Thursday, October 7, 2010

Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah, pecah/split, dan phrenia yang berarti jiwa. Karakteristik utama dari gangguan ini adalah pemisahan anatara pikiran, emosi dan perilaku orang yang mengalaminya. Tergolong dalam gangguan psikotik yang ciri utamanya adalah reality testing, suatu gangguan mental yang dianggap paling parah.
Secara umum gangguan jiwa dapat dibedakan menjadi Psikosa dan Non-psikosa. Psikosa ditandai dengan tidak adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan menilai realitas. Psikosa masih dibagi dalam Psikosa Fungsional (terjadi karena gangguan fungsi system transmisi sinyal penghantar saraf/neurotransmitter dalam susunan saraf pusat otak) namun tidak ditemukan kelainan structural pada sel saraf otak tersebut. Dan Psikosa Orgnik, akibat kelainan pada struktur susunan saraf otak. Dapat disebabkan tumor, kelainan pembuluh darah otak, infeksi dan keracunan/intoxikasi NAZA dan zat lainnya.

Emil Kraepelin (1856-1926) menyebut gangguan ini dengan dementia precox, hal ini menekankan pada proses kognitif (dementia) dan onset pada masa awal (precox), pasien dengan gangguan ini memiliki deteriorasi (kemunduran) jangka panjang serta gejala klinis umum berupa halusinasi dan delusi.
Berbeda dengan Bleuler yang membantah adanya demensia pada skizofren (de berarti kurang/tidak ada, sedangkan mensia berarti kecerdasan) melainkan disharmoninya keinginan dengan pikiran. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok: gejala primer; gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme (penderita kehilangan kontak dengan dunia luar, seakan hidup di dunianya sendiri dan tidak mengkhawatirkan yang terjadi di sekitarnya). Gejala sekunder merupakan manifestasi dari usaha penderita untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer. Gejala sekundernya berupa; waham, halusinasi dan gejala katatonik/gangguan psikomotor yang lain.
Pembahasan skizofrenia berdasarkan pada diagnosis DSM IV, terdapat beberapa simtom yang mungkin muncul sebagai manifestasi dari gangguan ini, yang dapat berbeda dari individu satu dengan lainnya, sehingga dikatakan bahwa skizofrenia dikatakan tidak memiliki simtom esensial. Skizofren juga dikatakan tidak memiliki gejala yang patognomonik (gejala yang khas, yang membedakannya dengan gangguan lainnya), bisa jadi gejala yang muncul pada gangguan ini muncul juga pada gangguan lain. Misalnya halusinasi pada orang yang menggunakan obat-obat tertentu.
Terdapat 6 kriteria menurut DSM IV (APA, 1994) yang harus diperhatikan, A-F, yaitu: Criteria A; halusinasi/delusi yang sangat menonjol, setidaknya dalam waktu sebulan. Davison & Neale (2001) menyatakan bahwa criteria ini dapat digolongkan dalam 3 kelompok: simtom positif (berupa tanda-tanda berlebihan yang pada orang kebanyakan tidak ditemukan, namun pada penderita skizo justru ditemukan), negative dan simtom lainnya. Yang termasuk dalam simtom positif adalah delusi/waham dan halusinasi.
Waham adalah keyakinan yang keliru, tetap dipertahankan walau dihadapkan pada cukup bukti tentang kekeliruannya. Dan tidak sesuai dengan latar pendidikan dan budaya orang yang bersangkutan. Sedangkan halusinasi adalah penghayatan (seperti perspsi) melalui panca indera dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, misalnya seorang skizofren yang terlihat berbicara dengan orang yang di hadapannya, walau sebenarnya tidak ada. Jenis halusinasi yaitu visual, auditorik, olfaktori (penciuman), haptic (sentuhan/sensasi permukaan)dan halusinasi liliput. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana terjadinya kekeliruan dalam mempersepsi simulus yang nyata. Criteria B: disfungsi social/pekerjaan. Criteria C: durasi 6 bulan/lebih. Criteria D: dinyatakan tidak termasuk dalam gangguan skizoafektif/gangguan mood. Criteria E: bukan karena penyalahgunaan obat/zat atau kondisi medis tertentu. Criteria F: memperhatikan ada/tidaknya gangguan pervasive.
Simtom negative adalah simtom yang deficit, perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh orang normal, namun tidak ditunjukkan oleh penderita. Antara lain: avolition/apathy (hilangnya minat pada rutinitas), alogia (sedikitnya kuantitas pembicaraan), anhedonia (ketidakmampuan memperoleh kesenangan, misalnya rekreasi, gagal menjalin hubungan dengan orang dekat, hilangnya minat berhubungan sexual), abulia (tidak mampu memikirkan konsekuensi dari tindakannya), asosialitas (gangguan buruk dalam hubungan sosial), afek datar (tidak mampu menampilkan emosi) dan afek yang tidak sesuai.
Kategori selanjutnya adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh, misalnya katatonia; pasien menampilkan perilaku tertentu berulang, pose tubuh yang aneh atau waxy flexibility, orang tertentu dapat membentuk pose tertentu dari tubuh pasien, yang akan dipertahankan dalam waktu yang lama.

