Thursday, October 28, 2010

Minat & Bakat

Istilah-istilah psikologi yang mengacu pada pengertian bakat/keberbakatan:
• Aptitude: Potensi yang dimiliki seseorang yang membuatnya mudah dan cepat dalam menguasai suatu bidang.
• Talent : Kemampuan yang luar biasa dalam kualitas bidang tertentu. Misalnya seni, kepemimpinan, keterampilan mekanika, kemampuan lisan dan tertulis, musik, hubungan antar pribadi (J. Zettel).
• Gifted: Kapasitas intelektual yang tinggi dalam prestasi skolastik (J. Zettel)

Komponen Keberbakatan:
Feldhusen
1. Kemampuan intelektual umum
2. Konsep diri positif
3. Motivasi berprestasi
4. Talenta khusus

United States of Education
1. Kemampuan intelektual umum
2. Bakat akademik yang spesifik
3. Kemampuan berpikir kreatif dan produkti
4. Kemampuan kepemimpinan
5. Kemampuan seni
6. Kemampuan psikomotor

Tiga faktor yang membuat bakat dalam diri seseorang berhasil ditampilkan (berupa hipotesis dari Brandwein):
• Faktor genetis: Untuk kemampuan verbal dan matematika yang tinggi
• Faktor predisposisi: untuk sikap yang tidak mudah puas terhadap aspek yang telah ada dalam realitas, suka dan berani mengajukan pertanyaan.
• Faktor aktiviting: Kesempatan untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut dan kontak dengan orang-orang yang mampu memberi inspirasi.
Seseorang yang berbakat biasanya berasal dari budaya produser bukan konsumer (Tannenbaum).

Menurut hasil penelitian Goertzels terhadap 700 sampel diperoleh data:
Anak berbakat kebanyakan adalah anak pertama atau anak tunggal.
• Berasal dari keluarga menengah.
• Memiliki ayah pengusaha atau professional dan ibu seorang ibu rumah tangga.
• Memiliki banyak buku dirumah.
• Orang tua memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap semua anaknya.
• Suka belajar namun tidak suka belajar disekolah atau tidak suka terhadap guru yang memmaksa mereka belajar dengan kerikulum tertentu.
• Lebih suka menyendiri.
• Lebih suka belajar dengan program yang melatih keterampilan.
• Lebih self directed
• Unik dan sulit untuk konformis, dalam hal pakaian, perilaku dan sebagainya.

Dasar pemikiran munculnya tes bakat:
• Tes intelegensi yang telah ada dipandang tidak mengukur kemampuan seseorang secara spesifik, tetapi lebih mengukur kemampuan verbal saja.
• Tes inelegensi yang telah ada memiliki banyak keterbatasan dan kurang dapat meramalakan kinerja yang suskses untuk masa depan seseorang.
• Adanya gambaran mengenai spectrum kecerdasan yang lebih luas, dipelopori oleh Howard Gardner yang mengemukakan mengenai Multiple Intelligences.

Multiple Intelligences menurut Howard Gardner:
1. Keserdasan matematika logika
2. Kecerdasan bahasa
3. Kecerdasan musical
4. Kecerdsan visual spatial
5. Keecerdasan kinestetik
6. Kecerdasan intrpersonal
7. Kecerdasan intrapersonal
8. Kecerdasan natural

1. Kecerdasan matematika logika
• Kemampuan berpikir induktif dan deduktif
• Kemampuan berpikir logis
• Memahami dan menganalisis pola angka dan memecahkan masalah
Orang yang dengan kemampuan matematikalogika menyukai: kegiatan menganalisa, berpikir konseptual, membuat hipotesis, berhitung, bila tidak tabhu dia bertanya, bermain catur, teka-teki dsb.

2. Kecerdasan bahasa
Kemampuan menggunakan bahasa, secara trtulis maupun lisan dalam berbagai bentuk untuk mengekspresikan gagasannya.
 Memiliki daya ingat yang kuat terhadap kata, nama, istilah ataupun hal yang sifatnya detail.
 Lebih mudah mendengarkan dengan cara mendengarkan dan verbalisasi.
 Mudah menguasai bahasa baru.
Ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan: membaca, menulis, membuat karangan, menyusun kata mutiara, puisi.

3. Kecerdasan musikal
 Kepekaan terhadap suara non-verbal yang berada diseklilingnya, termasuk nada irama.
 Lebih mudah mengingat dan mengekspresikan gagasan bila dikaitkan dengan musik.
Ditandai dengan senang mendengarkan nada, irama indah, yang dilagukan sendiri maupun dari kaset, radio, pertunjukan orkestra atau alat musik.

4. Kecerdasan visul spasial
 Kecerdasan untuk memahami lebih secara mendalam mengenai hubungan antara objekdan ruang.
 Mampu menciptakan imajinasi bentuk dalam pikiran.
 Mampu menciptakan bentuk-bentuktiga dimensi.
 Mampu membayangkan suatu bentuk nyata dan memecahkan masalah terkait dengan bidang tersebut.
Biasanya ditandai dengan keunggulan dalam permainan mencari jejak.

5. Kecerdasan kinestetik
 Kemampuan untuk aktif menggunakan bagian atau seluruh tubuh untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah.
Dijumpai pada orang yang unggul dalam bidang olah raga, terampil dalam menari, akrobat atau permainan sulap.

6. Kecerdasan interpersonal
 Kemampuan untuk peka terhadap perasaan orang lain.
 Mudah memahami dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga mudah bersosialisasi (sering juga disebut kecerdasan sosial).
 Kemampuan memimpin, mengorganisasi, menangani perselisihan, memperoleh simpati.

7. Kecerdasan intrapersonal
 Kemampuan untuk peka terhadap perasaan sendiri.
 Mampu memahami kekuatan dan kelemahan dirinya.
Ditandai dengan: senang intreospeksi diri, mengoreksi kesalahan, mencoba memperbaiki diri. Beberapa diantaranya suka kesunyian, menyendiri, merenung dan berdialog dengan diri sendiri.

8. Kecerdasan naturalis
 Kemampuan untuk peka dengan lingkungan alam
Ditandai dengan: senang berada dilingkungan alam yang terbuka, misal pantai, gunung, hutan. Senang mengobservasi lingkungan alam, seperti aneka bebatuan, lapisan tanah, flora-fauna, benda angkasa dsbnya.

Tes Bakat
• Termasuk kedalam jenis tes kemampuan (ability test)
• Berupa test yang mengukur kemapuan khusus maupun tes yang mengukur banyak kemampuan.
• Tes bakat mengukur suatu sampel tingkah laku yang dapat dipakai sebagai indikator untuk perilaku lain dikemudian hari.
• Mengavaluasi luasnya pengalaman yang beragam dalam kehidupan sehari-hari.
• Mengulur pengaruh pengalaman yang tidak disadari dan tidak dikendalikan.
• Validitas tes bakat terletak pada kemampuan tes tersebut untuk meramalakan performace (tampilan) seseorang pada waktu yang akan datang (predeictive validity).
• Jadi fungsi tes bakat adalah untuk meramalkan performance seseorang di kemudian hari.
• Yang diukur adalah pengalaman dan efek belajar.

Tes Kemampuan Selain tes Bakat
• Tes kemampuan umum (general ability test)
• Tes prestasi/hasil belajar (achievement test)
• Contoh tes yang mengukur kemampuan umum: Raven Progressive Matrices
• Tesdiri dari tes non verbal: untuk mengukur kemampuan memahami dan melihat hubungan antar gambar.
• Sebagian besar mengukur G Faktor.

Tes yang Sejenis dengan Raven Progressive Matrices (RPM)
o Spm (Standard Progressive Matrices) : untuk usia 6 – 66 tahun, terdiri dari 60 soal.
o CPM (Coloured Progressive Matrices): untuk usia 5 – 11 tahun, MR, Lansia. Terdiri 36 soal.
o APM (Advanced Progressive Matrices): untuk usia diatas 11 tahun. Terdiri 36 soal.
o Hasilnya berupa pengelompokan tingkat IQ.

Tes Bakat dapat berupa:
• Test Special Aptitude: terfokus pada satu bakat saja. Misal mengukur bakat dibidang teknik mekanik, bakat pekerjaan tertentu (klerikal) dsb.
• Bateries test: Terdiri dari sejumlah tes, dapat diperoleh analisis profil untuk seseorang individu (intra individu).
Contoh Tes Bakat yang Mengukur Bakat Secara lebih Spesifik:
1. IST (Intelligence Struktur Test)
2. DAT (Differential Aptitude Test)
3. FACT (Flanagen Aptitude Test)
4. GATB (General Aptitude Test Batery)

IST (Intelligence Struktur Test)
* Rudolf Amthauer:
IQ: suatu struktur tersendiri di dalam keseluruhan struktur kepribadian seseorang. Terdiri dari kemampuan jiwa yang berfungsi sedemikian rupa untuk memberi kemampuan bertindak bagimanusia. Sulit dipisahkan dari aspek psikologis yang lain, seperti: motivasi, emosi.

* IST terdiri dari 9 sub test:
1. SE (Satzerganzng) --- Melengkapi kalimat
2. WA (Wortausuahl)--- mencari kata yang berbeda
3. AN (Analogien) --- mencari hubungan kata
4. GE (Gmeinsamkeiten) --- mencari kata yang mencakup dua pengertian
5. RA (Rechen Aufgaben) --- Hitungan sederhana
6. ZR (Zahlen Reihen) --- deret angka
7. FA (Form Ausuahl) --- Menyusun bentuk
8. WU (Wurfal Aufgaben) --- Kubus
9. ME (Merk Aufgaben) --- Mengingat kata

* Untuk Skoring
o Telah disediakan kunci jawaban.
o Untuk subtes GE ada kunci jawaban tersendiri dengan penilaian 0 ,1, 2.
o RW --- SW, dari jumlah benar --- norma.
o Norma --- IQ
o Norma IST didasarkan pada USIA dan TARAF PENDIDIKAN.

 IST
 IQ sebagai struktur
 Terdapat indeks korelasi yang tinggi ntara subtes dengan hasil keseluruhan (r = 0,6)
 Terdapat indeks korelasi rendah antar setiap subtes (r = 0,25)
 Lebih mendekati pandangan Thurstone tentang IQ (S Faktor)
 IST termasuk power test

* Aspek-aspek yang terukur pada setiap subtes IST
1. SE:
 Berpikir konkrit praktis
 Berpikir logis
 Akal sehat (common sense)
 Pembentukan keputusan
 Pemaknaan realita
 Berpikir mandiri
2. WA
 Rasa bahasa
 Berpikir verbal
 Pengertian bahasa
 Kemampuan empati (menghayati)
 Komponen reseptif
3. AN
 Daya mengkombinasikan
 Fleksibilitas/kelincahanberfikir
 Menstransfer hubungan
 Kejelasan dan kensekwen dalam berpikir.
 Analisa yang bersifat dugaan
 Suatu perkiraan yang paling berarti bagi pengembangan studi ilmiah
4. GE
 Daya abstraksi verbal
 Pembentukan konsep (Pengertian)
 Berfikir logis dalam bentuk bahasa
5. RA
 Berpikir praktis dalam masalah hitungan
 Berpikir logis objektif
 Berfikir matematis.
 Mengambil keputusan
6. ZR
 Berpikir teoritis dalam berhitung
 Berfikir induktif angka
 Kelincahan berpikir
 Kelincahan berpikir
 Mengenali komponen ritmis
7. FA
 Kemampuan membayangkan
 Kemampuan mengamati
 Berpikir secara utuh menyeluruh.
 Mengenali komponen konstruktif
8. WU
 Daya bayang ruang
 Menganli konstruktif teknis
 Berpikir analitis.
9. ME
 Atensi
 Memori Mengingat kata yang telah dipelajari

* Dari 4 subtest awal IST diperoleh:
o Kecerdasan teoritis (grafik berbentuk M): WA dan GE lebih tinggi
Kemampuan berfikir abstrak-teoritis dan menyatakan dalam bentuk bahasa. Misal: filsuf
o Kecerdasan praktis (Grafik berbentuk W): SE dan AN lebih tinggi
Kemampuan menentukan hubungan dalam suatu masalah secara praktis. Misal: Ir. Teknik Mesin

* Langkah-langkah skoring IST
o Cocokkkan jawaban testee dengan kunci jawaban IST
o Hitung jawaban yang benar (RW)
o Jumlahkan ke bawah.
o Lihat norma untuk mendapatkan skor SW
o Lihat norma jumlah
o Lihat norma IQ

* Angka IST untuk penjurusan
 IPA : lihat skor RA, ZR,FA, WU harus lebih tinggi dibandingkan yang lain.
 IPS : Lihat skor SE, WA, GE, ME harus lebih tinggi dibandingkan yang lain
 Untuk melanjutkan pendidikan setelah SMA, sebaiknya skor AN cukup baik (rata-rata).
 Diprediksi berhasil menjalani pebdidikan di jenjang D3 dengan baik jika IQ minimal pada rentang rata-rata (96 - 105).
 Diprediksi berhasil menjalani pendidikan di jenjang SI dengan baik jika IQ minimal pada rentang rata-rata atas (106 - 110).
 Namun demikian tetap harus mempertimbangkan aspek-aspek psikologis yang lain, seperti motivasi, minat, kegigihan dalam mengatasi hambatan, keinginan untuk belajar dsb.

* Kesesuaian beberapa jurusan di PT berdasarkan skor IST yang penting untuk mendapatkan skor cukup tinggi
 Fak. Hukum: SE, AN, GE, ME
 SISIP: SE, AN, GE
 Ekonomi: SE, AN,RA, ZR
 Sastra: WA, AN, GE, ME
 Fikom: SE, WA, AN, ME
 Psikologi: SE, WA, AN, GE, ME
 Kedokteran: SE, AN, GE, FA, WU
 Pertanian: AN, GE, FA, WU
 Peternakan: AN, FA, WU
 Seni rupa: AN, ZR, FA, WU
 Teknik: SE, AN, GE, RA, ZR, FA, WU
 MIPA: AN, GE, RA, ZR, FA, WU

