kecemasan (Koeswara, 1992).
2. Derefleksi
Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 2007).
Pasien dengan teknik ini diderefleksikan dari gangguan yang dialaminya kepada tugas tertentu dalam hidupnya atau dengan perkataan lain dikonfrontasikan dengan makna. Apabila fokus dorongan beralih dari konflik kepada tujuan-tujuan yang terpusat pada diri sendiri, maka hidup seseorang secara keseluruhan menjadi lebih sehat, meskipun boleh jadi neurosisnya tidak hilang sama sekali.
3. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya (Koeswara, 1992).
Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.

Read More......

SEPUTAR AUTISME

APA AUTISME ITU?
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
 American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
 Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).
 Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
 Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.
 Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).

APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?
Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)
Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?
o Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
o Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
o Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
o Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
o Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
o Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
o Suka bergumam.
o Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
o Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
o Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.
Bagaimana anak austistik bergaul?
• Tidak ada kontak mata
• Menyembunyikan wajah
• Menghindar bertemu dengan orang lain
• Menundukkan kepala
• Membuang muka
• Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
• Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
• Kurang tanggap isyarat sosial.
• Lebih suka menyendiri.
• Tidak tertarik untuk bersama teman.
• Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.
Bagaimana anak autistik membawakan diri ?
 Menarik diri
 Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
 Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
 Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
 Lebih senang menyendiri. .
 Hidup dalam alam khayal (bengong)
 Konsentrasi kosong
 Menggigit-gigit benda
 Menyakiti diri sendiri
 Sering tidak diduga-duga memukul teman.
 Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
 Sering menangis/tertawa tanpa alasan
 Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
 Memukul-mukul benda (meja, kursi)
 Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
 Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas
Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?
o Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
o Sensitif terhadap suara-suara tertentu
o Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
o Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.
Bagaimana Pola Bermain autistik anak?
• Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
• Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
• Tidak bermain sesuai fungsi mainan
• Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
• Sering terpaku pada benda-benda tertentu
Bagaimana keadaan emosi anak autistik ?
• Sering marah tanpa alasan.
• Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
• Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
• Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.
Bagaimana kondisi kognitif anak autisti?
Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.
 Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
 Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

APA PENYEBAB AUTISME?
Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:
1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
2. Teori Biologis
a. Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
b. Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
c. Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
d. Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.
3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.
4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?
Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.
6. Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
7. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
8. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
9. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
10. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain
o Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
o Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
o Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
o TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
a. Guru terkait telah siap menerima anak autistik
b. Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
c. Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
d. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
e. Dan lain-lain yang dianggap perlu.
3. Pragram Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.
5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.
6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

Read More......

PENCEGAHAN AUTIS PADA ANAK

Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).

Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.

Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.

Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 150 -- 200 ribu orang.


PENYEBAB AUTIS

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : Genetik (heriditer), teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin


Tabel 1. Beberapa teori penyebab Autis


1. Genetik dan heriditer
2. Teori Kelebihan Opioid
• Unsur Opioid-like
• Kekurangan enzyme Dipeptidyl peptidase
• Dermorphin Dan Sauvagine
• Opioids dan secretin
• Opioids dan glutathione
• Opioids dan immunosuppression

3. Gluten/Casein Teori Dan Hubungan gangguan Celiac
• IgA urine
• Teori Gamma Interferon
• Teori Metabolisme Sulfat

4. Kolokistokinin
5. Oksitosin Dan Vasopressin
6. Metilation
7. Imunitas Teori Autoimun dan Alergi makanan
8. Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar
9. Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi
10. Teori Sekretin
11. Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut)
12. Paparan Aspartame
13. Kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu
14. Orphanin Protein: Orphanin FQ/NOCICEPTIN ( OFQ/N)

Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin.

Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin

Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.

Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat..

Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.

Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran bayi.

Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autis. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.


MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris.

Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain ("bahasa planet"). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. nEkolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan imik datar

Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.

Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.

Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.

Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain

Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Meraskan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.

Menegakkan diagnosis autis memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosis langsung autis. Diagnosis Autis hanyalah melalui diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan laboratorium. Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan DSM-IV. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autis yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.


FAKTOR RESIKO

Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.


PERIODE KEHAMILAN

Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme.

Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan terutama infeksi virus. Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan sebagai keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena placental complications, diantaranya placenta previa, abruptio placentae, vasa previa, circumvallate placenta, and rupture of the marginal sinus. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah tampaknya juga merupakan resiko tinggi terjadinya autis perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah pemakaian obat-obatan yang diminum, merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat adanya Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan.

Infeksi saluran kencing, panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan penelitian terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209 tanpa autism. Ditemukan kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan depresi pada ibu tampak jumlahnya bermakna pada kelompok ibu dengan anak autism.
PERIODE PERSALINAN

Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.

Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram). PERIODE USIA BAYI Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot. PENCEGAHAN Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko terjadinya gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak gangguan dapat dilakukan strategi pencegahan dengan baik, karena faktor etiologi dan faktor resiko dapat diketahui dengan jelas. Berbeda dengan kelainan autis, karena teori penyebab dan faktor resiko belum masih belum jelas maka strategi pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara optimal. Dalam kondisi seperti ini upaya pencegahan tampaknya hanya bertujuan agar gangguan perilaku yang terjadi tidak semakin parah bukan untuk mencegah terjadinya autis. Upaya pencegahan tersebut berdasarkan teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko autis. Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan kehamilan, saat kehamilan, persalinan dan periode usia anak. PENCEGAHAN SEJAK KEHAMILAN Untuk mencegah gangguan perkembangan sejak kehamilan , kita harus melihat dan mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan sejak dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau menghindari resiko yang bisa timbul dalam kehamilan tersebut dapat melalui beberapa cara. Adapun cara untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang sejak dalam kehamilan tersebut diantaranya adalah periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih awal, kalu perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan. Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis). Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara rutin dan berkala, dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk dokter dengan baik. Bila terdapat peradarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena kelainan plasenta. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan pada awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi terjadinya autism dan gangguan bahasa lainnya. Berhati-hatilah minum obat selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter terlebih dahulu. Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester pertama. Peneliti di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal kehamilan dapat mengganggu pembentukan sistem susunan saraf pusat yang mengakibatkan autism dan gangguan perkembangan lainnya termasuk gangguan berbicara. Bila bayi beresiko alergi sebaiknya ibu mulai menghindari paparan alergi berupa asap rokok, debu atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari paparan makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan. Jaga higiene, sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan. Konsumsilah makanan yang bergizi baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan mineral tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, bila dilihat adanya gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan. Bila gerakan bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada janin yang berlebihan terutama pada malam hari serta terdapat gejala alergi atau sensitif pencernaan salah satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu menghindari atau mengurangi makanan penyebab alergi sejak usia kehamilan di atas 3 bulan. Hindari asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi serta selalu mendekatkan diri dengan Tuhan. PENCEGAHAN SAAT PERSALINAN Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya Beberapa hal yang terjadi saat persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya perkembangan dan perilaku pada anak, sehingga harus diperhatikan beberapa hal penting. Melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan tentang rencana persalinan. Dapatkan informasi secara jelas dan lengkap tentang resiko yang bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat resiko dalam persalinan harus diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care Unit) bila dibutuhkan. Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu cepat, asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya dilakukan pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia dini. PENCEGAHAN SEJAK USIA BAYI Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang harus diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan intervensi secara dini bila sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda gangguan perkembangan. Adapun beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukanl Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi : sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2 minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung, rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin. Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering adalah alergi makanan dan intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan menghindari makanan penyebab keluhan tersebut. Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak. Bila terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin nafsu makan bukan jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari penyebabnya. Bila terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harus diamati tanda dan gejala autism secara cermat sejak dini. Demikian pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang (bukan kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan. Pada bayi prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi harus dilakukan monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan cermat terutama gangguan perkembangan dan perilaku pada anak. Bila didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang mengarah pada gangguan perkembangan dan perilaku maka sebaiknya dilakukan konsultasi sejak dini kepada ahlinya untuk menegakkan diagnosis dan intervensi sejak dini. Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan sebagainya. Bayi yang mengalami gangguan pencernaan sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat (MSG), amines, tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus bebas casein dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan, pertentangan, emosi dan kekerasan. Bila terdapat faktor resiko tersebut pada periode kehamilan atau persalinan maka kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan semakin besar kemungkinan terjadi autism. Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autism pada usia dini, kalau perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism dapat kita cegah atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul. Bila resiko itu sudah tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus kita minimalkan bahkan kalau perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat badan harus betul-betul dicari penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk mencari penyebab kelainan tersebut. Demikan pula gangguan alergi makanan dan gangguan pencernaan pada bayi, harus segera dicari penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi makanan atau intoleransi makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk susu bayi. Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab gangguan alergi atau gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal adalah kita harus menghindari makanan penyebab gangguan tersebut tanpa bantuan obat-obatan. Obat-obatan dapat diberikan sementara bila keluhan yang terjadi cukup berat, bukan untuk selamanya. by: Dr Widodo Judarwanto SpA

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com