PSIKOPATOLOGI
Penyebab pastinya belum juga diketahui, namun terdapat beberapa teori penyebab:
A. Teori Somatogenik:
 Keturunan: melalui gen yang resesif
 Endokrin: skizofren sering timbul saat pubertas, hamil dan puerperium.
 Metabolisme: kesalahan metabolisme (inborn error of metabolism).
 Susunan saraf pusat: kelainan saraf pusat menyebabkan gangguan neurotransmitter.
B. Teori Psikogenik
 Adolf Meyer: suatu maladaptasi
 Freud: kelemahan ego
 E. Bleuler: disharmoni jiwa/terpecah belah
 Stress psikologik: persaingan antar saudara kandung, hubungan yang kurang baik dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat.
C. Teori Sosiogenik
 Keadaan sos-ekonomi
 Pengaruh keagamaan
 Nilai moral dan lainnya.

Tipe skizofrenia dapat dibedakan dalam jenis-jenis sebagai berikut:
1. Tipe Hebefrenik/kacau (Disorganized)
2. Tipe Katatonik
3. Tipe Paranoid
4. Tipe Tak Tergolongkan
5. Tipe Residual
Tipe (kelompok) lainnya adalah tipe simpleks (sering timbul pertama kali pada masa pubertas, gejala utamanya kedangkalan emosi dan regresi kemauan. Karena kemunculannya sangat perlahan, sebagai contoh awalnya penderita kurang memperhatikan keluarganya/mulai menarik diri dari pergaulannya, semakin lama ia akan keluar dari pelajaran/pekerjaannya dan akhirnya menganggur dan jika tidak segera ditolong, besar kemungkinan menjadi pengemis, pelacur bahkan penjahat). Gangguan skizofreniform (episode skizofrenia akut, timbul secara mendadak dan seperti mimpi), skizofrenia laten, gangguan skizoafektif dan gangguan lainnya.

Read More......

ASSESMENT PERILAKU

Assesment klinis yang dulunya dikenal sebagai psikodiagnosis, merupakan proses pengumpulan informasi mengenai klien atau subyek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai seseorang (Kendall, 1982). Assesment ini, tidak lain sebagai penunjang dalam pembuatan keputusan-keputusan dan berbagai tindakan (penyaringan & diagnosis, evaluasi & intervensi, riset,…).
Psikolog klinis mengases kekuatan/ kelemahan lingkungan sosial individual sekitar klien yang dapat mempengaruhi dan memberi efek terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku klien.