DAT (Differential Aptitude Test)
Disusun Oleh:
George K. Bennet
Harold G. Wesman
Dibut Untuk: Mendapatkan prosedur ilmiah dalam menilai murid-murid sekolah laki-laki dan perempuan, secara terintegrasi dan terstandar.
Terdiri atas 7 tes, yaitu:
Verbal reasioning
Numerical ability
Abstrack rasioning
Space relation
Mechanical reasioning
Clerical speed dan accuracy
Language usage-part 1: spelingg, part 2: sentences.
Cara pelaksanaan tes DAT:
Dapat diberikan secra keseluruhan atau satu-persatu tes secara terpisah
Dapat digunakan untuk pemilihan pekerjaan.
Sat ini tes DAT sudah diadaptasi dalam bahasa Indonesia, tetapi hanya 5 saja.
Tes yang telah diadaptasi:
Numerical ability menjadi Tes berhitung (A5)
Abstrack Reasioning menjadi Tes penalaran (A3)
Space Relation menjadi Tes Pola (B3/C5)
Mechanical Reasioning menjadi tes pengertian mekanik (C4)
Clerical speed and accuracy menjadi Tes Cepat Teliti (D4)
Tes Hitung
Terdiri dari 40 soal dengan lembar jawab yang terpisah
Mengukur aspek: kemampuan berfikir dengan angka, penguasaan hubungan numerik. Misalnya berupa penjumlahan sederhana.
Disebut: arithmetic compution bukan arithmatic reasioning
Cara penyajian:
Secara berkelompok atau individual
Waktu: 30 menit. 5 – 10 menit untuk instruksi
Tujuan untuk prediksi dalam bidang pendidikan (misal: matematika, fisika, kimia, teknik) dan pekerjaan (misal: ass. Labor, statistika, administrasi)
Untuk jurusan sosial dan bahasa harus diberikan dengan tes verbal.
Ters berhitung + tes verbal = general learning ability
Tes berhitung + abstract reasioning + verbal reasioning = IQ umum
Skoring B = 1, S = 0
Tes Penalaran
Soal : 50
Aspek yang diukur: Kemampuan penalaran non verbal yaitu meliputi kemampuan individu untuk memahami hubungan logis dari figur-figur abstrak.
Abstract Reasioning + Verbal Reasioning + Numerical Ability = General IQ
Cara penyajian:
Dilakukan secara individual atau kelompok
Waktu: 25 menit, untuk instruksi 5 – 10 menit
Tujuan: melakukan seleksi/evaluasi dibidang pendidikan ataupun pekerjaan
Skoring: B = 1. S = 0
Tes Pola
Terdiri dari 40 soal
Aspek yang diukur: kemampuan mengenal hal; konkrit (tiga dimensi) melalui proses penglihatan.
Testee perlu melakukian imajinasi (memanipulasi secara mental)/
Cara Penyajian:
Bisa individual atau kelompok
Waktu: 30 menit, instruksi 5 – 10 menit.
Tujuan: mengetahui kemampuan seseorang mengenal bentuk 3 dimensi.
Misal untuk bidang desain, arsitektur, seni, dekorasidll.
Sekoring: Benar – Salah
Bentuk lain dari tes Pola
Tes ruang Bidang (C5)
Jumlah soal 60
Secara umum tes ruang bidang mengukur aspek yang sama dengan tes pola
Tes Pengertian Mekanik
Jumlah soal 68
Merupakan bentuk baru dari tes mechanical comprhensive yang dibuat oleh Binnett.
Waktu: 30 menit.
Tujuan: Mengukur kemampuan khusus dalam bidang mekanik untuk memilih pekerjaan atau pendidikan.
Contoh: Perakit mesin maintenance mesin
Skoring: B = 1, S = 0, Skor tertinggi 68
Rumus pemberian skor kasar: R – ½ w yaitu jumlah benar dikurangi seperdua jumlah salah
Tes Cepat dan Teliti
Jumlah soal 100 dibagi menjadi 2 bagian
Aspek yang diukur: respon subjek terhadap tugas/pekerjaan yang berkaitan dengan kecepatan persepsi dari suatu stimulus yang sifatnya sederhana.
Kecepatan respon terhadap kombinasi hurup dan angka.
Ingatan yang sifatnya jangka pendek (Momentary retention)
Cara Penyajian:
Waktu: 3 menit untuk masing-masing bagian
Tujuan: untuk konseling sekolah
Misal: ada siswa dengan skor tes cepat dan teliti yang rendah, kemungkinan ia ada kesulitan dalam kecepatan dan presisi.
Untuk seleksi karyawan yaitu untuk meramalkan produktivitas seseorang dalam mengerjakan tugas rutin yang melibatkan persepsi dan pemberian tanda.
Misal: filing, coding, stock room work.
Skoring: bagian 1 tidak diskor (untuk latihan saja).
Bagian II diskor: skor total adalah jumlah soal yang dikerjakan dengan benar.
Hasil peneltian
Skor tinggi pada tes cepat teliti dibutuhkan untuk pekerjaan seperti business administration, tapi tidak perlu skor untuk salesmen.
Ada korelasi yang signifikan antara skor tes dengan prestasi kerja karyawan dibagian rajut dan finishing perusahaan pembuat rambut palsu.
GATB (GENERAL APTITUDE TEST BATTERY)
Disusun oleh: Charles E. Odell
Tujuan untuk konseling pekerjaan
Terdiri dari 22 tes yang mengukur 9 jenis bakat.
Aptitude yang diukur
Aptitude G: Intelligence
Merupakan kemampuan belajar secara umum yaitu kemampuan menangkap dan mengerti konsep prinsip, penalaran dan pembuatan keputusan. Memiliki hubungan kuat dengan keberhasilan di sekolah.
Aptitude V: Verbal (Subtes 4: Vocab)
Merupakan kemampuan untuk mengerti arti dari beberapa kata dan penggunaan kata secara efektif, Kemampuan mengerti bahas secara komprehensif, dan mengerti hubungan antar kata dan mengerti arti keseluruhan paragraf.
Aptitude N: Numerical (Subtes 2: Computation dan sub tes 6: arithmatic reason)
Kemampuan melakukan operasi angka secara cepat dan tepat.
Aptitude S: Spatial (Subtes 3: dimentional space)
Kemapuan untuk berpikir secara visual pada bentuk geometris, kemampuan untuk menangkap objek tiga dimensi dan kemampuan mengingat hubungan yang dihasilkan dari gerakan suatu objek dalam ruang.
Aptitude P: Form Perception
Diukur dengan subtes 5: tool maching dan sub tes 7 form matching
Mengukur kemampuan untuk melihat bagian dari benda, gambar dan grafik.
Kemampuan melihat perbandingan dan pembedaan secara visual, melihat perbedaan yang nyata pada bentuk atau bayangan dari suatu figur dan panjang lebar suatu grafis.
Aptitude Q: Clerical Perseption
Diukur dengan subtes 1 name comparation
Mengukur kemapuan untuk mengungkapkan objek klerikal (angka dan huruf)
Kemampuan persepsi terhadap komputasi secara sepintas.
Aptitude K: Motor kordination
Diukur dengan subtes 8 (Mark Making). Mengukur kemampuan mengordinasikan gerakan otot mata, tangan dan jari dengan terampil dan teliti dalam gerakan yang cepat dan tepat.
Aptitude F: Finger Dexterity
Diukur degan subtes 11 (Assemble) dan subtes 12 (Dissemble). Mengukur kemampuan gerakan jari-jemari, memanipulasi objek kecil secara terapil dan teliti.
Aptitude M: Manual Dexterity
Diukur dengan sub tes 9 (Plan) dan subtes 10 (Turn). Mengukur kemampuan menggerakkan tangan dengan mudah dan terampil, dan mengukur kemampuan bekerja dengan tangan dalam menempatkan dan memindahkan
FACT (FLANAGAN APTITUDE CLASSIFICATION TEST)
Disusun oleh: J.C. Flanagan, Professor Psikologi di Universitas Pittsburgh
Dikembangkan untuk mendapatkan suatu sistem klasifikasi baku dalam penentuan bakat dan kemampuan dasar seseorang dalam tugas tertentu.
Digunakan sebagai:
Alat bantu memprediksi keberhasilan kerja
Membuat perencanaan program pelatihan
Untuk konseling pekerjaan
Seleksi dan penempatan karyawan
Terdiri dari 14 tes:
Dapat digunakan keseluruhan atau sebagiannya saja:
Inspection
Coding
Memory
Precision
Assembly
Scale
Coordination
Judgement
Comprehension
Arithmtic
Pattern
Component
Tables
Mechanics
Espression
Telah diadaptasi di Indonesia menjadi 8 tes
Tes kode dan ingatan (D2)
Tes merakit objek (C1)
Tes skala dan grafik (C8)
Tes pemahaman (A1)
Tes mengutip (B4)
Tes komponen (C2)
Tes table (D3)
Tes ungkapan (A6)
MINAT
Beberapa Jenis Tes Minat
Kuder Preference Record Vocatioanal (Tes Kuder)
Rothwell Miller Interest Blank (RMIB)
Skala Minat Terhadap Berbagai profesi
Tes Kuder
Tujuan: Sebagai upaya pendekatan sistematik terhadap kesukaan/minat seseorang terhadap suatu jabatan/pekerjaan.
Kegunaan: untuk seleksi pegawai, untuk penempatan pegawai, untuk pemilihan karir, untuk konseling.
Area Minat yang diukur:
Outdoor: pekerjaan diluar ruangan.
Mechanical: berkaitan dengan mesin dan alat-alat
Computational: berkaitan dengan angka
Scientific: berkaitan dengan penelitian ilmiah, penemuan fakta dan pemecahan masalah.
Persuasive: pekerjaan yang berhubungan dengan banyak orang, mengajukan usulan, membujuk.
Artistik: pekerjaan yang menggunakan kreativitas, seni, desain, dan lain-lain.
Literary: pekerjaan yang berkaitan dengan membaca dan menulis.
Musical: pekerjaan yang berkaitan dengan musik, lagu.
Social Service: pekerjaan yang memberikan pelayanan menolong orang lain.
Clerical: pekerjaan dikator yang membutuhkan ketepatan dan ketelitian.
Administrasi tes kuder
Waktu tidak dibatasi, namun biasanya teste dapat menyelesaikannya dalam waktu 30 – 40 menit.
Setelah diberik buku soal dan lembar jawab, testee diminta untuk membaca sendiri soal tersebut (Self administration).
Testee harus mengerjakan semua soal dengan teliti dan tidak ada yang terlewat.
RMIB
Disusun oleh Rothwell dan Miller
Mengukur 12 kategori pekerjaan
Tujuan: mengukur minat seseorang berdasarkan sikap seseorang terhadap suatu pekerjaan dan ide-ide steriotipe tentang pekerjaan tersebut.
Areaminat yang diukur sama dengan kuder (lihat penjelasan di kuder) hanya ditambah pada bidang: Practical: berhubungan dengan keterampilan praktis/pertukangan dan medical: berhubungan dengan pengobatan, perawatan medis, biologis.
Administrasi tes:
Material tes: Blanko/formulir yang berisi daftar pekerjaan yang disusun menjadi 9 kelompok dengan kode A sampai I dan dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Masing-masing kelompok terdiri dari 12 jenis pekerjaan.
Testee mengisi formulir dengan cara memberi ranking 1 : untuk pekerjaan yang paling disukai dan ranking 12 untuk pekerjaan yang paling tidak disukai
Waktu tidak dibatasi tapi biasanya teste bisa mengerjakan dalam waktu 20 menit.
Tidak boleh ada yang terlewat untuk diisi
Skala Minat Terhadap Berbagai Jenis Profesi
Mengidentifikasikan kecenderungan minat seseorang terhadap profesi yang ada di dunia kerja.
Modifikasi dari instrumen Self Directed Search dari J.L Holland Ph.D
Menurut Holland: Minat pada suatu pekerjaan: berlandaskan pada kesesuaian antara karakteristik kepribadian dengan kesempatan yang diberikan oleh lingkungan (person environment interaction)
Pengelompokan karakteristik kepribadian dan lingkungan:
Realistic: mengandalkan fisik, minim komunikasi verbal, pekerjaan yang menggunakan alat dan kekuatan fisik.
Investigative: orientasi keilmuan, peneliti, tugas-tugas mencari fakta, instropektif.
Artistic: Situasi yang tidak terstruktur, lebih bebas dan memberi kesempatan untuk berkreasi, seni, bersifat intuitif.
Social: Mudah bergaul, kemampuan, alim. Menyukai kegiatan melayani, menyembuhkan, merawat, memecahkan masalah.
Enterpreuneur: relasi dengan orang untuk mendapatkan keuntungan, bisnis, pengusaha.
Conventional: menyukai lingkungan yang tertib, teratur, pekerjaan yang runtut, berhubungan dengan data/angka.

Read More......

Jenis - Jenis Terapi (Logoterapi, Terapi Iman, Islam & Ihsan, Terapi Shalat Malam, Terapi Puasa, Terapi Zikir, Terapi Baca Al-Quran)

Dalam dunia psikologi, ada dua kutub pembahasan mengenai manusia. Kutub pertama memandang manusia yang sakit (psikoanalisa dan turunannya) dan manusia yang sehat (humanistic dan turunannaya). Salah satu urgensi yang perlu dibahas seiiring dengan perkembangan teori ini adalah perkembangan terapi-terapi yang menyertai suatu teori yang muncul. Terapi yang dimaksud ialah pemberian terapi-terapi kepada penderita dari beberapa jenis ganguan jiwa (sakit) atau pengoptimalan fungsi-fungsi jiwa individu (sehat). Terapi-terapi dalam dunia psikologi sangat banyak dan beragam, namun dapat dikelompokkan sesuai dengan dasar teoritis yang menyusun teori yang bersangkutan.

Setiap sistem dan metode psikoterapi pasa dasarnya berlandaskan pada filsafat manusia yang khas. Contohnya psikoanalisa dan behaviorisme, mazhab psikologi yang sangat berpengaruh di Amerika sampai sangat kental dipengaruhi oleh filsafat yang positivistik tentang manusia. Psikoanalisa dan behaviorisme melihat perilaku manusia digerakkan oleh situasi yang deterministik. Setiap model psikoterapi yang berusaha mengembalikan kebebasan manusia sebagai suatu yang kodrati, pastilah akan bersinggungan dengan kedua mahzab diatas.
Selain itu, terapi dapat dibuat disesuaikan dengan kebutuhan, dengan memperhatikan aspek-aspek psikologis user (pengguna/pasien). misalnya latar belakang, agama dan kepercayaan, pandangan hidup, budaya, dan lain-lain. Aspek psikologis ini banyak yang bersimbiosis dengan teori-teori dasar psikologi yang menghasilkan terapi-terapi yang sangat beragam. Pada kesempatan kali ini akan dibahas beberapa macam metode terapi:
Makna hidup
Terapi iman, islam, dan ihsan
Terapi sholat malam
Terapi puasa
Terapi dzikir
Terapi dengan membaca al qur’an
Jika dilihat selintas terapi yang akan dibahas ini, berorientasi pada agama dan kepercayaan (islam) kecuali pada terapi makna hidup yang banyak berafiliasi dengan teori fenomenologis eksistensialis.


Makna hidup
Kajian psikologi akhir-akhir ini menujukkan suatu perkembangan yang kondusif berkenaan dengan dialog spiritual. Metode ini berawal dari Victor E. Frankl. Beliau merupakan seorang neuro-psikiater kelahiran Wina, Austria yang berhasil selamat keluar dari camp konsentrasi maut Nazi pada perang Dunia II, melalui usahanya untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan hidup bemakna (the will to meaning). Ternyata harapan untuk hidup bermakna dapat dikembangkan dalam berbagai kondisi, baik dalam keadaan normal, maupun dalam penderitaan (suffering), misalnya dalam kondisi sakit (pain), salah (guit), dan bahkan menjelang kematian sekalipun. Frankl mempelopori suatu model psikoterapi yang disebut “Logoterapi”. Logoterapi sering dimasukkan pada Existential Psychiatri dan Humanistic Psychology, karena dianggap sebagai aliran psikologi yang telah mapan.
Logoterapi berasal dari kata logos yang telah didopsi dari bahasa Yunani yang berarti “makna” (meaning) dan kata “ruhani” (spirituality). Logoterapi ditopang oleh filsafat hidup dan insight mengenai manusia yan mengaku adanya dimensi spiritual, selain dimensi somatic, dimensi psikologis, dan dimensi social pada eksitensi manusia, serta menekankan pada makna hidup dan kehendak untuk hidup bermakna sebagai potensi manusia. Dalam logoterapi ada pula kemampuan khas manusia, yaitu self-detachment dan self-trancendence yang menggambarkan mengenai adanya kebebasan dan rasa tanggung jawab.
Frankl berusaha mengembalikan kebebasan sebagai sesuatu yang berharga bagi manusia. Filsafat manusia yang mendasari logoterapi adalah semangat untuk hidup autentik guna mencapai kebebasan lewat upaya untuk hidup bermakna. Fisafat logoterapi mengisyaratkan tentang harapan besar mengenai masa depan kehidupan manusia yang lebih berharga dan bermakna. Teori tentang kodrat manusia dalam logoterapi dibangun atas tiga asumsi dasar, yang saling menopang antara satu dan yang lainnya :
Kebebasan bersikap dan berkehendak (the freedom to will)
Kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning)
Makna hidup (the meaning of life)
Mengenai the will to meaning, menurut Frankl merupakan motivasi utama yang terdapat pada manusia untuk mencari, menemukan, memenuhi tujuan dan arti hidup. Dalam hal ini Frankl mengkritik Sigmund Freud (the will to pleasure) dan Alfred Adler (will to power) yang masing-masing menganggap tujuan utama dari motivasi manusia adalah untuk mendapatkan kesenangan/kenikmatan (pleasure) dan kekuasaan (power). Yang mana Franlk memberi catatan bahwa kesenangan bukanlah semata-mata tujuan hidup manusia, melainkan “akibat sampingan” (by product) dari sebuah tujuan itu sendiri. Begitu juga dengan sarana untuk mencapai tujuan, bekan mencapai tujuan itu sendiri. Karena pada dasarnya pleasure dan power sebenarnya sudah tercakup dalam the will to meaning (kekuasaan merupakan sarana untuk mencapai makna hidup dan kesenagan merupakan efek samping yang dihasilkan dari terpenuhinya makna hidup tersebut).
Frankl mengangagap bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesifik, personal, sehingga masing-masing orang mempunyai makna hidup yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya.seorang logoterapis sama skali tidak memberikan makna hidup tertentu pada kliennya, ia hanya membantu memperluas cakrawala pandangan klien mengenai kemungkianan-kemungkinan menemukan makna hidup, serta membantu mereka untuk menyadari tanggung jawab dari setiap tujuan hidup mereka. Memilih, menentukan makna hidup sepenuhnya menjadi tanggung jawab klien, bukan tanggung jawab terapis. Logoterapi dapat membimbing manusia dalam melakukan kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang untuk menemukan makna hidup, yaitu :
Berkarya serta melakukan tugas hidup sebaik-baiknya, disebut creative values (nilai-nalai kreatif )
Berusaha mengalami dan menghayati setiap nilai yang ada dalam kehidupan itu sendiri, experiental values (nilai-nilai penghayatan)
Menerima berbagai bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti kedukaan, sakit yang tak bisa sembuh, kematian, setelah segala upaya telah dilakukan secara maksimal, yang disebut sebagai attitude vaues (nilai-nilai bersikap)
Ada beberapa problem eksistensial yang galibnya berusaha diatasi oleh filsafat logoterapi, yaitu Eksitential Frustration (frustasi ekstensial), Eksitetial Vacuum (kehampaan eksistensial), Noogenic Neurosis. Ketiganya merupakan istilah-istilah kunci dalam Logoterapi, satu sama lainnya saling berhubungan, serta merupakan konsep-konsep dasar dalam mengalami gangguan kejiwaan dalam kehidupan manusia kontemporer. Frustrasi eksistensial muncul ketika dorongan untuk hidup bermakna mengalami hambatan. Gejala-gejala dalam frustrasi ekstensial tidak terwujud secara nyata, karena pada umumnya bersifat laten dan terslubung (masked). Perilaku yang manandai frustasi eksistensial biasanya terungkap dalam berbagai usaha untuk memperoleh kompensasi besar melalui penyaluran hasrat untuk berkuasa (the will to power) atau bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure).
Frustrasi eksistensial sering ditemukan dalam gejala neurosis yang mana pada gejala ini logoterapi menandainya dengan istilah ”neurosis noogenik” yang berbeda dengan “ neurosis psikogenik”. Intilah ini merujuk pada sesuatu yang berkaitan dengan sisi spiritual manusia, yang tidak memiliki konotasi utama pada agama, namun kembali secara khusus pada eksistensi manusia.
Kahampaan eksistensial biasanya muncul dalam perilaku yang menunjukkan perasaan serba hampa, gersang, dan kebosanan yang berlebihan. Menurut Frankl , faktor yang menyebabkan meluasnya kehampaan eksistensial adalah dianutnya ideologi-ideologi tentang manusia bercorak reduksioistik, pandeterminisme, serta teori-teori homostatis. Wawasan tersebut menganggap eksistensi manusia sebagai system yang tertutup atau memandang manusia dari sudut pandang kemanusiaan yang sub human, dan dengan demikian mengembangkan berbagai model manusia yang berpola rat model,machine model, computer model, dan sebagainya. Wawasan ini mengingkari karakteristik khas manusia, seperti : kemampuan mentransendensikan diri, kemampuan mengambil jarak dengan lingkungan dan diri sendiri, kebebasan berkehendak, rasa tanggung jawab, dan spiritualitas.
Neurosis noogenik tidak muncul dari arahan konflik antara id-ego-super ego, konflik instingtif, trauma psikis, dan berbagai kompleks psikis lainnya, akan tetapi muncul dari problematika spiritual. Neorosis noogenik tidak mengakar pada dimensi psikis manusia, melainkan bersumber pada dimensi spiritual, dengan demikian neorosis ini tidak bersifat psikogen, tetapi spiritual/noogenik. Frustrasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang menyebabkan terjadinya neurosis jenis ini. Menurut Frankl, dalam kasus neurosis noogenik, terapi yang cocok dan memadai bukanlah psikoterapi, melainkan logoterapi; sebuah terapi yang berisi memasuki dimensi spiritual dari eksistensi manusia.
Out-put dari logoterapi biasa terlihat pada keribadian yang sehat, atau dalam istilah Frankl “pribadi yang mengatasi diri”. Inilah pribadi yang mampu melihat khidupan dunia tidak hanya dalam rangka pengejaran akan kekuasaan dan kenikmatan, tetapi lebih berhububungan dengan kemampuan untuk unyuk bermakna dalam semacam tegangan yang produktif anrata apa yang kita hayati sekarang, dengan prediksi dan pengandaian tentang apa yang kita hayati pada masa datang.
Cara terapis untuk membantu klien menemukan makna hidupnya:
Menunjukkan segala sesuatu yang secara potensial bermakna, namun untuk menentukan apa yang dianggap bermakna, hal itu terpulang pada individu itu sendiri.
Menunjukkan sumber-sember makna hidup
Membantu agar individu lebih menyadari tanggungjawab pribadi dalam memenuhi tujuan yang harus dicapai serta kewajiban yang harus ditunaikan.


Terapi Iman, Islam, Ihsan
Istilah terapi atau pengobatan dalam Islam disebut tahaibun. Istilah thaibun nabawi berasal dari bahasa Arab yang berarti pengobatan dengan mengikuti metode nabi Muhammad SAW. Metode ini sangat luar biasa dan canggih, lebih hebat dari metode pengobatan saat sekarng ini yang mengandalkan akal semata, yaitu :
Memahami hakikat kejadian manusia
Manusia diciptakan Allah SWT, ciptakan terdiri dari empat unsur lahir (angin, air, api, dan tanah) serta empat unsur batin (ruh, akal, nafsu, dan jasad). Keempat unsur itu wajib doberi makan agar kita tetap sehat wal afiat.
Iman adalah ‘itiqat, aqidah yang mantap, keyakinan yang mutlak kepada keesaaan Tuhan, iman itu sering naik turun (yazid wa yanqus). Iman dapat menyehatkan mental karena iman itu manjadi pengendali sikap, ucapan, tidakan, dan perbuatan. Yang mana jika tanpa adanya kendali itu orang-orang akan mudah melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atu orang lain dan dapat menimbulkan penyesalan dan kecemasan yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan jiwa. Iman dapat menyehatkan karena iman itu menjadi pengendali sikap, ucapan, tindakan, dan perbuatan. Tanpa kendali tersebut maka orang akan mudah melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atau orang lain dan dapat menimbulkan penyesalan dan kecemasan yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan jiwa.
Islam adalah syariat lahir atau fiqih (paham) yang tertulis dalam Al Qur’an dan Hadis, yang wajib diamalkan oleh umat islam sebagaimana yang diajarkan dan dicontohkan Rasullah SAW kepada para sahabat lalu diturunkan kepada tabi’in lalu ditunkan kepada tabi’ut tabi’in hingga sampai kepada kita secara turun-temurun. Menurut Abdul Mujib, realisasi motode islam ini dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan dari dalam setiap kondisi, yang mana kondisi ini merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kesehatan mental.
Kepribadian dalam Islam akan menciptakan kesehatan mental karena mencerminkan 5 karakter Muslim:
Karakter syahadatain, yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membersihkan diri dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif seperti materi dan hawa nafsu (QS. Al-Furqan:43). Selain itu karakter syahadatain juga menghendaki individu untuk selalu cinta dan mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi larangannya (QS al-Hasyr:7)
Karakter Mushalli, yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah (ditandai dengan takbir) dan dengan sesama manusia (ditandai dengan salam). Karakter mushalli menghendaki adanya kebersihan dan kesucian lahir yang diwujudkan dalam wudhu (QS. Al-Maidah: 1-2).
Karakter Muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan kesucian jiwa (QS. At-Taubah 103), serta untuk pemerataan kesejahteraan umat pada umumnya. Karakter Muzakki menghendaki adanya pencarian harta secara halal dan mendsitribusikannya secara halal pula. Ia menuntut adanya produktivitas dan kreativitas.
Karakter Sho’im, yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu rendah, seperti menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual pada waktu, tempat yang dilarang.
Karakter Haji, yaitu karakter yang mau mengorbankan harta, waktu bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah.
Ihsan adalah syariat atau perkara – perkara yang berhubungan dengan akhlak, perkara-perkara kerohanian. Imam Malik ra berkata “barang siapa befiqh (syariat lahir) tetapi tidak bertasawuf (syariat batin) maka fasiklah ia, dan barang siapa bertasawuf tetapi tidak berfiqh maka zindiklah ia (kafir tanpa sadar). Individu akan memperoleh kesehatan mental ketika dalam hidupnya selalu menempuh jalan yang baik serta berbuat baik. Orang yang berbuat baik berarti menempuh jalan yang baik, yaitu jalan yang tidak menanggung resiko, sehingga hidupnya terhindar dari permusuhan, pertikaian dan iri hati. Dalam kondisi seperti ini individu akan memperoleh kesehatan mental.


Terapi shalat malam (Tahajjud)
Sholat merupakan tiang agama, ini berarti sholat menunjang keimanan, syariah, dan menyempurnakan akhlak manusia.adapun letak aqidah keimanan dalam sholat terbagi menjadi 6 (Imam Ghozali), yaitu :
Komitmen untuk membesarkan Allah SWT (isi sholat)
Komitmen untuk mengagungkan Allah SWT
Komitmen untuk memuji Allah SWT
Komitmen untuk mensucikan Allah SWT
Komitmen untuk mengesahkan Allah SWT
Do’a
Pembentukan moral dan akhlak
Ihsan, akhlak, dan moral yang berarti ibadah sholat itu akan membntuk akhlak dan moral. Beberapa makna dalam gerakan sholat seperti, sujud yang mengajarkan manusia tawadhuk, rendah hati karena adanya sifat sombong dan apa yang kita banggakan semuanya akan jatuh kebawah. Harta jangan disombongkan karena tidak akan dibawa mati, pangkat jangan disombongkan karena ada waktu pensiun, ilmu jangan disombongkan karena datangnya pun dari Allah. Yang mana semuanya itu dilatih dengan sering mungkin sujud kepada Allah dalam sholat. Selanjutnya ruku yang mengagungkan Allah dan kesempurnaannya hanya milik Allah. Kesadaran pada waktu ruku karena menusia tidak ada yang sempurna. I’tidal untuk memuji Allah agar kita mau mensyukuri nikmat dan jangan menjadi orang yang serakah dan kufur nikmat. Salam merupakan penjabaran dari silahturahmi antara satu mukmin dengan mukmin yang lain.
Gerakan yang mengandung energi
Dalam buku kuno Cina mengungkapkan periode alam semesta dalam 24 jam terjadi dalam beberapa periode. Dalam buku itu menjawab ada hubungan antara manusia dengan alam semesta melalui waktu sholat. Terbukti bahwa energi alam dengan manusia terjadi sirkulasi yang amat seimbang, makanya Allah mentapkan waktu-waktu sholat. Hal ini dikaji menurut ilmuwan Cina, yaitu :
• Ada energi api yang akan keluar jam 12.00 siang sampai sore, untuk mengobati jantung dan ginjal
• Dalam gerakan sholat ashar adalah siklus dari panas ke dingin, mereka menyebutnya terapi kandung kemih. Secara alamiah gerakan sholat ashar itu memisahkan zat-zat kimia dalam tubuh kita
• Ada energi air yang kekur pada waktu jam 6 sore setelah terbenamnya matahari, yang disebut mereka bahwa sholat mgrib itu menterapi ginjal
• Gerakan sholat isya, yaitu setelah mega merah menghilang, ini disebut sebagai terapi yang mengurangi kelebihan energi. Ada energy kayu yang keluar pada jam 11 malam, dia yang mengancurkan racun-racun yang ada didalam tubuh kita dan menurut ilmuan Cina racun itu membakar kayu untuk membuang racun di otak
• Pada jam 2 pagi otak dibersihkan oleh energy kayu, dan selanjutnya Allah menyediakan dan mengisinya untuk sholat tahajud pada waktu sepertiga malam. Seorang ilmuwan dari Jerman melakukan penelitian, Prof. Dr. Sholeh seorang guru besar Univesitas Airlangga, telah membuktikan bahwa tahajud yang teratur dan disiplin akan mencegah kanker, stres, dan infeksi oleh sebab itu jika orang melakukannya dengan teratur maka akan memiliki emosi yang positif
• Pada jam 3 pagi ada energy logam yang menterapi kita dan jam 6 pagi malakukan sholat dhuha untuk menterapi pencernaan.
Dalam gerakan sholat ini ilmuan Cina membaginya kedalam l9 gerakan atau disebut juga gerakan superyoga, karena energi itu akan masuk kedalam syaraf tangan dan cara yang paling tepat untuk menangkap itu ialah dengan takbir ketika akan memulai sholat dan takbir ketika bangun dari ruku. Ketika ruku itu akan melenturkan memori otak dan ginjal, sedangkan ketika sujud memperlancar korener dan oksigen. Duduk pada tahiyat awal dapat membakar mengefektifkan kelenjer keringat dan pencegahan pengapuran, sedangkan pada tahiyat akhir dapat menterapi keseimbangan dan wasir. Duduk antara dua sujud mereka sebut dengan duduk keperkasaan karena menarik syaraf dibawah lutut dan pangkal paha.


Terapi puasa
Puasa sangat menyehatkan untuk tubuh dan dapat menjadi suatu metode detoksifikasi (pembersihan darah) yang sangat baik. Abdul Mujib, M. Ag dan Jusuf Mudzakir, Msi, dalam buku berjudul Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, menulis dengan puasa fisik seperti menahan lapar, minum, dan hubungan seksual, maupun puasa psikis seperti manahan hawa nafsu dari mencuri, marah, dengki, iri hati, angkuh, perilaku agrsif dan sebagainya, maka akan mengobati rasa sakit seseorang yang bersemayam dihatinya.
Saat tubuh kita sedang bepuasa, semua organ bekerja ringan. Organ pencernaan bisa berisirahat dan system kekebalan bisa bekerja secara maksimal. Sehingga kerja tubuh menjadi ringan yang membuat terjadinya perbaikan pada kerusakan yang diderita oleh tubuh.
Gangguan jiwa yang parah teryata dapat direduksi dengan berpuasa. Gangguan mental yang lain seperti susah tidur, rendah diri, dan cemas berlebihan dapat dikurangi dengan terapi puasa. Hal ini dibuktikan melalui sebuah penelitian di sebuah Rumah Sakit Grace Square, New York. Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Nicolayey, guru besar di The Moscow Psychiatric Institute. Nicolayey membandingkan dua kelompok penderita gangguan kejiwaan dengan satu kelompok yang mnedapat terapi medis, sedangkan yang lain mendapatkan terapi puasa yang dilakukan masing-masing selama 30 hari. Dari eksperimen itu disimpulakan bahwa pasien yan gtidak dapat disembuhkan dengan terapi medis dapat disembuhkan dengan terapi puasa. Selain itu orang-orang tersebut juga tidak mengalami kekambuhan salama 6 tahun kemudian.
Sedangkan menurut beberapa penelitian lain, puasa dapat memperbaiki kolesterol darah. Kadar kolesterol darah yang tinggi dalam jangka panjang akan menyumbat saluran pembuluh darah dalam dentuk aterosklerosis (pengapuran atau pengerasan pembuluh darah). Yang mana dari hasil panelitian ini dapat miningkatkan kolesterol darah HDL, yang dikenal sebagai kolesterol darah baik karena dapat menurangi resiko terkadinya aterosklerosis, sebesar 25 mg persen dan menurunkan lemak trgliserol sekitar 20 mg persen. Lemak trigliserol merupakan bahan pembentuk kolesterol LDL yang dikenal sebagai kolesterol jahat, karena memiliki sifat berlawanan dengan HDL. Dengan puasa dapat mengurangi risiko terjadinya stoke.
Manfaat puasa yang lain juga dapat dibuktikan secara alamiah adalah peremajaan kambali dan perpanjangan harapan hidup. Metabolism yang lebih rendah, produksi protein yang lebih efsian, meningkatnya system kekebalan, dan bertambahnya produsi hormon, berkontribusi terhadap manfaat puasa. Agar member manfaat yang optimal, puasa yan gdilaksanakan mesti sesuai dengan kaidah agama dan kesehatan, berikut beberapa tips:
Minum yang cukup, sekitar 8-10 gelas per hari. Untuk kebutuhan kalori dengan kebutuhan pria 2.100 kalori dan wanita 1.900 kalori, yang mana kalori sebanyal ini dapat dipenuhi dengan makan dan minum yang disantap selama sahur dan berbuka yang memenuhi standar gizi, yaitu 50% karbohidrat, 25% lemek, 10-15 % protein, vitamin dan mineral secukupnya.
Walau kurang nafsu atau mengantuk, hendaknya tetap melakukan makan sahur. Dengan makan tidak terlalu kenyang, kira-kira sepertiga dari kebutuhan kalori sehari. Jika tidak bisa makan nasi dalam jumlah yang banyak sebaiknya makanla makanan ringan dahulu. Untuk mencegah sembelit sebaiknya sayur dan buah dikonsumsi satiap hari.
Ketika berbuka tidak makan sekaligus banyak, tetapi secara bertahap, dimilai dengan menikamti makanan ringan atau minum yang manis-manis.
Beristirahatlah pada siang hari, guna menghindari keluarnya keringat yang banyak. Jika ingnberolahraga pada sore hari sekitar satu atau setengah jam saja sebelum berbuka.


Terapi zikir
Kunci keberhasilan dari terapi zikir, yaitu :
Perasaan yang ikhlas kepada sang pencipta yaitu Allah
Memiliki keyakinan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Allah di dunia ini yang bisa mengalahkan Allah yang menciptakannya
Memiliki keyakinan bahwa manusia cipataan Allah yang mulia
Proses tahapan model terapi dzikir, ialah:
• Pilihlah posisi yang nyaman, seperti duduk dikursi, besila, namun bila sedang sakit posisi tiduran atau seperti posisi saat sholat
• Tenangkan diri sampai benar-benar nyaman
• Lalu mulailah menyebutkan kata atau kalimat dalam hati dengan tenang secara perlahan, sesuiakan dengan kyakinan yang dimiliki, missal jika kamu seorang muslim silahkan berdzikir, jika beragama Budha boleh menggunakan mantra Budha, jika Katolik boleh menggunakan Doa Salam Maria, Doa Jesus atau yang lainnya. Pilih yang sesuai dengan kita.
• Setelah beberapa waktu, sambil tetap Model Dzikir mulailah melakukan teknik nafas berikut :
Tarik nafas perlahan
Buang nafas melalui mulut sebanyak-banyaknya sampai posisi kita membungkuk tentuk jika memilih posisi duduk atau posisi brsujud, jika memilih posisi sholat usahakan dahinya menyentuh lantai. Terus buang nafas sampai perut dan paru-paru sangat kempis. Dalam posisi sijud dengan kepala tetap menyentuh lantai, boleh menahan nafas bebrap saat.
Terus lakukan a dan b sampai benar-benar merasa nyaman dan lega
Manfaat dari terapi dzikir sangat banyak, terutama untuk menetralisir beban fikiran atau perasaan yang sering kali menghampiri setiap harinya. Masalah utama pada manusia ialah bagaimana supaya timbul keikhlasan dan problem yan gberada didalam fikiran dan hati bisa dikendalikan. Sering kali seseorang streaa/ depresi dan pergi ke dokter setelah itu dokter akan member obat penenang supaya dapat tidur dan merasa fresh. Tetapi ketika kita terjaga dari tidur reaksi obat sudah habis maka apa yang kita rasakan sebelumnya akan timbul kembali. Dengan kata lain persoalan tidak akan hilang, namun kita akan menjadi ketergantungan dengan obat. melalui terapi dzikir kita berupaya untuk mengatasi/ mengendalikan bukan lari dari persoalan.


Terapi baca Al Qur’an
Isalm adalah agama yang sangat memperhatikan kesehatan umatnya. Yang mana ibadah yang sehari-hari dilakukan tidak hanya berdimensi ritual yang berpahala., tetapi mempunyai manfaat ari isi kesehatan. Bacaan Al Qur’an dan bacaan sholat misalnya, mengandung hikmah dan mencegah penyakit. Dengan membaca ayat-ayat tertentu dan membacanya sebagus mungkin, lalu didengarkan dan dihayati ayat-ayat tersebut, insya Allah penyakit jantung bias sembuh, ungkap Owner Kalim Publishing, Bambang Suprianto.
Penelitaian yang berhasil membuktikan bahwa dengan mendengar bacaan Al Qur’an, seorang muslim baik dengan bahasa Arab maupun tidak, dapat merasakan perubahan fisiologis yang besar, seperti penurunan depresi, kesedahan, bahkan dapat, memperoleh ktenangan dan menolak berbagai penyakit. Penemuan ini menggunakan alat elektonik mutakhir untuk mendeteksi jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap listrik. Penemuan itu menunjukkan bahwa bacaan Al Qur’an berpengaruh besar, hingga 97 % dalam memberikan ketegangan dan penyembuhan penyakit. Ini merupakan hasil penelitian Al Qadidi Klims Besar, Florida, Amerika Serikat.
Didalam masyarkat yang mengamalkan moral Al Qur’an, orang-orangnya sangat menghargai satu sama lainnya. Setiap orang selalu berusaha agar orang lain merasa nyaman dan aman, karena menurut ajaran islam solidaritas, persatuan, dan kerja sama merupaka hal yang penting. Setiap orang merasa berkewajiban untuk mendahulikan kenyamanan dan kepentingan orang lain. Surat Al Hashr : 9, menyebutkan contoh moralitas dari orang-orang yang beriman :
Mereka yang lebih dulu tinggal di Madinah, dan telah beriman sebelum mereka dating, mencintai merekayang datangkepada mereka untuk berhijrah, dan tak terbetik keinginan dihati mereka barang-barang yang diberikan kepada mereka, melainkan mendahulukan mereka dibanding dirinya sendiri meskipun mereka sendiri sangat membutuhkannya. Siapa yang terpelihara dari ketamakan, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
PENUTUP
Terapi yang sering dipraktekkan dalam psikologi lebih banyak bersumber dari ilmu psikologi barat yang dasarnya adalah ilmu psikoanalisa, behavioris dan humanistic. Terapi ini belum tentu sesuai dengan budaya di Timur, karena perbedaan budaya agama, adat istiadat dan falsafah hidup.
Sehingga perlu kiranya mengembangkan terapi yang bersumber dari kearifan timur dengan menggali kembali sumber-sumber yang sudah ada. Misalnya yang berasal dari agama (Islam, Hindu, Budha, Tao dll), ataupun yang bersumber dari budaya (India, Cina dll).
Terapi-terapi yang dibahas disini, adalah sekilas lebih kepada terapi yang ada dan berkembang dalam dunia Islam. Hanya satu budaya dan agama saja bisa diciptakan beberapa terapi (sesuai dengan kebutuhan), apalagi jika mengeksplorasi budaya dan agama yang ada. Terapi yang dibahas masih jauh dari sempurna, bahkan masih terasa lebih kearah filosofis. Butuh waktu dan keuletan untuk menggali dan mengembangkan lebih lanjut kearah yang lebih sempurna.
Terapi dalam Islam, misalnya terapi Shalat mengungkapkan rahasia dibalik shalat terutama shalat malam, dengan menganalisis waktu dan gerakan. Terapi yang lain misalnya terapi Puasa, Terapi Iman, Islam dan Ihsan, dan terapi-terapi lain. Inti terapi ini adalah bagaimana seseorang dapat memaknai suatu makna secara filosopis, dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Rasa ikhlas tidak lepas dari terapi-terapi yang dijelaskan disini. Terapi zikir dan terapi baca Al-Qur’an adalah contoh terapi yang diupayakan mensinkronisasikan antara bacaan lisan dan bacaan qalbu (hati). Jika lisan dan qalbu terjaga, diharapkan tingkah laku (psikomotor) dapat dikendalikan.

http://www.psychologymania.co.cc

Read More......