Selain, istilah psikodiagnostik dan assesment ataupun pengukuran (measurement) juga dikenal metode asssesment lainnya, yaitu Assesment centre. Penggunaan kata centre disini bukan dimaksudkan pada pusat, tempat atau badan, melainkan sebagai jenis metode dalam assesment. Sedangkan bila dilihat dari substansi pemeriksaannya, terdapat banyak jenis assesment dalam psikologi klinis yang bisa digunakan, seperti Assesment pemfungsian intelektual, Assesment Kepribadian, Assesment pemfungsian Neuropsikologis dan Assesment Perilaku.
Dalam Assesment Perilaku, lebih terpusat pada mengidentifikasikan perilaku spesifik klien atau sistem lingkungan yang mungkin membutuhkan perubahan. Lebih lanjut, mengenai apa dan bagaimana Assesment perilaku tersebut akan kami bahas dalam bab selanjutnya.
A. Pengertian
Dalam Kamus Psikologi, karya JP. Chaplin, dituliskan bahwa Behavioral merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan pelbagai ilmu pengetahuan yang menggunakan metode-metode objektif dan memiliki tujuan-tujuan yang objektif, sebagai lawan dari jenis ilmu pengetahuan yang subjektif dan mentalistik. Seperti yang kami tuliskan sebelumnya, bahwa dalam assesment perilaku, pendekatan perilaku lebih terpusat dalam mengidentifikasi perilaku spesifik dari klien ataupun sistem lingkungan yang mungkin memerlukan perubahan. Dengan kata lain, assesment perilaku ini melakukan pendekatan yang lebih spesifik dan teliti dalam memeriksa kondisi atau situasi lingkungan yang mungkin memberi pengaruh maupun efek terhadap perilaku yang dimunculkan oleh klien. Assesor perilaku tentunya akan berupaya untuk mengidentifikasi adanya akibat (hasil) dari pengaruh resiprokal (timbal balik) tindakan orang-orang sekitar dan lingkungan fisik terhadap tingkah laku/perilaku klien yang mencerminkan adanya masalah.
Pengukuran Behavioral mencakup sejumlah tingkah laku objektif individu. Klinis menggunakan metode ini untuk menemukan tingkah laku yang bermasalah, untuk mengerti apa yang mempertahankan intervensi yang sesuai untuk mengubah tingkah laku ini.
B. Perbedaan Asessmen Perilaku dengan Asessmen Tradisional
Assesment perilaku yang dilandasi dengan pemikiran bahwa perilaku manusia merupakan produk (hasil) dari interaksi (resiprokal) yang bersifat kontinuitas antara pribadi dan situasi ini, memiliki 5 perbedaan dengan assesment tradisional sebagaimana yang dipaparikan oleh Kendall & NortonFord, yaitu:
a. Assesment perilaku memusatkan perhatian pada tingkah laku/ perilaku yang bisa langsung diamati dan gambaran lingkungan, sedangkan assesment tradisional menjadikan hal-hal yang langsung berhubungan dengan apa yang akan dihadapi oleh intervensi sebagai target assesmentnya.
b. Assesment perilaku bersifat spesifisitas. Dalam hal ini assesor perilaku mencatat perilaku, perasaan dan pikiran serta respon fisiologis klien dan pengungkapan spesifik situasi dimana respon muncul. Dari data yang spesifik inilah assesor dapat mengemabangkannya menjadi uraian komprehensif mengenai kliennya.
c. Pusat Assesment perilaku adalah mendapatkan sampel interaksi aktual klien, sedangkan dalam assesment tradisional digambarkan assesor perilaku sebagai penekanan tanda-tanda sifat kepribadian klien, psikodinamika/ kapasitas pribadi umum.
d. Dalam Assesment tradisional maupun assesment perilaku memiliki assesment yang berbeda dalam mengembangkan ukuran assesment.
e. Tidak hanya dalam strategi yanng digunakan untuk mengembangkan ukuran assesment namun, prosedur diantara keduanyapun berbeda. Assesor perilaku berusaha untuk mengumpulkan informasi assesment tidak hanya sebelum dan setelah, tapi juga selama intervensi berlangsung.