SEJARAH PENANGANAN GANGGUAN KESEHATAN MENTAL DI DUNIA ISLAM

Peradaban Barat kerap mengklaim bahwa Philipe Pinel (1793) merupakan orang pertama yang memperkenalkan metode penyembuhan penyakit jiwa. Tak cuma itu, Barat juga menyatakan rumah sakit jiwa (RSJ) pertama di dunia adalah Vienna's Narrenturm yang dibangun pada tahun 1784. Benarkah klaim peradaban Barat itu?
Klaim itu tentu sangat tak berdasar. Sebab, jauh sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa berikut tempat perawatannya, pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed Ibrahim B P.hD dalam bukunya berjudul "Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times", mengatakan, rumah sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para dokter dan psikolog Islam beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya.

Hampir semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah sakit jiwa. Selain di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah insane asylum juga terdapat di kota Fes, Maroko. Selain itu, rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di Kairo, Mesir pada tahun 800 M. Pada abad ke-13 M, kota Damaskus dan Aleppo juga telah memiliki rumah sakit jiwa.
Mari kita bandingkan dengan Inggris. Negara terkemuka di Eropa itu baru membuka rumah sakit jiwa pada tahun 1831 M. Rumah sakit jiwa pertama di negeri Ratu Elizabeth itu adalah Middlesex County Asylum yang terletak di Hanwell sebelah barat London. Pemerintah Inggris membuka rumah sakit jiwa setelah mendapat desakan dari Middlesex County Court Judges. Setelah itu Inggris mengeluarkan Madhouse Act 1828 M.
Lalu bagaimana peradaban Islam mulai mengembangkan pengobatan kesehatan jiwa? Menurut Syed Ibrahim, berbeda dengan para dokter Kristen di abad pertengahan yang mendasarkan sakit jiwa pada penjelasan yang takhayul, dokter Muslim justru lebih bersifat rasional.
Para dokter Muslim mengkaji justru melakukan kajian klinis terhadap pasien-pasien yang menderita sakit jiwa. Tak heran jika para dokter Muslim berhasil mencapai kemajuan yang signifikan dalam bidang ini. Mereka berhasil menemukan psikiatri dan pengobatannya berupa psikoterapi dan pembinaan moral bagi penderita sakit jiwa.
''Selain itu, para dokter dan psikolog Muslim juga mampu menemukan bentuk pengobatan modern bagi penderita sakit jiwa seperti, mandi pengobatan dengan obat, musik terapi dan terapi jabatan,'' papar Syed Ibrahim.
Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spritual dan kesehatan psikologi.
Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb . Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.
Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya. Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia, depresi bisa disebabkan alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.
Selain al-Balkhi, peradaban Islam juga memiliki dokter kejiwaan bernama Ali ibnu Sahl Rabban al-Tabari. Lewat kitab Firdous al-Hikmah yang ditulisnya pada abad ke-9 M, dia telah mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan kedokteran.
Menurut dia, untuk mengobati pasien gangguan jiwa membutuhkan konseling dan dan psikoterapi. Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau keyakinan yang sesat. Untuk mengobatinya, kata al-Tabari, dapat dilakukan melalui ''konseling bijak''. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas dan punya humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan diri pasiennya.
Melalui kitab yang ditulisnya yakni El-Mansuri dan Al-Hawi , dokter Muslim legendaris al-Razi juga telah berhasil mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental.
Al-Razi juga tercatat sebagai dokter atau psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad. Pemikir Muslim lainnya di masa keemasan Islam yang turut menyumbangkan pemikirannya untuk pengobatan penyakit kejiwaan adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran.
Selain itu, Ibnu Zuhr, alias Avenzoar juga telah berhasil mengungkap penyakit syaraf secara akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi neuropharmakology modern. Yang tak kalah penting lagi, Ibnu Rusyd atau Averroes ilmuwan Muslim termasyhur - telah mencetuskan adanya penyakit Parkinson’s.
Sejarawan Francis Bacon menyebut Al-Haitham sebagai ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar psychophysics dan psikologi eksperimental. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukannya, Bacon merasa yakin bahwa Al-Haitham adalah sarjana pertama yang berhasil menggabungkan fisika dengan psikologi, dibandingkan Fechner yang baru menulis Elements of Psychophysics pada tahun 1860 M. Begitulah, kedokteran dan psikologi Islam mengembangkan pengobatan penyakit jiwa.

Utang Budi Kedokteran Modern
Kontribusi umat Islam bagi peradaban manusia adalah fakta yang tak terbantahkan. Para sejarawan sains Barat dalam sebuah konferensi mengakui bahwa dunia kedokteran modern berutang begitu banyak terhadap para ilmuwan Muslim di era keemasan Islam. Betapa tidak, dokter Muslim di era kekhalifahan merupakan perintis diagnosis dan penyembuhan beragam penyakit.
Dr Emilie Savage-Smith dari St Cross College di Oxford mengungkapkan, Islam adalah peradaban pertama yang memiliki rumah sakit. Menurut dia, rumah sakit pertama di dunia dibangun Kekhalifahan Abbasiyah di kota Baghdad, Irak sekitar tahun 800 M. ''Rumah sakit yang berdiri di Baghdad itu lebih mutakhir dibandingkan rumah sakit di Eropa Barat yang dibangun beberapa abad setelahnya,'' papar Savage-Smith seperti dikutip Independent.
Savage-Smith mengungkapkan, rumah sakit (RS) Islam terbesar di zaman keemasan dibangun di Mesir dan Suriah pada abad ke-12 dan 13 M. Pada masa itu, RS Islam sudah menerapkan sistem perawatan pasien berdasarkan penyakitnya. Menurut Savage-Smith, pembangunan sebuah sistem rumah sakit yang begitu luas merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam peradaban Islam pada abad pertengahan.
''Peradaban Islam pada abad ke-10 M untuk pertama kalinya memperkenalkan sistem pendidikan kedokteran secara langsung di rumah sakit,'' papar Savage-Smith. Ia pun mengagumi Islam yang mengajarkan umatnya untuk merawat seluruh jenis penyakit tanpa memandang status ekonomi pasiennya.
Menurut dia, rumah sakit Islam pada era kejayaannya terbuka bagi semua; laki-laki, perempuan, warga sipil, militer, kaya, miskin, Muslim dan non-Muslim. Pada masa itu, kata Savage-Smith, rumah sakit memiliki beragam fungsi yakni sebagai; pusat perawatan kesehatan, rumah penyembuhan bagi pasien yang sedang dalam tahap pemulihan dari sakit atau kecelakaan.
Selain itu, ungkap Savage-Smith, peradaban Islam juga sudah memiliki rumah sakit jiwa atau insane asylum. Menurut dia, masyarakat Muslim juga tercacat sebagai yang pertama mendirikan dan memiliki rumah sakit jiwa. Rumah sakit pada era keemasan Islam juga berfungsi sebagai tempat perawatan para manusia lanjut usia (manula) yang keluarganya kurang beruntung.
Smith-Savage menuturkan, para dokter Muslim menguasai dunia kedokteran berkat upaya penerjemahan terhadap karya-karya kedokteran Yunani klasik. Tak cuma menerjemahkan, namun para dokter Muslim pun mengembangkan, menemukan serta menulis buku-buku kedokteran.
Para dokter Muslim pun berhasil menemukan sejumlah penyakit, cara pengobatan hingga penyembuhannya. Menurut Smith-Savage, dokter Muslim telah mampu menjelaskan beragam jenis penyakit infeksi seperti cacar air. Selain itu, kedokteran Islam juga menemukan penyakit yang sebelumnya tak diketahui manusia, seperti kataraks. Bahkan, kedokteran Islam juga telah berhasil melakukan operasi atau bedah.
Peradaban Barat pun belajar dan mengembangkan hasil penemuan dan penelitian di bidang kedokteran. Tanpa kontribusi kedokteran Islam, boleh jadi dunia Barat tak akan menguasai ilmu kedokteran seperti saat ini.(rpb)

Sumber dari: www.suaramedia.com
http://www.psychologymania.co.cc/2010/03/sejarah-penanganan-gangguan-kesehatan.html

Read More......

Etika Psikologi Eksperimen

Dalam melakukan penelitian, ada aturan-aturan, etika-etika yang harus di taati. Penelitian yang memenuhi kaidah ilmu pengetahuan dibatasi oleh beberapa peraturan, khususnya yang berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian eksperimen dan pengguna hasil penelitian eksperimen. Merujuk pada suatu etika penelitian eksperimen dalam psikologi yang diterbitkan oleh British Psychological Society (BPS) dan American Psychological Association (APA), maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penelitian psikologi, termasuk penelitian dengan metode eksperimen.

Berikut Etika Penelitian Eksperimen:
Kebebasan bagi publik untuk dapat mengakses hasil penelitian
Menjaga kerahasiaan subjek penelitian
Mengirimkan hasil penelitian kepada subjek
Memberikan hal subjek dan meminta persetujuan terlebih dahulu untuk kesediaan menjadi subjek penelitian, dengan memeberitahukan konsekuensi yang muncul dalam penelitian. Kalau diperlukan ada penandatanganan kontrak tertulis dengan hak dan kewajiban yang jelas.
Memberitahukan secara jujur dan jelas kepada subjek tentang prosedur penelitian yang telah dilakukan, termasuk hal-hal yang disembunyikan oleh peneliti. Hal ini dilakukan setelah penelitian usai.
Memberikan terapi atau bantuan kepada subjek yang mengalami akibat negatif baik secara fisik atau psikis dari penelitian, sampai kembali sehat seperti keadaan semula sebelum penelitian
Penelitian yang melibatkan binatang harus memperhatikan akibat negatif yang mungkin dialami binatang, seperti indra melemah, menyendiri, memar atau luka fisik, kelaparan dan penggunaan bahan ekstrim (listrik, bahan kimia)

(Shaugghnessy, jj & Zechmeister, EB, 1990 dalam http://www.psychologymania.co.cc)

Read More......

Sunday, October 24, 2010

PERSONALITY DISORDER TERAPHY

Terapi psikodinamik bertujuan untuk mengubah pandangan individu saat ini tentang masalah-masalah pada masa kanak-kanak yang diasumsikan menjadi penyebab dari gangguan kepribadian, misalnya terapis membimbing individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif pada kenyataan bahwa pencarian kasih sayang dari orang tua pada masa kanak-kanak dengan cara menjadi sempurna tidak perlu dilakukan pada masa dewasa. Ia tidak harus menjadi sempurna untuk memperoleh penerimaan dari orang lain, sehingga ia berani mengambil risiko dan membuat kesalahan.

Terapis behavioral dan kognitif lebih menekankan perhatian pada faktor situasi daripada sifat. Terapis behavioral dan kognitif cenderung menganalisa masalah individu yang merefleksikan gangguan kepribadian. Sebagai contoh, individu yang didiagnosa memiliki kepribadian paranoid atau avoidant bersifat sangat sensitif terhadap kritik. Sensitivitas tersebut dapat dikurangi dengan behavioral rehearsal (social skills training), systematic desentizitation, atau rational-emotive behavior therapy. Contoh lain dapat dilihat pada individu dengan kepribadian paranoid yang bersifat hostile dan argumentatif ketika menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap orang lain.

Dalam hal ini, terapis behavior dapat membantu individu paranoid belajar untuk mengutarakan ketidaksetujuan dalam cara yang lebih baik. Bagi mereka dengan kepribadian avoidant, social-skills training dalam suatu kelompok dapat membantu mereka untuk lebih asertif terhadap orang lain.

Pada terapi kognitif, gangguan dianalisa dalam hubungannya dengan logical errors dan dysfunctional schemata. Misalnya, pada terapi kognitif bagi individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, pertama-tama dibantu untuk menerima konsep bahwa perasaan dan tingkah laku merupakan fungsi dari pikiran. Kesalahan berpikir (errors in logic) kemudian dieksplorasi, misalnya saat individu menyimpulkan bahwa ia tidak mampu melakukan semua hal dengan benar hanya karena kegagalan dalam satu hal saja (melakukan overgeneralisasi). Selain itu, terapis juga mencari asumsi atau skema dysfunctional yang mungkin mendasari pikiran dan perasaan individu tersebut, misalnya keyakinan individu bahwa setiap keputusan harus selalu benar.

Terapi Untuk Kepribadian Ambang (Borderline Personality)
Pada individu dengan kepribadian borderline, rasa percaya sulit diciptakan dan dijaga, sehingga mempengaruhi huubungan terapeutik. Individu cenderung mengidealkan dan menjelek-jelekkan terapis, meminta perhatian khusus pada satu waktu, memohon pengertian dan dukungan, tetapi tidak mau membahas topik-topik tertentu. Apabila tingkah laku individu sudah tidak dapat dikendalikan atau ketika ancaman bunuh diri tidak dapat diatasi lagi, maka sering kali individu tersebut perlu dirawat di rumah sakit.

Pada farmakoterapi bagi individu berkepribadian borderline, diberikan beberapa macam obat. Umumnya obat-obatan yang diberikan tersebut merupakan antidepresan dan antipsikotik. Berikut ini terdapat dua jenis terapi bagi individu yang berkepribadian borderline.

• Object-Relations Psychoterapy
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk memperkuat ego yang lemah, sehingga individu tidak lagi melakukan dikotomi. Selain itu, individu juga diberi saran konkret untuk bertingkah laku adaptif dan merawat individu di rumah sakit jika tingkah lakunya membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

• Dialectical Behavior Therapy (DBT)
DBT merupakan pendekatan yang mengkombinasikan client-centered empathy dan penerimaan dengan menyelesaikan masalah secara kognitif-behavioral dan social-skills training. DBT mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:
1. Mengajari individu untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku dan emosi yang ekstrem.
2. Mengajari individu untuk menoleransi perasaan distress.
3. Mengajari individu belajar untuk mempercayai pikiran dan emosinya sendiri.

Istilah ”dialectic” mengacu pada sikap yang berlawanan, yaitu di mana terapis harus menerima individu borderline apa adanya sekaligus membantu individu tersebut untuk berubah. Istilah ”dialectic” juga mengacu pada kenyataan bahwa individu borderline tidak perlu membagi dunia secara dikotomi, tetapi dapat mencapai suatu sintetsis. Dengan kata lain, salah satu tujuan DBT adalah mengajari individu untuk memandang dunia secara dialektik, suatu pemahaman bahwa hidup terus berubah dan suatu hal tidak semuanya buruk atau semuanya baik.

Sedangkan aspek kognitif-behavioral dari DBT, baik yang dilakukan secara individual atau dalam kelompok, terdiri dari membantu individu belajar menyelesaikan masalah, membantu untuk memperoleh penyelesaian masalah yang lebih efektif dan dapat diterima secara sosial dan mengendalikan emosi, meningkatkan kemampuan interpersonal, dan mengendalikan amarah dan kecemasan.

Terapi Untuk Psychopathy
Kebanyakan ahli menyatakan bahwa membantu individu dengan kepribadian psychopathy untuk berubah merupakan hal yang sia-sia. Hal tersebut dikarenakan individu tidak dapat dan tidak termotivasi untuk membina hubungan yang jujur dan menumbuhkan kepercayaan pada terapis. Namun, pendapat tersebut ternyata tidak sesuai dengan hasil-hasil penelitian tentang psikopat.

Hasil penelitian membuktikan bahwa psikoterapi psikoanalitik sangat membantu dalam beberapa hal, seperti hubungan interpersonal yang lebih baik, peningkatan kapasitas dalam perasaan menyesal dan empati, mengurangi kebiasaan berbohong, terbebas dari masa percobaan, dan bertahan pada satu pekerjaan. Efek yang serupa juga dapat dilihat pada beberapa penelitian yang menggunakan teknik kognitif-behavioral. Semakin muda individu, maka semakin baik efek yang dihasilkan dari terapi.

Banyak penderita psychopathy yang dipenjara karena melakukan tindak kriminal. Namun sayangnya, sesuai dengan pendapat para kriminolog, sistem yang diterapkan di penjara lebih menyerupai sekolah kriminal daripada tempat di mana para psychopath dan pelaku tindak kriminal direhabilitasi. Bagaimanapun juga, terdapat bukti bahwa psikopat biasanya mulai hidup lebih baik di usia dewasa madya (40-an). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perubahan biologis, insight terhadap self-defeating (mengalahkan diri sendiri), atau merasa lelah dan tidak dapat melanjutkan hidup yang penuh dengan tipuan, bahkan kekerasan.