C. Macam-macam Metode Assesment Perilaku
Sebelum tahun 1970-an pengukuran behavior hanya mengukur tingkah laku yang dapat dilihat, mulai memasuki tahun 1970-an pikiran dan perasaan yang dilaporkan oleh klien juga termasuk bagian yang di ukur oleh behavior.
Ada beberapa assesmen perilaku yang umumnya dikenal, yaitu:
1. Observasi (pengamatan) Naturalistik
Metode ini merupakan salah satu metode assesmen dimana observer mengamati langsung perilaku atau apa-apa yang dirasakan klien secara actual. Klinisi mengobservasi klien dan mencatat frekwensi tingkah laku khusus tersebut dengan factor situasionalnya yang sesuai.
 Sebelumnya diseleksi tingkah laku yang ditargetkan, yaitu tingkah laku yang perlu diperhatikan.
 Observasi invivo: observasi dilakukan dalam konteks yang sebenarnya tempat tingkah laku yang menjadi target terjadi.

2. Pemantauan Diri
Metode ini merupakan metode assesment dimana klien bertindak sebagai pengamat atas tindakan dan interaksinya. Metode pemantau diri ini menuntut klien untuk dapat membedakan perilaku, pikiran atau perasaan tertentu yang dialami, dan segera mencatat data sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk yang memungkinkan dalam assesmen dan intervensi. Atau dengan kata lain metode pemantauan diri menekankan pencatatan segera respon-respon spesifik. Metode ini lebih bersifat ekonomis, terpusat dan lebih cepat, daripada pemantauan oleh pengamat eksternal, meskipun bias-bias pribadi dapat mengganggu observasi yang akurat
3. Laporan Diri Situasi Spesifik Oleh Klien
Metode ini lebih bersifat retrospektif (menghayati keberadaan diri) dan sumatif, menyadarkan pada daya ingat diri akan pola umum perilakunya. Pusat perhatian dan observasi pada laporan diri adalah perilaku spesifik yang terjadi dalam perankat spesifik sehingga metode ini memiliki nilai akurasi yang tinggi. Pengukuran ini juiga berkembang untuk mengakses aspek-aspek situasi seperti juga untuk mengakses perilaku.
Seringkali terdapat kesulitan untuk membedakan antara metode pemantauan diri dengan metode laporan diri karena sama-sama menyampaikan subjek sebagai sumber data. Namun assesmen laporan diri berbeda dari pemantauan diri, laporan diri lebih bersifat retrospektif dan sumatif, sedangkan pemantauan diri menekankan pencatatan segera respon-respon spesifik.
Laporan diri behavioral, informasi tentang tingkah laku yang menyusahkan harus didapat dari klien sendiri, karena klienlah yang paling tahu. Laporan diri dilakukan melalui:
 Wawancara behavior: focus tingkah laku yang jadi masalah dan kejadian sebelum (antesidan) dan yang mengikuti tingkah laku (konsekuensi) tersebut, untuk mengeerti sifat yang tepat dari tingkah laku tersebut dan mencari bersama klien tujuan-tujuan intervensi.
 Memonitor diri: klien membuat catatan mengenai frekwensi tingkah laku.
 Ceklis behavioral dan inventori behavior: inventori dari Beck; Surve takut (Fear Survey Schedule) dari Wolpe: orang disuruh menunjuk seberapa besar berbagai pengalaman menimbulkan rasa takut. Pada BDI-nya Beck: klien menunjukkan terjadinya pikiran yang berhubungan dengan depresi.
4. Observasi Analog (identik)
Metode assesmen analog merupakan kelompok realitas, dimana berisikan karakteristik dasar tertentu mengenal hal-hal nyata dalam cara yang terkendali dan sederhana. Assesmen ini dapat dilaksanakan dengan cara berikut: paper and pencil test, audiotape, videotape test, anactment test, roleplay test, dan stimulasi. Tiap-tiap metode ini memiliki perbedaan pada alat yang digunakan, yang mana situasi analog (identik) ditampilkan dalam partisipan klien dan dalam tipe respons yang diminta dari klien.
5. Observasi serta rating oleh orang lain yang signifikan
Metode assesmen ini menggunakan orang dekat sebagai pengumpul data dengan cara observasi langsung atau dengan cara retrospektif membuat peringkat atas perilaku klien. Metode ini menampilkan sumber data yang menyeluruh, karena klien dipandang oleh orang yang secara signifikan sangat kuat mempengaruhi perilaku dan persepsi diri klien. Dalam pengumpulan data orang yang signifikan dapat menceritakan kepada klinisian sejumlah besar kenyataan mengenai lingkungan sosial klien.
Selain lima metode perilaku yang telah di paparkan diatas, terdapat wilayah tambahan assesmen perilaku yaitu, Assesmen Respon Fisiologis dan Assesmen Kognitif Spesifik.