Sumber:
Davidson, Gerald C., John M. Neale, & Ann M. Kring. (2004). Abnormal Psychology (9th edition). US: John Wiley & Sons, Inc.

Read More......

PERSONALITY DISORDER (DSM-IV TR)

Kita semua memiliki gaya berperilaku dan cara tertentu dalam berhubungan dengan orang lain, beberapa dari kita adalah tipe teratur, yang lain ceroboh. Beberapa dari kita memilih mengerjakan tugas sendiri, yang lain lebih sosial. Beberapa dari kita tipe pengikut, yang lain memimpin. Beberapa dari kita terlihat kebal menerima penolakan dari orang lain, sementara yang lain menghindari inisiatif sosial karena takut dikecewakan. Saat pola perilaku menjadi begitu tidak fleksibel atau maladaptive sehingga dapat menyebabkan distress personal yang signifikan atau mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, maka pola perilaku tersebut dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian.

Gangguan kepribadian adalah kelompok gangguan yang sangat heterogen. Gangguan tersebut diberi kode pada aksis ii dalam dsm dan dianggap sebagai pola perilaku dan pengalaman internal yang bertahan lama, pervasif, dan tidak fleksibel yang menyimpang dari ekspektasi budaya orang yang bersangkutan dan dapat menggangu dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Beberapa diantaranya dapat menyebabkan distress emosional. Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap situasi serta menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari.


GANGGUAN KEPRIBADIAN DIGOLONGKAN MENJADI TIGA KELOMPOK DALAM DSM-IV-TR, YAITU:

1. KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)

Gangguan kepribadian yang ditandai perilaku aneh dan eksentrik, terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini sering memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, atau mereka menunjukkan sedikit atau tidak adanya minat dalam mengembangkan hubungan sosial.

Etiologi kelompok A

Berbagai studi tentang keluarga memberikan beberapa bukti bahwa gangguan kepribadian kelompok a berhubungan dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien mengalami kelemahan kognitif dan kurangnya fungsi neuropsikologis yang sama dengan terjadinya skizofrenia. Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki rongga otak yang lebih besar dan lebih sedikit bagian abu-abu di lobus temporalis.

2. KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)

Kelompok gangguan ini mencakup terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionic, dan narcissistic. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan, tidak dapat diramalkan, self centered, emosional dan eratik (tidak menentu atau aneh). Orang-orang dalam kelompok ini memiliki ksulitan dalam membntuk dan membina hubungan.

3. KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)

Kelompok gangguan ini terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsessive-compulsive. Meskipun ciri danri masing-masing gangguan ini berbeda, namun gangguan ini sama-sama memiliki komponen berupa rasa cemas dan ketakutan.

Etiologi kelompok C

Tidak banyak data yang menjelaskan penyebab dari gangguan kepribadian kelompok anxoius/fearful. Salah satu penyebab yang memungkinkan adalah hubungan antara orang tua dan anak. Sebagai contoh, gangguan kepribadian dependen disebabkan oleh pola asuh yang overprotektif dan authoritarian, sehingga menghambat berkembangnya self-efficacy.

Di samping itu, gangguan kepribadian dependen juga dapat disebabkan oleh masalah attachment. Pada masa kanak-kanak, anak mengembangkan attachment terhadap orang dewasa dan menggunakan orang dewasa tersebut sebagai dasar yang aman untuk mengeksplorasi dan mengejar tujuan lain. Perpisahan dari orang dewasa dapat menimbulkan kemarahan dan distress. Seiring dengan proses perkembangan, anak tersebut kemudian menjadi tidak terlalu dependen pada figur attachment. Pada attachment yang tidak normal, perilaku yang dapat dilihat pada individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen merefleksikan kegagalan dalam proses perkembangan yang biasanya, yang muncul dari gangguan pada hubungan awal antara orang tua dan anak yang disebabkan oleh kematian, pengabaian, penolakan, atau pengasuhan yang overprotektif.

Individu yang mengalami gangguan ini menggunakan berbagai cara untuk menjaga hubungan dengan orang tua atau orang lain, misalnya dengan selalu menuruti mereka.
Sedangkan gangguan kepribadian avoidant kemungkinan merefleksikan pengaruh lingkungan, di mana anak diajarkan untuk takut pada orang dan situasi yang pada umumnya dianggap tidak berbahaya. Misalnya ayah atau ibu memiliki ketakutan yang sama, yang kemudian diturunkan pada anak melalui modeling. Kenyataan bahwa gangguan ini terjadi di keluarga, dapat mengindikasikan adanya peran faktor genetik.

Freud berpendapat bahwa obsessive-compulsive personality traits disebabkan oleh fiksasi pada tahap awal dari perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik kontemporer menjelaskan bahwa gangguan kepribadian obsesif-kompulsif disebabkan oleh ketakutan akan hilangnya kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai contoh, seorang pria workaholic yang kompulsif kemungkinan takut bahwa hidupnya akan hancur jika ia bersantai-santai dan bersenang-senang.


KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)

1. PARANOID PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID)

Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang kuat terhadap orang lain. Mereka juga diliputi keraguan yang tidak beralasan terhadap kesetiaan orang lain atau bahwa orang lain tersebut dapat dipercaya.

Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa dirinya diperlakukan secara salah dan dieksploitasi oleh orang lain sehingga berperilaku selalu waspada terhadap orang lain.
Mereka sering kali kasar dan mudah marah terhadap apa yang mereka anggap sebagai penghinaan. Individu semacam ini enggan mempercayai orang lain dan cenderung menyalahkan mereka serta menyimpan dendam meskipun bila ia sendiri juga salah. Mereka sangat pencemburu dan tanpa alasan dapat mempertanyakan kesetiaan pasangannya.
Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga jarak dengan orang lain, mereka tidak hangat. Gangguan kepribadian paranoid paling banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Gangguan ini banyak dialami bersamaan dengan gangguan kepribadian schizotipal, borderline, dan avoidant.
Prevalensi pada gangguan ini adalah berkisar 2 persen dari populasi pada umumnya.
Gangguan paranoid memiliki perbedaan diagnosis dengan skizofrenia, karena pada gangguan paranoid tidak muncul simtom halusinasi dan delusi. Perbedaannya dengan gangguan borderline adalah gangguan paranoid lebih sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan perbedaannya dengan gangguan antisosial adalah paranoid tidak memiliki sejarah antisosial. Perbedaannya dengan schizoid adalah gangguan ini tidak memiliki ide-ide paranoid atau tidak memiliki kecurigaan.

Perspektif Psikososial Mengenai Paranoid Disorder

a) Psikodinamik
Freud percaya pada hasil penelitiannya, bahwa proyeksi adalah pusat mekanisme dari pikiran paranoid. Delusi pada paranoid dijelaskan sebagai pengembangan dari konsekuensi atas penolakan libido terhadap obyek homoseksual, diikuti dengan regresi ke tahap narsistik pada libidinal development. Defense mekanisme kedua yang berkembang dalam lingkaran setan yang mereka ciptakan adalah isolasi, yaitu menjaga jarak secara psikologis maupun geografis. Selain itu inidividu ini juga menggunakan rasionalisasi dan displacement.

Pandangan psokodinamik perkembangan kontemporer menyatakan kepribadian paranoid adalah akibat dari perlakuan abuse pada usia dini. Sementara orang normal belajar trust pada awal perkembangan, paranoid malah belajar mistrust. Hipotesis freud telah digeneralisasi, yaitu paranoid tidak mempengaruhi keinginan homoseksual yang disembunyikan, melainkan merindukan kehangatan dari orang tua dengan jenis kelamin yang sama, penyiksa (abuser) mereka, seringnya adalah ayah.

Akhtar (millon, 452) menjelaskan aspek over dan cover dari kepribadian paranoid. Dalam area self consep, pada aspek over paranoid terlihat arogan, selalu merasa benar, dan mudah marah. Pada aspek cover, mereka merasa takut, inferior, dipenuhi dengan keraguan dan rasa bersalah. Dalam relasi interpersonal, secara over mereka terlihat tidak dapat dipercaya, tidak memiliki humor, suka menuduh, dan dingin. Secara cover, mereka sangat sensitive, naïf, takut akan kekuasaan dan otoritas, dan pendendam. Pada area adaptasi sosial, mereka rajin, bersemangat dan sukses saat bekerja dengan cara mereka sendiri. Secara cover, mereka sering memiliki masalah interpersonal, membawa masalah pribadi ke tempat kerja, dan kurang mampu bekerja sama dalam team. Pada area percintaan dan seksualitas, mereka terlihat tidak romantic, menolak humor seksual dan bergosip. Secara cover, mereka meregukan kemampuan seksual mereka, dan mungkin memiliki kecenderungan sadomasochistic.

b) Behavioral
Pada awal kehidupan, mereka melihat model pada fugur otoritas, kemudian mereka menjadi independen dan mengikuti aturan dengan teliti. Sebagai dampak dari kekakuan konformitas mereka terhadap lingkungan, maka mereka menjadi kurang spontan dan inisiatif, sehingga tidak dapat membentuk relasi mendalam dan terbuka, dan merasa ragu-ragu serta ketakutan terhadap hal-hal yang tidak merka ketahui. Selain itu, kemungkinan saat kecil mengalami penyiksaan atau penghinaan oleh pengasuhnya, menjadi korban kebencian dari orang lain, atau pengasuh menjadi model paranoid (missal, sering mengatakan “Kau tidak boleh mempercayai orang lain).

c) Cognitive
Secara kognitif, orang paranoid memiliki kesamaan dengan kepribadian konpulsive. Masalah kognitif utama pada orang paranoid bukanlah persepsinya melainkan interpretasi. Dasar stimulus yang masuk sama dengan orang normal, namun informasi diproses dengan ketegasan dalam pengidentifikasian plot, pembatasan ide, dan kritis. Cara berpikir orang paranoid berbeda dengan orang normal, mereka memiliki criteria tersendiri untuk mencapai suatu goal.

d) Interpersonal
Berdasarkan pernyataan sullivan, terdapat dua syarat untuk perkembangan paranoid yang miring. Pertama adalah rasa tidak aman yang intens terkait pada inferioroti. Kedua adalah menyalahkan orang lain. Dengan bereaksi seakan semua orang adalah musuh, orang paranoid menemukan posisi aman dan autonomi mereka, dan melindungi diri mereka dengan melawan pengaruh dari luar. Untuk menciptakan dunia yang aman bagi mereka, orang paranoid menciptakan karakter interpersonal untuk menyerang, perlindungan keamann, dan membangun hubungan formal dengan orang lain tapi tetap menghindari attachement dan ketergantungan. Paranoid ingin percaya orang lain namun sangat takut terluka oleh penghianatan.

2. SCHIZOID PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID)

Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau menikmati hubungan sosial dan biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul, datar, dan menyendiri serta tidak memiliki perasaan yang hangat dan tulus terhadap orang lain. Mereka jarang memiliki emosi kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, serta bersikap masa bodoh terhadap pujian, kritik, dan perasaan orang lain. Individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang penyendiri dan menyukai kegiatan yang dilakukan sendirian.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid menampilkan perilaku menarik diri, mereka merasa tidak nyaman bila berinteraksi dengan orang lain, cenderung introvert. Mereka terlihat sebagai individu yang eksentrik, terkucil, dingin, dan penyendiri. Dalam kesehariannya, individu lebih menyenangi kegiatan yang tidak melibatkan orang lain dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan orang lain. Prevalensi gangguan skizoid diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.

Perspektif Psikososial Mengenai Schizoid Personality Disorder

a) Psikodinamik
Ahli-ahli teori psikoanalisa berpendapat bahwa schizoid dibangun melalui hubungan ibu dan anak yang terganggu, dimana anak tidak pernah belajar untuk member atau menerima kasih sayang (Blueler, 1942; Klien, 1952). Anak ini menunjukkan bahwa hubungan dan emosi-emosi sebagai hal yang berbahaya dan selanjutnya mereka berdua tetap jauh dari orang lain dan juga perasaan-perasaan mereka sendiri.

b) Behavioral
Saat kecil, kemungkinan besar orang schizoid tidak diakui dan dicintai oleh orang tua atau lingkungannya, cenderung diabaikan, mengalami pembedaan sikap (missal, dengan kakaknya), dan sering mengalami cemoohan dari sekitarnya.

c) Cognitive
Para ahli kognitif menggambarkan gaya berpikir dari orang schizoid sebagai orang yang tidak memperbaiki diri (improverished) dan tidak responsive terhadap tanda-tanda yang menunjukkan emosi (Beck & Freeman, 1990). Daripada memiliki perangkat keyakinan khusus yang mengarahkannya pada salah tafsir atas situasi dengan cara yang spesifik, orang schizoid lebih tampak sebagai orang yang memiliki minat terhadap kehidupan di sekliling mereka, namun dapat mengakui secara intelektual bahwa orang lain mengalami situasi yang berbed dengan mereka. Hasilnya mereka cenderung lemah dan tidak ekspresif, sehingga keterampilan sosialnya rendah.

d) Humanistic
Orang dengan schizoid sering memandang diri mereka seperti boneka, android (robot), atau budak. Hal ini karena mereka tidak memiliki tujuan hidup dan self concept yang rendah.

e) Interpersonal
Orang dengan tipe schizoid adalah penyendiri, kurang teman dan menghindar dari lingkungan. Hal itu karena mereka tidak nyaman dan tidak tertarik membangun hubungan sosial.

3. SCHIZOTYPAL PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL)

Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya memiliki kepercayaan yang aneh. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi, dan derealisasi yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Individu dengan gangguan ini memiliki masalah dalam berpikir dan berkomunikasi. Dalam pembicaraan, mereka dapat menggunakan kata-kata dengan cara yang tidak umum dan tidak jelas sehingga hanya diri mereka saja yang mengerti artinya.

Dari perilaku dan penampilan, mereka juga tampak eksentrik. Sebagai contoh, mereka berbicara kapada diri sendiri dan memakai pakaian yang kotor serta kusut. Ciri yang umum terjadi adalah ideas of reference (keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna khusus dan tidak biasa bagi orang yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan orang lain dan kadang kala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka sering kali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.

Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1 persen. Gangguan kepribadian skizotipal lebih banyak muncul pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal adalah titik awal dari skizofrenia. Walaupun sama-sama muncul simtom halusinasi, namun perbedaan gangguan ini dengan gangguan skizofrenia adalah halusinasi pada skizotipal biasanya berlangsung dalam waktu singkat.

Orang dengan gangguan skizotipal menunjukkan masalah dalam kemampuan untuk menahan atensi dalam tugas-tugas kognitif, sebagaimana penrunan atensi yang sama terlihat pada orang schizophrenia. Mereka juga menunjukkan level yang rendah dari oksidasi monomine, yang akan meningkatkan jumlah dopamine dalam otak sehingga mencapai level tertinggi asam homovanilik, yaitu metabolism utama dari dopamine.

Perspektif Psikososial Mengenai Schizotypal Personality Disorder

a) Psikodinamik
Teori psikoanalisa mengenai schizotypal tidak banyak ditemukan. Barangkali teori-teori psikologi tidak memberikan perhatian yang besar pada jenis gangguan ini karena sangat dekat kaitannya dengan scyzophrenia, yang menampilkan akar-akar biologis yang kuat karena schizotipal tidak ditambahkan ke dalam kategori diagnostic pada DSM relative hingga sekarang.

b) Behavioral
Orang dengan gangguan ini, kemungkinan besar dengan pola asuh keluarga yang psychotic (punya masalah kejiwaan) atau ada sejarah salah satu anggota keluarga memiliki gangguan skizotipal. Saat anak-anak, orang-orang dengan gangguan skizotipal adalah pasif , secara sosial tidak terlibat, dan terlalu sensitive terhadap kritik. Karakteristik dari orang lainnya adalah dimana secara umum mereka tampak ganjil dalam berpikir.

c) Cognitive
Orang dengan tipe schizotypal memiliki cara pikir yang berbeda dengan orang lain, distorsi persepsi, seringnya irasional. Ia memiliki kepercayaan terhadap hal-hal yang aneh, percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan magis (telepathy, sixth sense, paranormal).

d) Interpersonal
Menghindari hubungan dengan banyak orang, memiliki kewaspadaan yang tinggi, senang memberi kitik dan curiga terhadap orang-orang di sekitarnya.

KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)

1. BORDERLINE PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG)

Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya, sikap dan perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.
Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas seksual yang tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa yang kronis, mereka sering kali mencoba bunuh diri.

Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Etilogi gangguan kepribadian borderline
Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan oleh kedua pandangan berikut:

Faktor biologis
Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor genetis. Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa data menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga berperan dalam perilaku impulsif. Individu dengan gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan emosi.

Linehan’s diathesis-stress theory
Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan diatesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating). Dalam teori ini, diatesis biologis disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating experience adalah pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati; usaha individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau bahkan diberi hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara seksual maupun nonseksual. Dengan kata lain, emotional dysregulation saling berinteraksi dengan invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.

Perspektif Psikososial Mengenai Borderline Personality Disorder

a) Psikodinamik
Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam meregulasi emosi karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih. Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah dari kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.

Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri pada bagaimana cara anak mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus dari teori ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki emotional attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan tersebut menjadi bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan harapan, tujuan, dan ideal-idealnya.
Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia melalui perspektif dari orang-orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama orang tua atau caregiver. Terkadang perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari individu yang bersangkutan. Otto kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya mempunyai orang tua yang memberikan cinta dan perhatian secara tidak konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat memberikan dukungan emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak mengembangkan insecure egos (bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).

Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki kedekatan emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya juga mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-kanak.

Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum dapat menyatakan secara jelas apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi gangguan ini.

b) Behavioral
Orang dengan gangguan borderline biasanya dibesarkan oleh pola asuh maladaptive, ditinggalkan pengasuh, dan memiliki trauma abuse saat kecil. Hal ini membuat mereka saat dewasa menjadi haus akan perhatian dan kasih sayang, sangat sensitive,

c) Cognitive
Pada beberapa kasus, ditemukan pula cara berpikir orang paranoid, yaitu penuh kecurigaan terhadap orang lain.

d) Humanistic
Orang dengan gangguan borderline cenderung tidak yakin tentang identitas pribadi mereka (nilai, tujuan, karir, dan bahkan orientasi seksual). Ketidakstebilan dalam self-image atau identitas pribadi membuat mereka dipenuhi perasaan kekosongan dan kebosanan yang terus-menerus.

e) Interpersonal
Orang dengan tipe borderline ide ketakutan akan ditinggalkan menjadikan mereka pribadi yang melekat dan menuntut dalam hubungan sosial mereka, namun kelekatan mereka sering kali malah menjauhkan orang-orang di sekitarnya. Tanda-tanda penolakan membuat mereka menjadi sangat marah, yang membuat mereka menjadi lebih jauh lagi. Akibatnya, perasaan mereka terhadap lingkingan menjadi berubah-ubah. Mereka cendreung mamandang orang lain sebagai semua-tentangnya-baik dan semua-tentangnya-buruk, karena berubah-ubah dengan cepat dan ekstrem.

2. HISTRIONIC PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK)

Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal disebut kepribadian histerikal, ditegakkan bagi orang-orang yang selalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali menggunakan ciri-ciri penampilan fisik yang dapat menarik perhatian orang kepada dirinya, misalnya pakaian yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka berpusat pada diri sendiri, terlalu mempedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman bila tidak menjadi pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak senonoh secara seksual tanpa mempedulikan kepantasan serta mudah dipengaruhi orang lain.

Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak terjadi pada mereka yang mengalami perpisahan atau perceraian, dan hal ini diasosiasikan dengan depresi dan kesehatan fisik yang buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian borderline.

Etiologi gangguan kepribadian histrionik
Gangguan ini dijelaskan berdasarkan pendekatan psikoanalisa. Perilaku emosional dan ketidaksenonohan secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orang tua, terutama ayah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu self-esteem yang rendah.

Perspektif Psikososial Mengenai Histrionic Personality Disorder

a) Psikodinamik
Para ahli psikodinamika melihat gangguan ini sebagai hasil dari kebutuhan-kebutuhan akan ketergantungan yang sangat mendalam dan merupakan represi-represi dri emosi, hambatan dari resolusi setiap tahap oral atau oedipal. Pencarian atensi berasal dari kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain. Kedangkalan berpikir dan kedangkalan keterlibatan emosi dengan orang lain mnggambarkan orang-orang histerionik yang merepresi kebutuhn-kebutuhab dan perasann-perasannnya sendiri.

b) Behavioral
Orang denga tipe histerionik biasanya berasal dari kelurga yang memanjakan dan membiarkan sifat manjanya hingga dewasa (being daddy’s "pretty little girl"). Hal ini manjadi suatu pembiasaan sehingga terbentuk karakter yang menetap mengenai sifat manja dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Selain itu, biasanya, dalam keluarga tabu untuk mendidik atau mengenalkan. masalah sex. Selain itu, ada pndapat lain yaitu ketika masa kanak mengalami hubungan dengan orang tua yang tidak harmonis sehingga kehilangan rasa cinta. Lalu untuk mempertahankan ketakutan akan kehilangan yang sangat, dia bereaksi secara dramatis.

c) Cognitive
Para ahli kognitif berpendapat bahwa asumsi dasar yang mengarahkan orang-orang bertingkah laku histerionik adalah “aku tidak cukup dan tidak mampu menangani hidup dengan caraku sendiri”. Meskipun asumsi ini dipakai untuk orang-orang dengan gangguan lain, secara kgusus yang mengalami depresi dan orang-orang histerionik merespon asumsi ini secara lebih berbeda dibandingkan dengan gangguan lain. Secara khusus, orang histerionik bekerja untuk mendapat perhatian dan dukungan dari orang lain.

d) Humanistic
Orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah, dan sedang berjuang untuk member kesan pada orang lain dengan tujuan meningkatkan self-worth mereka.

e) Interpersonal
Orang dengan tipe histerionik dapat berbuat apa saja agar mendapat perhatian dari sekelilingnya. Walaupun begitu, ia tidak dapat menjalin relasi mendalam dengan lingkungannya. Kadang mereka memperlihatkan perlaku merayu secara sexual (dengan lawan jenis, bahkan pada ayah sendiri), berkompetisi dan terlalu menuntut pada relasi dengan jenis kelamin yang sama.

3. NARCISSISTIC PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK)

Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima kritik dari orang lain. Hubungan interpersonal mereka terhambat karena kurangnya empati, perasaan iri, dan arogansi, dan memanfaatkan/menghendaki orang lain melakukan sesuatu yang istimewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Individu pada gangguan ini sangat sensitif terhadap kritik dan takut akan kegagalan. Terkadang mereka mencari sosok lain yang dapat mengidealkan karena mereka kecewa terhadap diri sendiri, tetapi mereka biasanya tidak mengizinkan siapa pun untuk benar-benar berhubungan dekat dengan mereka.
Hubungan personal mereka sedikit dan dangkal; ketika orang lain menjatuhkan harapan mereka yang tidak realistis, mereka akan marah dan menolak. Prevelensi gangguan ini kurang dari 1 persen.

Etiologi gangguan kepribadian narsistik
Penyebab gangguan kepribadian narsistik dapat dipandang dari segi psikoanalisa. Orang yang mengalami gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan yang luar biasa akan pentingnya dirinya. Namun dipandang dari psikoanalisa, karakteristik tersbut merupakan topeng bagi self-esteem yang rapuh.
Menurut heinz kohut, self muncul pada awal kehidupan sebagai struktur bipolar dengan immature grandiosity pada satu sisi dan overidealisasi yang bersifat dependen di sisi lain. Kegagalan mengembangkan self-esteem yang sehat terjadi bila orang tua tidak merespons dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan demikian, anak tidak bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi bernilai sebagai alat untuk meningkatkan self-esteem orang tua.

Perspektif Psikososial Mengenai Narcissistic Personality Disorder

a) Psikodinamik
Sigmund Freud memandang narcisme sebagai fase yang dilalui semua anak sebelum menyalurkan cinta mereka kepada diri mereka sendiri dan orang-orang yang berarti (significant person). Anak-anak dapat terfiksasi pada fase narsistik ini, bagaimanapun, jika mereka mengalami bahwa orang-orang yang mengasuhnya tidak dapat dipercaya dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat bersandar pada diri sendiri, atau jika mereka memiliki orang tua yang selalu menuruti mereka dan menanamkan pada mereka suatu perasaan bangga atas kemampuan dan harga diri mereka.

b) Behavioral
Dari sudut pandang sosial learning, Millon menemukan bahwa asal dari gaya narsistik adalah evaluasi berlebihan yang tidak realistic mengenai nilai anak-anak oleh orang tua. Anak tidak mampu menggapai (live up) pada evaluasi-evaluasi orang tuanya mengenai dirinya, tetapi dia secara berkelanjutan bertindak seolah-olah dia merupakan orang yang superior. Demikian pula, Beck dan Freeman berpendapat bahwa beberapa orang narsistik membangun asumsi mengenai keberhargaan-diri (self worth) mereka yang tidak realistic dalam hal-hal yang positif sebagai hasil dari penurutan dan evaluasi yang berlebihan dari significant person saat anak-anak. Orang-orang narsistik lainnya mengembangkan keyakinan bahwa mereka merupakan unik dan luar biasa dalam bereaksi untuk menjadi satu-satuny orang yang berbeda dari orang lain secara etnis, rasial, dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi penolakan oleh significant person dalam kehidupan mereka.

c) Cognitive
Orang narsistik cenderung terobsesi dan terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdsan dan kecantikan. Seperti orang kepribadian hiterionik, mengejar karir dimana mereka dapat menjadi pusat perhatian dan mendapat pemujaan, seperti modeling, acting dan politik. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil namun bukan untuk mandapatkan uang, melainkan untuk mendapat pemujaan yang menyertai kesuksesan.

d) Humanistic
Secara aktual orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah.

e) Interpersonal
Orang dengan gangguan ini tidak dapat menjalin relasi secara mendalam karena adanya tuntutan yang dipaksakan pada orang lain, kurang memiliki rasa empati, sering mengagung-agungkan diri, dan mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas..

4. ANTISOCIAL PERSONALITY DISORDER AND PSYCHOPATHY (GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTISOSIAL DAN PSIKOPATI)

Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar hutang, sembrono, ceroboh, dan sebagainya. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan. Mereka sedikit atau bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang dengan status sosioekonomi rendah.

Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan perasaan mereka yang tampak positif terhadap orang lain hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang lain.

Etiologi gangguan kepribadian antisosial dan psychopathy
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

Perspektif Psikososial Mengenai Psichopathy

a) Psikodinamik
Terjadi karena dorongan-dorongan bawah sadar terhadap pemuasan id ditambah dengan rendahnya kontrolnya ego sehingga id lebih dominan dan akhirnya dia melakukan segala cara untuk memuaskan id nya seperti membunuh, dan menyakiti orang lain, atau menipu. Disamping itu, orang yang menderita gangguan tersebut mempunyai super ego yang tumpul sehingga ia tidak merasa bersalah atas apa yang telah di lakukannya meskipun perilakunya sudah merugikan banyak orang.

b) Behavioral
Teori behavioristik memandang bahwa gangguan kepribadian psikopat di sebabkan oleh proses belajar yang salah selama rentang kehidupanya. Ia tidak memahami perilaku mana yang benar dan perilaku mana yang salah. Anak yang tidak pernah mendapatkan reward atas hasil baik yang ia lakukan justru ia selalu mendapatkan perilaku dan pengalaman yang tidak menyenangkan saat melakukan perbuatan yang baik maupun yang buruk. Maka anak tersebut belajar bahwa, tidak ada yang namanya benar. Tetapi, apapun yang ia lakukan akan sama saja dampaknya

c) Cognitive
Psikopat terjadi karena mengalami distorsi kognitif. Ia berfikir bahwa ia dapat mendapatkan apa saja yang ia mau dengan melakukan apa saja yang ia inginkan untuk membawanya kepada sesuatu yang ia inginkan tersebut meskipun perilakunya membawa pengaruh atau efek buruk bagi orang lain.

d) Humanistic
Dalam teori humanistik, gangguan tersebut di sebabkan oleh terhambatnya dan tidak tercapainya proses menuju aktualisasi diri yang sehat. Seseorang yang menderita gangguan tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan rasa cinta dan dicintai.

e) Interpersonal
Seseorang yang psikopat biasanya cuek pada norma-norma sosial, tak peduli pada aturan, dan pemberontak. Kepribadiannya yang sulit ditebak, bisa terlihat dari ketidakstabilannya dalam hubungan interpersonal, citra diri, serta selalu bertindak menuruti kata hati. Tanpa peduli perbuatannya itu salah atau benar, mengganggu orang atau tidak. Orang seperti ini cenderung impulsif (melakukan sesuatu tanpa pikir panjang), dan berpikiran negatif serta memiliki sifat pendendam.


KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)

b>1. AVOIDANT PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR)

Individu dengan gangguan ini adalah individu yang memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.

Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut mengatakan sesuatu yang bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru.

Berdasarkan dsm-iv-tr, kriteria dari avoidant personality disorder adalah sebagai berikut:
• Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan penolakan
• Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai atau diterima.
• Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan atau dicemooh.
• Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.
• Perasaan tidak mampu.
• Perasaan inferior.
• Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.

Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian dependen dan borderline. Avoidant personality disorder juga sering bercampur dengan diagnosis axis i depresi dan generalized social phobia. Gangguan ini memiliki gejala yang serupa dengan generalized social phobia, tetapi gangguan ini sebenarnya merupakan jenis generalized social phobia yang lebih kronik.

Baik avoidant personality disorder atau social phobia berhubungan dengan gejala yang muncul di jepang, yang disebut dengan taijin kyoufu. ”taijin” berarti interpersonal dan ”kyoufu” berarti takut. Seperti pada avoidant personality disorder dan social phobia, individu yang mengalami taijin kyoufu sangat sensitif dan menghindari kontak interpersonal. Namun, hal yang ditakuti berbeda dengan hal-hal yang umumnya ditakuti pada diagnosis dsm. Individu dengan taijin kyoufu cenderung cemas atau malu tentang bagaimana ia mempengaruhi atau tampak di depan orang lain, misalnya takut bahwa mereka tampak jelek atau bau.

Perspektif Psikososial Mengenai Avoidant Personality Disorder

a) Psikodinamik
Mereka memiliki perasaan rendah diri (inferiority complex), tidak percaya diri, takut untuk berbicara di depan publik atau meminta sesuatu dari orang lain. Mereka seringkali mensalahartikan komentar dari orang lain sebagai menghina atau mempermalukan dirinya. Oleh karena itu, individu dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya tidak memiliki teman dekat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang dominan pada individu ini adalah malu-malu. Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah 1-10 % dari populasi pada umumnya.gangguan kepribadian ini dapat dikatakan sebagai gangguan yang umumnya dimiliki oleh individu. Bayi-bayi yang diklasifikasikan sebagai memiliki tempramen yang pemalu memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk memiliki gangguan ini daripada bayi-bayi yang aktif bergerak (berdasarkan activity-approach scales).

b) Behavioral
Mereka mudah sekali keliru dalam mengartikan komentar orang lain, seringkali komentar dari orang lain dianggap sebagai suatu penghinaan atau ejekan. Pada umumnya sifat dari orang dengan gangguan kepribadian menghindar adalah seorang yang pemalu. Menurut teori kognitif-behavioral, pasien sangat sensitif terhadap penolakan karena adanya pengalaman masa kanak-kanak, misalnya : karena mendapat kritik yang pedas dari orang tua, yang membuat mereka mencap diri mereka tidak mampu (inadequate).

c) Cognitive
Pada kepribadian avoidant, kandungan kognisi menjalin hubungan timbal balik patologis dengan struktur kognisi (misalnya perangkat penyusunan informasi), dimana hubungan ini yang bertanggungjawab atas terjadinya gangguan. Sifat terlalu curiga adalah pusat dari seluruh gangguan. Avoidant secara konstan memeriksa lingkungan mencari potensi ancaman. Mereka sensitif terhadap segala perasaan dan niatan orang lain terhadap mereka. Yang dihasilkan adalah sistem pemrosesan informasi yang dikuasai oleh terlalu banyak stimulus yang menghambat mereka memahami sesuatu yang biasa atau keadaan sekitar. Akibatnya, penilaian terhadap potensi bahaya menjadi sangat tinggi, bahkan kejadian yang sebenarnya tidak mengandung bahaya-pun ditandai sebagai ancaman. Karena terlalu banyak potensi ancaman yang masuk maka tidak ada satu informasi-pun yang diolah secara mendalam.

Hipotesis yang menyatakan bahwa setiap sumber stimulasi itu berbahaya berlanjut sebagai akibat dari ketidakpastian, membiarkan sebuah ancaman tanpa diperiksa akan sangat berisiko. Hasilnya, kecemasan meningkat, kepekaan terhadap tanda-tanda bahaya juga meningkat dan kedalaman pemrosesan informasi makin menderita. Akibatnya, seluruh proses kognitif menjadi sangat terbebani karena menganggap segala sesuatu sebagai ancaman. Oleh sebab itu seorang avoidant harus menarik diri demi mendapatkan rasa aman.

d) Humanistic
Pandangan diri: melihat diri sebagai individu yang tidak mampu dan tidak kompeten dalam bidang akademis dan situasi bekerja. Pandangan tentang orang lain: melihat orang lain yang mengkritik, tidak tertarik, dan penuntut. Kepercayaan: intinya adalah “saya tidak baik...tidak berharga...tidak dicintai. Saya tidak bisa menerima perasaan yang tidak menyenangkan.” Tingkatan kepercayaan yang lebih tinggi adalah “jika orang mendekati saya, mereka akan menemukan “keaslian diri saya” dan akan menolak saya-hal ini tidak bisa diterima.” Tingkat selanjutnya, adalah kepercayaan mengenai instruksi diri (self-instructional) seperti: “lebih baik tidak mengambil resiko,” “sebaiknya saya menghindari situasi yang tidak menyenangkan”, “jika saya merasa atau berpikir sesuatu yang tidak menyenangkan, saya seharusnya mencoba keluar dengan mengacaukan diri.”

e) Interpersonal
Perasaan utamanya adalah disphoria, kombinasi kecemasan dengan sedih, dihubungkan dengan kurangnya perolehan kesenangan yang relasi terdekat dan keyakinan diri dalam penyelesaian tugas. Penerimaan yang rendah terhadap disphoria menghambat mereka dalam mengatasi perasaan malu dan membantu mereka untuk lebih efektif. Karena mereka menghayati dan mengawasi perasaan terus menerus, mereka sensitif untuk perasaan sedih dan cemas. Ironisnya, disamping kewaspadaan yang sangat terhadap perasaan tidak nyaman, mereka malu untuk mengidentifikasi pikiran yang tidak menyenangkan itu-kecenderungan yang sesuatu dengan strategi utama yang disebut “cognitive avoidance”. Walaupun mendapatkan masalah, mereka tetap tidak mau terlibat hubungan dengan resiko kegagalan atau penolakan.

2. DEPENDENT PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN)

Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen adalah kurangnya rasa percaya diri dan otonomi. Individu dengan gangguan kepribadian ini memandang dirinya lemah dan orang lain lebih kuat. Ia juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk diperhatikan atau dijaga oleh orang lain yang sering kali menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika sendirian. Ia mengesampingkan kebutuhannya sendiri untuk meyakinkan bahwa ia tidak merusak hubungan yang telah terjalin dengan orang lain. Ketika hubungan dekat berakhir, individu yang mengalami gangguan ini segera berusaha menjalin hubungan lain untuk menggantikan hubungan yang telah berakhir tersebut.

Kriteria dalam dsm pada umumnya mendeskripsikan individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki kesulitan dalam memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri, tidak mampu menolak, dan meminta orang lain mengambil keputusan untuk dirinya. Bagaimanapun juga, penelitian mengindikasikan bahwa sifat-sifat pasif tersebut tidak mencegah individu melakukan hal-hal penting untuk menjaga hubungan dekat, misalnya menjadi sangat penurut dan pasif, tetapi dapat juga mengambil langkah aktif untuk menjaga hubungan.