D. Wilayah Tambahan Assesmen Perilaku
Dalam asessmen perilaku itu terdapat beberapa wilayah tambahan, wilayah tambahan ini meliputi:
1. Asessmen Psikofisiologis.
Yaitu kuantifikasi kejadian-kejadian biologis sebagaimana mereka berhubungan dengan pengubah-pengubah psikologis. Focus dari asesmen ini adalah perekaman reaksi-reaksi jasmaniah terhadap rangsangan-rangasangan lingkungan termasuk ketegangan otot, denyut jantung, tekanan darah, dan resistensi kulit.
2. Asesemen Perilaku Kognitif – Perilaku
Target dari asesmen ini adalah respon spesifik, yaitu aktivitas kognitif klien atau subyek penelitian dan bukan termasuk kejadian yang dapat diamati.
Sementara methode yang digunakan untuk mengakses respons kognitif perikau adalah:
a. Contoh pikiran (thought sampling), yaitu prosedur yang meminta bahwa individu, pada waktuy yang berbagai-bagai, terdapat pada pikirannya.
b. Inventori-inventori pernyataan diri (Self – statement inventories), yaitu meliputi serangkaian pikiran atau hal-hal yang orang katakan kepada mereka dan meminta individu untuk mengidentifikasikan seberapa sering ia memiliki yang telah didaftar.

Read More......

PERSONALITY ASSESMENT

Kebutuhan untuk melakukan pengukuran terhadap kepribadian timbul karena dua alasan, yaitu:
1. Dari segi teori, untuk menguji dan memantapkan teori yang telah dirumuskan.
2. Dari segi praktis, untuk memungkinkan prediksi dan pengendalian.
Dalam lingkungan psikometri pengukuran kepribadian itu secara tradisional hanya meliputi pengukuran aspek-aspek non-kognitif, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bukan abilitas. Namun secara lengkap pengukuran kepribadian itu harus pula meliputi pengukuran abilitas. Alat-alat atau teknik untuk mengukur kepribadian yaitu sebagai berikut:

A. Pengukuran aspek non-kognitif
1. self-report inventory
Asumsi-asumsi yang mendasari digunakannya self-report inventory adalah:
- bahwa individu-individu adalah orang yang paling tahu akan keadaan masing-masing.
- Bahwa individu mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk menyatakan keadaan dan penghayatannya menurut apa adanya.
Dengan self-report inventory dapat diungkap ada atau tidaknya sesuatu hal (atribut) pada seseorang dan dapat diungkap seberapa besarnya. Prototipe sel-report inventory adalah Personal Data Sheet (PDS) yang dikembangkan oleh Woodworth salama Perang Dunia I. dengan menggunakan item-item yang dapat mengungkap gejala-gejala psikiatrik, seperti:
- apakah anda tahan melihat darah?
- Apakah anda sering berpikir untuk melakukan bunuh diri?
- Apakah anda sering mengalami konvulsi?
- Apakah anda sering merasa sesak nafas?
- Apakah anda mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia?
Dan seterusnya yang seluruhnya berjumlah 116 item.
Suatu alat yang diukur analog dengan PDS yang tujuannya untuk mengetahui berbagai problem (kesukaran) yang dihadapi dan dihayati individu adalah Mooney Problem Check List. Alat lain yang digunakan secara luas adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Dengan MMPI dapat diungkap komponen-komponen kepribadian yang mempunyai arti klinis, yaitu:
- hypochondriasis - paranoia
- depression - psychasthenia
- hysteria - schizophrenia
- psychopathic deviate - hypomania
- masculinity-femininity - social introversion
Suatu segi yang menonjol dari MMPI asli adalah penggunaan tiga skala yang disebut skala-skala validitas, yang juga dipertahankan dalam MMPI-2. skala-skala ini tidak berkaitan dengan validitas dalam pengertian teknis. Akibatnya, skala-skala ini mewakili pengecekan dalam hal kurangnya perhatian, kesalahpahaman, pura-pura sakit dan pelaksanaan perangkat respon khusus dan sikap mengikuti tes. Skor-skor validitas mencakup:
- Skor bohong (L); didasarkan pada sekelompok butir soal yang tampaknya dipahami dengan baik oleh responden tetapi tidak mungkin dijawab dengan benar dengan arah yang dikehendaki (misalnya:saya tidak suka setiap orang yang saya kenal)
- Skor Infrekuensi (F); ditentukan dari seperangkat 60 (dari aslinya 64) soal yang dijawab dalam arah yang diskor oleh tidak lebih dari 10% kelompok standarisasi MMPI.
- Skor koreksi (K); menggunakan kombinasi lain dari butir-butir soal yang dipilih secara spesifik, skor ini memberikan ukuran bagi sikap dalam mengikuti tes yang diyakini lebih tak halus. Sebuah skor K yang tinggi bisa mengindikasikan sikap defense atau usaha untuk “memalsukan yang baik”. Sebuah skor K yang rendah bisa menggambarkan sikap terus terang yang berlebihan dan kritik diri atau usaha sengaja untuk “ memalsukan yang buruk”.
Dalam perkembangannya lebih lanjut alat ini juga dapat digunakan untuk mengungkapkan komponen-komponen lain, yaitu: ego strength, dependency, dominance, prejudice, social status. Kelemahan dari MMPI adalah:
a. Istilah-istilah psikiatri itu sering menyesatkan, dan mendorong orang untuk membuat interpretasi hasil testing dengan kurang hati-hati.
b. Beberapa dari skala-skalanya belum mempunyai reliabilitas yang memadai
c. Sampel yang digunakan untuk menyusun norma terbatas.
Beberapa self-report inventory disusun berdasarkan analisis faktor, misalnya Guilford-Zimmerman Temperament Survey, Comrey Personality Scales dan Cattell Inventory. Guilford-Zimmerman Temperament Survey digunakan untuk mengukur; general activity, restrain, ascendant, sociability, emotional stability, objectivity, friendliness, thoughtfulness, personal relations dan masculinity. Sedangkan cattell inventory digunakan untuk mengukur 16 faktor kepribadian atau terkenal dengan nama "16 PF" (Cattell, Eber dan Tatsuoka, 1970). Sedangkan alat yang mulai banyak digunakan di Indonesia adalah Edwards Personal preference Schedule (EPPS).