Berdasarkan dsm-iv-tr, kriteria gangguan kepribadian dependen yaitu sebagai berikut:
• Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan dukungan yang berlebihan dari orang lain.
• Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab dalam hidupnya.
• Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut kehilangan dukungan dari orang lain.
• Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.
• Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh penerimaan dan dukungan dari orang lain.
• Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
• Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.
• Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.

Prevalensi dari gangguan ini adalah sekitar 1,5 persen, lebih banyak ditemukan di india dan jepang. Hal itu kemungkinan dikarenakan lingkungan di kedua negara tersebut yang memicu perilaku dependen. Gangguan kepribadian ini muncul lebih banyak pada wanita daripada pria, kemungkinan karena perbedaan pengalaman sosialisasi pada masa kanak-kanak antara wanita dan pria. Gangguan kepribadian dependen sering kali muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian borderline, skizoid, histrionik, skizotipal, dan avoidant, sama seperti diagnosis axis i gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, dan bulimia.

Perspektif Psikososial Mengenai Dependent Personality Disorder

a) Psikodinamik
Menurut teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa oral perkembangan psikoseksual. Hal itu karena orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengikuti apa yang dibutuhkan penderita di masa kecil, atau menuntut perilaku dependen dari penderita sebagai imbalan dari pengasuhan.

b) Behavioral
Millon dkk mengemukakan bahwa saat anak-anak, penderita gangguan ini sangat baik tetapi penuh ketakutan. Mereka memiliki orang tua yang hangat tetapi sangat melindungi (overprotective). Mereka tidak belajar menangani rasa takutnya dan menjadi asertif, melainkan menjadi makin taergantung pada orang lain. Jika anak-anak seperti ini memiliki saudara yang agresif atau dengan teman-temannya mengalami suatu yang menyababkan mereka merasa tidak menarik dan tidak adekuat, perasaan ragu meningkat, dan perilaku dependen akan diperkuat oleh orang tua yang sangat melindungi. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan.

c) Cognitive
Individu dependen biasanya menggambarkan dirinya lemah, rentan, tidak mampu, tidak cakap, atau tidak kompeten. Ketika ketidakmampuan mereka menjadi terlalu jelas terlihat, rasa cemas dan panik mungkin muncul. Untuk menjaga agar kerentanan mereka terkontrol, banyak individu dependen lebih suka untuk tidak melihat diri mereka terlalu dalam, lebih suka membatasi kesadaran mereka hanya pada kesenangan dalam hidup, melihat hanya yang baik saja dan tidak pernah melihat yang buruk. Sewaktu kesulitan diakui, individu dependen sering menyimpan harapan bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik saja. Penyangkalan, yang telah dibahas dalam perspektif psikodinamis, secara bertahap berkembang menjadi gaya kognitif yang lebih luas.

Skema diri (self-schema) dari individu dependen meliputi kualitas positif dan negatif. Pada sisi positif, individu dependen melihat diri mereka sebagai seseorang yang penuh pertimbangan, penuh perhatian, dan bisa bekerja sama. Dengan mengingkari prestasi yang sah, mereka terlihat sederhana dan rendah hati. Diam-diam, mereka mungkin mengharapkan sanjungan dan pujian, tapi tidak terlalu berlebihan, karena harapan akan kemandirian dan self-sufficientcy pasti akan mengikuti. Namun kualitas baik yang individu dependen anggap ada pada diri mereka juga diimbangi oleh sejumlah dasar patologis, kepercayaan kondisional dan instrumental (Beck et al., 1990, hal. 45).

Banyak individu dependen yang sangat tidak canggih secara kognitif. Bagi orang lain, mereka terlihat naif, kekanak-kanakan, dan polos –sebuah gambaran yang sering mereka perkuat dengan meminimalkan prestasi dan kemampuan diri mereka sendiri dan memperbesar ketidakmampuan instrumental mereka. Pada individu yang tidak mampu, tuntutan yang dibuat lebih sedikit. Karena orang lain selalu datang untuk membantu mereka, maka individu dependen mungkin mengembangkan beberapa strategi penanggulangan yang terpisah dari keahlian hidup dasar. Kadang-kadang, hal tersebut juga tidak sempurna. Beberapa tidak bisa menyeimbangkan neraca keuangan atau membutuhkan begitu banyak instruksi dan nasehat, sehingga untuk mempertahankan pekerjaan dasar saja merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Individu dependen lain yang lebih dekat pada jangkauan normal mungkin memiliki kompetensi meskipun terbatas pada daerah tertentu saja, hal ini biasanya muncul dalam rangka melindungi hubungan pengasuhan. Di sini, pendapat, “Saya harus belajar bagaimana melakukan ini dan itu dengan baik jika saya ingin menikmati rasa aman dan perlindungan dari hubungan ini,” berfungsi sebagai suatu kepercayaan kondisional tambahan yang sangat adaptif. Individu tersebut melakukan sesuatu untuk persetujuan orang lain dan akhirnya mungkin menjadi ahli dalam suatu kerangka pikir yang mendukung, seperti halnya dengan istri dependen yang lembur demi kemajuan tujuan karir suaminya.

Aspek kedua dari kognisi individu dependen adalah gaya kognitif mereka, yang menampilkan pola pemikiran yang sangat mungkin untuk tetap menyeluruh dan tersebar. Individu yang mawas diri secara terus menerus mencari di dalam dirinya sendiri dan menciptakan ide yang pasti mengenai siapa mereka sebenarnya, ingin menjadi apa mereka, dan apa yang mereka inginkan dari hidupnya. Karena individu dependen jarang melihat ke dalam dirinya, mereka hanya bisa mengembangkan ide yang samar mengenai tujuan dan identitas diri mereka.

Sebagian besar individu dependen, yang kehidupannya diatur oleh figur otoritas kompeten sejak masa bayi, tidak pernah mengembangkan potensi untuk membuat penilaian kualitatif yang secanggih itu. Orang lain entah menganggap individu dependen tidak mampu, atau secara alamiah mengontrolnya sendiri dan mengambil keputusan, untuk setiap pertanyaan hidup, hasil terbaik apa yang akan keluar dan bagaimana mencapainya. Yang cara apapun, individu dependen berulang kali menemukan diri mereka terkurung dalam sebuah dunia yang secara aktif mematahkan semangat perkembangan kecanggihan kognitif. Kebutuhan mungkin bukan hanya merupakan sumber dari penemuan, tapi juga sumber dari berbagai bakat kognitif, khususnya kemampuan untuk menyusun rencana, untuk memegang berbagai kemungkinan di dalam benak, untuk menentukan kriteria suatu hasil yang baik bagi diri sendiri dan orang lain, dan untuk menilai kemungkinan suatu tindakan yang direncanakan untuk berhasil. Kemampuan kognitif canggih ini tidak pernah berkembang sepenuhnya pada individu dependen, baginya semua kebutuhannya telah menjadi tanggung jawab orang lain.

Namun hal tersebut tidak berarti bahwa kepribadian dependen selalu bodoh atau tidak berpengetahuan. Sebagai contoh, dalam lingkungan sekolah, dimana harapan konkrit akan nilai yang bagus akan mendapatkan persetujuan, pujian, dan kasih sayang dari orang tua dan guru, banyak dependen yang normal siap menaati dan menghasilkan rapor di atas rata-rata. Beberapa bahkan menjadi anak kesayangan guru. Namun ketika ditempatkan dalam konteks dimana evaluasi masa depan tidak terelakkan dan serangkaian tindakan ambigu, bahkan dependen normal mungkin merasa cemas atau tertekan. Mereka dengan gangguan yang terdiagnosa cenderung melarikan diri atau menangis. Keseluruhan mereka yang kurang canggih secara kognitif mencegah kemungkinan untuk mempertimbangkan semua alternatif dan memperhitungkan rasio keuntungan-kerugian dari perspektif tiap individu yang dipengaruhinya. Selain itu, ketakutan akan mengecewakan orang lain yang mereka miliki mencegah mereka bahkan untuk mencobanya. Sebagai gantinya, kunci dari kognisi individu dependen terletak pada pembangunan dunia yang lebih sederhana tapi lebih bisa diatur, walaupun mereka memiliki kekurangan dalam penilaian kompleks. Secara kognitif, individu dependen membutuhkan kesederhanaan, seperti halnya individu kompulsif membutuhkan dunia internal yang terkontrol dan teratur.

Dalam Beck et al. (1990), Fleming menyatakan sejumlah distorsi kognitif yang membuat gangguan tetap bertahan. Ada dua yang sepertinya penting: Pertama, individu dependen melihat dirinya sebagai “secara alamiah tidak mampu dan tidak berdaya”; kedua, kekurangan-kekurangan yang mereka rasa ada pada dirinya (self-perceived shortcomings) mengarahkan mereka untuk menyimpulkan bahwa mereka harus mencari seseorang yang bisa mengatasi kesulitan hidup dalam dunia yang berbahaya. Hal tersebut sebenarnya hanya merupakan pengulangan dari apa yang telah mereka pelajari. Namun antara premis dan kesimpulan terdapat beberapa kesalahan logis yang menyimpangkan kenyataan (Fleming, 1990) dan kemudian membatalkan semua argumen. Yang paling penting dari hal tersebut adalah pemikiran dikotomus, suatu gaya pemikiran yang membagi dunia menjadi kutub yang saling bertolak belakang, tanpa terdapat daerah abu-abu di antara keduanya. Jika individu dependen tidak diperhatikan, mereka melihat diri mereka sendiri sebagai seseorang yang benar-benar sendirian di dunia ini. Dengan cara yang sama, jika mereka sama sekali tidak yakin bagaimana melakukan sesuatu, tentunya masalah tersebut pasti tidak dapat teratasi, paling tidak bagi mereka.Pemikiran dikotomus tidak dapat dihindari mengarah pada distorsi ketiga: individu dependen cenderung untuk menganggap sesuatu sebagai malapetaka.

d) Interpersonal
Setelah menikah, orang dengan gangguan kepribadian dependen akan bergantung pada pasangannya untuk membuat keputusan seperti dimana mereka akan tinggal, tetangga mana yang bisa dijadikan teman, bagaimana mereka harus mendisiplinkan anak, pekerjaan seperti apa yang akan mereka ambil, bagaimana mereka membuat anggaran rumah tangga, dan kemana mereka sebaiknya berlibur. Individu dengan gangguan ini biasanya menghindari diri dari tanggung jawab. Mereka menolak tantangan dan promosi, serta bekerja di bawah potensi mereka. Mereka cenderung sangat sensitive terhadap kritikan, sangat terpaku pada rasa takut akan penolakan dan pencampakan. Mereka dapat meresa hancur karena berakhirnya suatu hubungan dekat atau karena adanya kemungkinan untuk menjalani hidup sendiri. Karena takut akan penolakan, mereka sering menomorduakan keinginan dan kebutuhan mereka demi orang lain. Mereka setuju akan pernyataan yang aneh tentang diri mereka sendiri, dan melakukan hal-hal yang merendahkan diri untuk menyenangkan orang lain.

3. OBSESSIVE-COMPULSIVE PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF-KOMPULSIF)

Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi individu seperti itu adalah “control freak”. Individu dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau kikir.

Berdasarkan dsm-iv-tr, kriteria dependent personality disorder yaitu sebagai berikut:
• Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan sehingga poin penting dari aktivitas hilang.
• Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.
• Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.
• Kekakuan dalam hal moral.
• Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak berguna.
• Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain megacu pada satu standar yang sama dengannya.
• Kikir atau pelit.
• Kaku dan keras kepala.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif agak berbeda dengan gangguan obsesif kompulsif. Pada gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, tidak terdapat obsesi dan kompulsi seperti pada gangguan obsesif-kompulsif. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif paling sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian avoidant dan memiliki prevalensi sekitar 2 persen.

Perspektif Psikososial Mengenai Obsessive-Compulsive Personality Disorder

a) Psikodinamik
Menurut Freud, perkembangan manusia terjadi melalui beragam tahapan psikoseksual. Masing-masing, wilayah badan tertentu menjadi zona yang erogenous, fokus energi libidinal selama periode tertentu itu. Seksualitas diterima sebagai kekuatan instingtif yang biasanya diabaikan. Bagi banyak orang, kemajuan melalui tahapan psikoseksual tidaklah begitu memukau. Beberapa individu mengalami frustasi eksesif atau kegemaran eksesif, muncul dalam penyesuaian energi seksual atas tahap tertentu, sehingga mewarnai keseluruhan kepribadian. Sepanjang tahap oral, energi seksual terfokus pada mulut. Gratifikasi kebutuhan oral yang eksesif dipercaya mengarah pada perkembangan karakter oral, ekuivalen psikodinamik dari kepribadian dependen kontemporer.

Begitu anak-anak beranjak balita, mereka meninggalkan tahap oral dan memasuki periode pelatihan toilet, tahap anal, dimulai pada usia 18 bulan. Seperti freud catat (1908), bila tahap oral menghisap air susu ibu, refleks bawaan semua bayi, maka tahap anal mengawali periode erotisisme anal yang tidak hanya menampakkan apa yang kelihatan. Khususnya, tahap anal memerlukan kontrol diri, penundaan gratifikasi instingtif yang mengiringi pembuangan feses. Dorongan penuh hasrat dari id mengarahkan secara langsung keinginan pada orangtua, sehingga tahap anal memainkan peran penting dalam pembentukan superego dan kontrol impuls agresif.

Pengaruh pasti tahap anal atas perkembangan kepribadian tergantung pada perilaku yang dilakukan orangtua ketika melakukan pelatihan toilet. Perilaku yang kaku, tergesa-gesa, dan terlalu menuntut dapat memunculkan ciri-ciri anal-retrentif, imbangan karakter logik dari kepribadian kompulsif. Pada dasarnya, anak-anak menanggapi orangtua dengan mundur dan menolak melakukan, mengarah pada ciri-ciri dewasa seperti kekeras-kepalaan, kekakuan, dan kemarahan tersembunyi. Tipe-tipe anal-retentif juga dipercayai selalu tepat waktu, teratur, teliti, dan dikelilingi kebersihan, ciri-ciri utama yang mengarahkan orangtua mereka agar patuh jadwal, dengan segalanya pada tempatnya, tanpa berantakan. Alternatifnya, anak-anak mungkin menanggapi dengan menjadi tipe anal-ekspulsif. Di sini, anak-anak menjadi ofensif; feses menjadi senjata. Strategi anal-retentif sepenuhnya merupakan penolakan, kini strategi berubah menjadi perusakan keinginan mereka secara aktif, hasrat yang membuat orang lain menyesali karena mereka pernah menguasainya. Biasanya, ciri-ciri kedewasaan merupakan kebalikan dari tipe anal-retentif dan mencakup kerusakan, penyimpangan dan kekejaman sadistis.

Seiring psikoanalisis mulai mengembangkan relasi ego psikologi dan obyek, konsepsi karaker anal pun diperluas. W. Reich (1933) mengemukakan sang kompulsif sebagai yang dikelilingi dengan ‘aturan pedantik’, sebagai makhluk hidup menurut pola yang disesuaikan namun juga cenderung risau dan cemas. Mungkin lebih penting, w. Reich (1949) menganggap sang kompulsif sebagai yang diterimas secara emosional, tidak menampakkan cinta dan afeksi, karakteristik yang dia sebut ‘blok afek’.
Kita telah melihat bahwa kompulsif, secara tersirat meminta aturan, rincian, dan kesempurnaan sebagai seperangkat peniruan dengan apa yang tidak dapat diduga atau tidak pasti di dunia sekitar mereka. Namun itu bukanlah batas persyaratan ini; sang kompulsif meminta rasa aman yang sama dari dunia internal mereka. Pada sembarang waktu, pengujian kecil sendiri menunjukkan bahwa banyak dari kita yang mendidih karena perasaan bertikai yang menarik kita dan mencegah penilaian hitam-putih, bahkan pada situasi sederhana sekalipun. Anda mengikuti suatu kelas dan walau instrukturnya hebat, beban kerja lebih sesuai di kelas lain dan menyebabkan anda marah dan menyesal. Anda mengikuti kelas, walau beban kerjanya mudah, anda bisa saja dapat substansi lebih karena bayaran anda. Anda mencintai ibu anda, namun dia mengejek anda; lalu, ketika dia mengurus anda walau sebentar, anda penasaran apakah dia masih mencintai anda. Isu-isunya mungkin berbeda, namun setiap orang terjebak di teka-teki kata semacam itu. Banyak di antara kita hanya mengakui kedua sisi koin dan menoleransi kompleksitas hidup. Tidak ada yang semuanya jahat atau semuanya baik.

Bagi sang kompulsif, perasaan berlawanan dan disposisi semacam itu menciptakan perasaan marah yang intens, ketidakpastian, dan ketidakamanan yang harus tetap diikat. Untuk melakukan hal tersebut, mereka memakai semua strategi bertahan, lebih dari pola kepribadian lainnya. Riset berpendapat bahwa yang pertama, dan mungkin yang paling menentukan, adalah pembentukan reaksi (berman & mccann, 1995). Di sini, sang kompulsif membalikkan dorongan kecerobohan dan pemberontakan yang terlarang untuk mengkompromikan ideal ego yang kaku dan tinggi. Contohnya, ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan kecemasan banyak orang, sang kompulsif menghargai diri mereka sendiri ketika menampilkan kedewasaan dan kemasukakalan, seperti yang efeknya, sang kompulsif secara simbolik membersihkan diri mereka sendiri dari kekotoran dan kehinaan dengan mengembangkan apa yang bertentangan secara diametral.

Kedua, sang kompulsif sering memindahkan kemarahan dan ketidakamanan dengan mencari beberapa posisi kekuasaan yang memperbolehkan mereka untuk menjadi superego yang dijatuhi sanksi secara sosial untuk yang lainnya. Di sini, sang kompulsif mengeluarkan kemarahan mereka dengan membuat yang lainnya mematuhi standar yang tidak mampu bekerja secara terinci atau kaku. Mereka yang rendah kedudukannya maka harus mengakui otoritas dan pengetahuan atasan yang kompulsif atau menjatuhkan korban ke penghakiman menyeluruh yang mensegel kebahagiaan bijak dan sadistis di belakang topeng kedewasaan. Hukuman menjadi tugas; humanitarianisme, kegagalan. Ayah yang kelewat moralis dan ibu yang kelewat menguasai menyediakan contoh permusuhan kamuflase. Di samping usaha kontrol mereka, riset menunjukkan bahwa ciri-ciri kompulsif erat kaitannya dengan agresi impulsif (stein, trestman, mitropoulou, & coccaro, 1996).

Mekanisme pertahanan lainnya yang dipakai sang kompulsif, isolasi afek, menghubungkan domain psikodinamik dan kognitif, setidaknya bagi kepribadian macam ini. Permintaan yang sama akan aturan dan kesempurnaan yang sang kompulsif minta kepada lingkungan mereka, mereka meminta lanskap mental mereka sendiri. Untuk menjaga impuls dan perasaan oposisional dari memengaruhi satu sama lain dan memegang citra-citra ambivalen dan perilaku berlawanan dari pembuangan menjadi kepedulian sadar, mereka mengatur dunia dalam mereka menjadi kompartemen kaku, dan ketat. Efeknya, sang kompulsif berusaha mencekik insting, gairah, dan emosi dengan menghancurkan pengalaman sehingga lebih mudah dibicarakan daripada dirasakan. Bagi orang normal, kenangan bukan hanya mekanisme mengingat kembali, namun juga serangkaian pemutaran kembali episode dari hidup kita untuk mengingat kembali keutuhan pengalaman asli, dengan semua emosi dan sensasi yang mengiringinya. Walau beberapa di antaranya menakutkan dan yang lainnya dihargai, semua kita punya kenangan seperti itu sehingga kita seringkali ke sana.

Sang kompulsif berbeda. Isi mental mereka menyerupai tempat penyimpanan yang diatur dalam jumlah besar dari fakta yang diciutkan atau dikeringkan, yang masing-masing ditunjukkan namun tetap terpisah dari yang lainnya. Efeknya, tujuan mereka berlawanan dengan dengan sajak. Oleh karena sajak membubuhi pengalaman dengan menyediakan jaringan simbolik dan metaforis dengan pengalaman terkait, sang kompulsif berusaha mendapatkan setiap aspek pengalaman di kompartemen kecilnya. Mereka mengumpulkan kenangan mereka dan hanya melakukan asosiasi intelektual di antara mereka. Dengan mencegah interaksi mereka, sang kompulsif memastikan bahwa tidak ada satu pun fase pengalaman yang mampu mengkatalis apapun sehingga mampu menghasilkan emosi yang tidak terantisipasi atau menggerakkan kedalaman yang signifikan. Akibatnya, banyak kompulsif melihat penjajakan diri itu percuma saja. Psikoterapi mungkin dilihat terlalu banyak sains halus untuk menjamin waktu atau perhatian mereka. Bagi para kompulsif, isolasi afeksi dan struktur mental secara tertutup saling memberdayakan.

Konsepsi modern kepribadian kompulsif diletakkan berhadapan dengan kerangka relasi-obyek. Seperti telah dicatat, perkembangan psikodinamik dari kepribadian kompulsif erat terkait dengan tahap anal. Freud menekankan frustasi dan perasaan energi psikoseksual yang mendalam. Pemikir psikodinamik belakangan menafsirkan kembali tahapan psikoseksual dalam istilah relasi-obyek, memusatkan peranan pengawas, bukan perasaan mendalam energi kejiwaan. Konflik mendasar terjadi antara hasrat orangtua ikut campur dan mengontrol, serta rasa otonomi anak yang bertumbuh. Pelatihan toilet lalu hanya merupakan bagian kecil interaksi total antara orangtua dan anak, serta adalah di luar interaksi total ini personalitas itu tumbuh.

Pada saat mereka mencapai kedewasaan mereka, sang kompulsif masa depan telah penuh menghayati keketatan dan regulasi orangtua mereka. Hingga kini, mereka dilengkapi dengan ukuran dalam yang secara kasar menilai dan mengawasi mereka, tanpa iba menyusup untuk meragukan mereka dan ragu-ragu sebelum beraksi. Sumber daya tantangan eksternal telah digantikan dengan kontrol pendekatan diri internal yang ketat. Sang kompulsif kini menjadi jaksa dan hakim mereka sendiri, siap mengutuk diri mereka sendiri tidak hanya karena banyak lagak namun juga karena pemikiran transgresi. Dengan menekankan perasaan bersalah, anak-anak mendapatkan suara kritis nurani yang siap memarahi bahkan ketika pengasuh secara fisik absen atau bahkan mati. Unsur keagamaan sering memainkan peranan penting. Beberapa di antaranya mengatakan konsekuensi menakutkan dari dosa; yang lainnya mengatakan bagaimana sulitnya atau malunya orangtua mereka jika mereka menyimpang dari ‘jalan lurus’. Kadang-kadang, mereka mengubah rasa moralitas mereka menjadi rasa superioritas moral, dan memakainya untuk mengisi bahan bakar kemarahan yang mengesampingkan ekspresi kemarahan dan fokus padanya atas tujuan yang sesuai.

b) Behavioral
Individu dengan tipe ini, kemungkinan saat kecil dididik untuk selalu mematuhi peraturan figur otoritas, dituntut untuk selalu benar dalam berbagai hal, dihukum karena tidak bisa tampil sempurna, tidak diberi reward setelah melakukan kesuksesan. Selain itu, bisa juga karena melihat saudaranya dihukum karena tidak sempurna, mereka sering diberi tanggung jawab atas hal yang tidak mereka ketahui atau tidak mereka kuasai, dicap sebagai anak yang buruk (dalam hal sikap). Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan baik dalam posisi yang membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif atau terperinci. Tetapi mereka rentan terhadap perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori kognitif-behavioral, pasien gangguan ini mempunyai perhatian yang tidak realistik mengenai perfeksitas dan penolakan terhadap kesalahan. Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, ia menganggap dirinya tidak berharga (Martaniah, 1999 : 79).

c) Cognitive
Ciri-ciri kognitif yang kuat dari kepribadian kompulsif dikenali dan ditulis teoris analitik jauh sebelum perspektif kognitif menjadi tenar. Adapun kajian pengolahan-informasi kontemporer peduli dengan pencatatan arsitektur dan proses kognisi, kajian analitik lebih peduli dengan gaya kognitif dan hubungan erat antara karakter dan kognisi. W. Reich (1933, h. 211) menilai sang kompulsif sebagai bimbang dan ragu.
Teoris psikoanalitik lainnya mencatat ketidaktoleransian. Sang kompulsif memperlakukan isi mental mereka selayaknya mereka memperlakukan kerja mereka,. Mereka gemar memiliki barang-barang yang konkrit; semuanya harus sesuai dengan beberapa sistem klasifikasi; semuanya yang sulit diatur menjadi sumber kecemasan atau sasaran kutukan. Mencandui konsep klasik tentang karakter anal, rado (1959: 326) menggambarkan orang ini sebagai konkrit, berorientasi pada fakta, dan mengutuk keragaman dan imajinasi. Ciri-ciri kognitif seperti itu mungkin bisa dilacak ke belakang pada lingkungan keluarga. Ketika orangtua anda begitu keji, mudah menghukum, dan merasa benar sendiri, anda biasanya lebih menyukai hal kongkrit karena lebih mudah menilai dan menghindari masalah, terutama jika kamu adalah anak-anak dan tanpa unsur kognitif dewasa.

Segalanya yang berada pada sisi terjauh dari perhatian kepribadian kompulsif berpotensi diangkut secara langsung menuju pusat kesadaran dan meletakkan di bawah kehebatan orang. Para individu ini tidak hanya tidak mampu memahami ‘gambaran besar’ namun juga tidak mampu merasakan keseluruhan nada emosional dari situasi impersonal, menyumbang pada impresi kepribadian bahwa mereka kaku atau dingin. Oleh karena kompulsif fokus pada rincian di dalam komunikasi dan gagal utuh menilai atmosfer interpersonal, mereka tidak bisa bersantai atau spontan atau empatik. Shapiro juga menghubungkan level perhatian kompulsif pada kekurangan intuisi mereka, tidak ada bahwa mereka jarang berfirasat. Akhirnya, sang kompulsif keras melawan apresiasi estetik dari sastra atau seni. Level perhatian kerja di dalam konjungsinya dengan pertahanan isolasi emosional, contohnya, membuat mereka merasa masa bodoh atas tragedi atau drama manusia lainnya. Kalau saja elsa bisa menilai atmosfer ruang kelas mereka, dia akan menanggapi umpan balik murid dan tidak akan duduk di pusat bimbingan.

Faktanya, tidak peka akan ketidakpekaan mereka pada nuansa emosional, sang kompulsif gagal menyadari bahwa kehidupan emosional orang lain jauh lebih kaya daripada dirinya sendiri. Banyak orang akan iba pada imersi sang kompulsif yang asing terhadap kesegeraan akan perasaan yang benar-benar hidup, banyak kompulsif tidak mampu memandang-ke-dalam pemiskinan kehidupan mereka. Sebaliknya, mereka membersihkan dan men-dehumanisasi keberadaan mereka dengan mengatur pemikiran mereka secara kaku sesuai dengan aturan dan regulasi konvensional, jadwal formal, dan hierarki sosial. Beberapa di antaranya melakukan hal seperti itu dengan sikap merendahkan diri dan hina, menganggap orang lain tidak teratur, tidak efisien, dan primitif. Tipe-tipe seperti itu muncul di pengaturan birokratis, di mana hasrat mereka akan spesifisitas dan rincian bisa dipakai sebagai senjata melawan siapa saja yang menghalangi mereka, mereka pun diacuhkan, atau agak terlalu tega. Dengan merumitkan hidup orang lain, sang kompulsif membendung kemarahan bagian dalam mereka seraya membenarkan perilaku mereka sesuai aturan keorganisasian.

Para kompulsif lain nampaknya sesuai untuk mengatur dan merinci hampir semua sebagai pertahanan kognitif melawan ketidakpastian dan kemenduaan. Tidak seperti varietas sadistik sebelumnya, mereka lebih tunduk dan takut akan kemurkaan, memiliki kebutuhan yang intens agar pasti. Perilaku kompulsif seperti itu begitu takut berbuat salah, melarang diri mereka sendiri pada situasi yang akrab dan intim. Mereka menghindari hal berbahaya dengan mempertahankan pendekatan hidup yang ketat dan teratur. Rutinitas yang sama memperbolehkan mereka bermain aman namun mencegah mereka dari pengembangan persepsi atau pendekatan baru penyelesaian masalah.

Individu seperti itu biasanya bimbang, terus menerus mencari sumber informasi, saran, dan opini otoritatif sebelum memutuskan. Sering, pencarian mereka meninggalkan penilaian mereka dilimpahi ratusan rincian yang mereka rasakan tidak mampu menggabungkan secara konklusif. Selamanya terteror dan tertekan, mereka mungkin terperosok di dalam suatu kelumpuhan analisa yang sama sekali mencegah mereka mengambil keputusan. Efeknya, mereka terperangkap di dalam lingkaran setan pengolahan-informasi: makin banyak rincian yang mereka kumpulkan, makin banyak fakta yang gagal dipahami atas suatu kajian aksi tertentu atau konklusi, dan kecemasan mereka pun meningkat. Solusinya adalah menggandakan kembali usaha mereka dan mengumpulkan lebih banyak rincian.

Sebaliknya, perintah moral yang memerintah pengalaman mereka diberdayakan dan diatur beberapa kesalahan kognitif kunci (beck, et.al., 1990). Mungkin, sang kompulsif memandang dunia secara hitam-putih. Pernyataan ‘mesti’ mereka menetapkan kemutlakan tidak layak di dalam situasi tertentu, kemampuan personal, atau ketersediaan sumber daya. Sebaliknya, sang kompulsif diperintah komandemen yang disarikan dari superego yang mahakuat: “anda tidak akan pernah gagal. Anda akan selalu terkontrol. Anda tidak terjebak kesalahan, sekecil apapun,” dll. Mempertimbangkan dikotomi mereka, pandangan moralistik akan dunia, tidaklah mengejutkan bahwa konsekuensi menyakiti satu komandemen ini saja adalah kotor, bahkan bencana. Sang kompulsif tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan; mereka harus melakukan apa yang semestinya, di setiap kasus. Hasilnya, hidup memang hanya punya sedikit potensi untuk sedikit kebahagiaan dan amat berpotensi untuk cemas. Banyak dari kehidupan sang kompulsif terbuang di masa lalu dan di masa depan, hilang pemahaman atas apa yang mesti mereka lakukan kepada orang tertentu atau situasi, atau apa yang telah mereka lakukan akan menghilang. Kadang-kadang kungkungan keinginan mereka bisa membuat mereka nampak tidak menarik. Hanya kadang-kadang mereka berpusat di saat sekarang, rumah bagi mereka yang gembira dan keakraban hidup.

d) Interpersonal
Kita bisa simpulkan bahwa sang kompulsif begitu mengekang interaksi interpersonal mereka. Orang normal mampu melakukan spontanitas, sang kompulsif secara aktif mengawasi tingkah laku dan pesan mereka sendiri. Komunikasi mereka mungkin nampaknya didahului kekakuan kartu pencatatan, mungkin dengan sedikit melihat ini: pertama, memformulasikan rencana interpersonal. Kedua, memeriksa rencana secara teliti demi menghindari pemborosan dalam ketepatan dan kematangan, mengadopsi permulaan yang rendah untuk menghilangkan kemungkinan perilaku sehingga dapat melenyapkan segala kemungkinan penghinaan atau ketidakmampuan. Ketiga, memformulasikan perilaku yang baru jika perlu, dan memeriksa sebelumnya. Keempat, memerankan perilaku terpilih, mengukur reaksi orang lain, dan kembali ke langkah pertama. Kekakuan meningkat ketika partisipan lain di dalam transaksi punya tingkat atau status tertentu yang meluas yaitu sang kompulsif sehingga pentingnya penyensoran kesalahan pun meningkat.

Proses kompulsif interpersonal mensyaratkan bahwa mereka menginvestasikan banyak waktu dan energi untuknya. Untuk alasan ini, sang kompulsif sering dilihat orang lain begitu kaku, muram, atau bahkan cemberut. Walau mereka amat sopan, ini mengalir dari hasrat mereka untuk mengikuti kesepakatan sosial, bukan dari keinginan terdalam. Postur dan gerak mereka mungkin nampak ketat dan terkontrol. Kata-kata mereka cermat dipilih agar akurat dan obyektif. Apapun topik percakapan, sang kompulsif lebih suka tetap mempertahankan jarak dan impersonal, merendahkan penilaian subyektif atau opini demi menerima kecerdasan atau formulasi abstrak yang tidak mengungkapkan apapun bagi mereka sendiri. Mereka mungkin bicara dengan tata cara yang impersonal dan jumawa daripada memahamkan komentar mereka, menaikkannya sampai ke level peraturan. Contohnya, seorang kompulsif mungkin berkata, “seorang seringkali menemukan dalam hidup bahwa pengalaman salah satu guru terbaik,” bukan berkata, “anda membuat kesalahan, pelajari apa yang anda bisa, dan selanjutnya.” Untuk alasan ini, impresi interpersonal mereka adalah salah satu dari kesopanan, formalitas, dan kekangan.

Dinamika kepribadian kompulsif bagian dalam terutama dibuat jelas ketika membedakan arahan interpersonal mereka dengan atasan dan bawahan. Memberikan kesadaran dan keasyikan mereka dengan rincian, efisiensi, dan kesempurnaan, sang kompulsif membuat baik ‘pria dan perempuan organisasi,’ mengadopsi kebutuhan dan tujuan bisnis sesuai keinginannya sendiri, nyaris menjadi bagian dari superego mereka sendiri. Mayoritas berhubungan dengan orang lain berdasarkan tingkat atau status. Mereka menyanjung, bahkan memuja, atasan mereka, namun otoriter atau tiran terhadap bawahan. Dengan mempersekutukan diri mereka sendiri dengan orang lain yang berkuasa, sang kompulsif menikmati serangkaian perlindungan dan secara tidak langsung mendapatkan mantel kekuatan dan penghormatan. Pada waktu bersamaan, mereka memakai posisi kekuasaan mereka untuk menyebarkan ketakutan kepada bawahan mereka, ketakutan sama yang mereka alami sendiri ketika ‘dipanggil di atas karpet’ di hadapan orang lain yang lebih berkuasa. Untuk mengekang permusuhan tertekan mereka, sang kompulsif mungkin mengantagoniskan pekerja mereka dengan peraturan, regulasi, tata cara, dan konformitas sesuai dengan deskripsi kerja.

4. PASSIVE AGGRESSIVE DISORDER (NEGATIVISTIC)
Terdapat dua konsep utama dalam gangguan ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi kroni di mana seseorang tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan kebutuhan orang lain, tetapi sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam proses, orang menjadi semakin bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan.

Mereka memendam rasa amarah dan permusuhan yang diekspresikan dengan cara tidak langsung tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik dan selalu menganggap dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral, pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia memintanya.
Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.

Perspektif Psikososial Mengenai Passive Aggressive Disorder

a. Psikoanalisa
Gambaran psychoddinamic dari orang pasif-agresif dapat ditelusuri dari tahap pemuasan oral, dimana basic trust dibangun.

b. Behavior
Individu dengan gangguan ini seringnya dibesarkan di keluarga dengan pola asuh yang tidak konsisten dan pelatihan yang bertolak belakang (ucapan dan perbuatan orang tua tidak seimabang, contoh:: melarang anak merokok padahal dirinya sendiri merokok di depan anak). Hal ini membuat orang pasif-agresif tidak dapat mempercayai lingkungannya.

c. Cognitive
Secara kognitif, orang pasif-agresif selalu berpikir curiga dan sinis, sangat kaku, dan selalu berpikir hitam-putih.

d. Interpersonal
Secara interpersonal, orang dengan tipe ini seringnya sangat focus pada pemberian reward dan sangat cemburu bila terdapat ketidak adilan dalam pembagiannya.

Sumber:
Davidson, Gerald C., John M. Neale, & Ann M. Kring. 2004. Abnormal Psychology (9th Edition). US: john wiley & sons, inc.
Millon, Theodore, Seth G., Carrie M., Sarah M., & Rowena R. 2004. Personality Disorder In Modern Life. US: john wiley & sons, inc.
Nevid, J., Rahtus S., & Beverly G. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT Refika Aditama.

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com