2. Pengukuran Minat, Sikap dan Nilai Budaya
kekuatan dan arah minat, sikap dan motif serta nilai-nilai budaya merupakan komponen penting dalam kepribadian seseorang. Komponen-komponen tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan, kecakapan kerja, kemampuan bergaul serta pola-pola hidup seseorang.
a. Pengukuran minat.
Pengukuran minat merupakan hal yang penting karena terbutkti minat mempunyai peranan yang penting dalam hal berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbagai bidang , terutama dalam studi dan kerja.. studi mengenai minat mendapat dorongan terutama dalam bidang konseling, pendidikan dan vokasional. Salah satu alat yang digunakan untuk mengungkap minat yaitu Strong Vocational Interest Blank (Strong, Jr, !943, 1949, 1955). Alat lain yang digunakan untuk mengukur minat adalah kuder Interest Inventory, yang dikembangkan oleh Kuder. Yang digunakan untuk mengukur minat dari beberapa arah dan untuk keperluan yang bermacam-macam.
b. Pengukuran sikap
Pengukuran sikap banyak digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi social. skala sikap telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya polling pendapat umum mengenai keadaan politik, ekonomi atau hal-hal lain yang menyangkut kepentingan umum. Alat yang digunakan untuk pengukuran sikap adalah skala model Thurstone dan skala model Likert. Skala sikap model Thurstone dimaksudkan guna mendapatkan ukuran kuantitatif mengenai posisi relative individu dalam suatu kontinum sikap.
c. Pengukuran nilai-nilai budaya
kepentingan dilakukannya pengukuran nilai-nilai budaya dalam kepribadian didasarkan pada anggapan bahwa sistem nilai-nilai yang dianut oleh seseorang akan sangat besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Alat yang paling banyak digunakan adalah yang modelnya disusun oleh Allport dan Vernon (1931), yang dasar teorinya adalah teori Spranger tentang adanya enam macam nilai budaya dalam masing-masing individu dan dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya menurut spranger itu adalah nilai-nilai ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, keagamaan, kesenian dan kemasyarakatan (Soemadi Suryabrata, 1969)
3. Penggunaan teknik proyaktif
Ciri pembeda utama dari teknik proyektif adalah pada penilaiannya atas tugas yang relative tak terstruktur, yaitu tugas yang memungkinkan variasi yang hampir tak terbatas dari respon-respon yang mungkin. Hipotesis yang mendasari hal ini adalah bahwa cara individu mempersepsi dan menginterpretasi materi tes atau “menstrukturisasikan” situasi itu akan mencerminkan aspek-aspek dasar dari fungsi psikologisnya. Dengan kata lain, diharapkan materi tes bisa berfungsi sebagai semacam saringan dimana responden “memproyeksikan” proses pikiran, kebutuhan, kecemasan dan konflik khas mereka.
Metode proyektif berasal dari dalam lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli klinis. Dalam kerangka teoritisnya, kebanyakan teknik proyektif mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Alat-alat proyektif yang terkenal adalah test Rorschach (Rorschach, 1942) dan Thematic Apperception Test (Murray, et al., 1938).
4. Beberapa teknik lain
disamping teknik-teknik dan lat-alat yang telah dikemukakan itu masih terdapat sejumlah besar teknik atau alat yang masih dalam taraf pengembangan atau penjajagan. Berbagai alat tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Objective performance test
cirri-ciri teknik ini adalah:
- si pengambil test dituntut untuk “task-oriented”, jadi berbeda dari teknik-teknik yang telah dibicarakan di muka, yang pada umumnya bersifat ‘report-oriented”.
- Tujuan tes ini yang sebenarnya terselubung, jadi si pengambil tes tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang diukur.
- Tugas yang diberikan kepada pengambil tes jelas strukturnya.
- Pada setiap soal ada penyelesaian yang nampaknya benar.
b. Situational test
Dalam “situational test” pengambil tes ditempatkan dalam situasi yang mirip atau merupakan simulasi situasi dalam kehidupan nyata. Biasanya, situasi itu sifatnya problematic, disertai alternative-alternatif penyelesaian. Alternative yang dipilih oleh seseorang pengambil tes akan mencerminkan kepribadiannya dalam aspek tertentu.
c. Pengukuran konsep diri
sejumlah usaha bertolak dari dasar pandangan bahwa kepribadian itu akan dapat difahami dari segi “bagaimana individu itu memandang dirinya sendiri dengan orang lain”. Jadi, deskripsi seseorang mengenai dirinya sendiri itulah yang menjadi data utama dalam pengukuran kepribadian.

B. Pengukuran Aspek Kognitif
Pengukuran kepribadian secara lengkap harus pula meliputi pengukuran abilitas, yaitu pengukuran intelegensi dan bakat, akan tetapi menurut tradisi dalam psikometri pengukuran abilitas itu tidak dimasukkan dalam pengukuran kepribadian. Hasil-hasil pengukuran yang telah tercapai yaitu;
a. rigidity dan dogmatisme
b. penggunaan kategori kognitif
c. struktur kognitif
d. orientasi kognitif
Rigidity (ketegaran) yang merupakan kendali bagi kegiatan memproses informasi, dapat disaksikan misalnya dalam persepsi, pemecahan problem, maupun dalam penentuan pendapat mengenai soal-soal sosial. Penggunaan kategori kognitif mulai banyak dilakukan sejak diumumkan karya Gardner (1953) mengenai cognitive styles in categorizing behavior. Gardner menyimpulkan bahwa individu sedikit banyak dalam caranya menggunakan caranya menggunakan kategori-kategori untuk memasukkan atau tidak memasukkan sesuatu obyek kedalam golongan tertentu dan ini merupakan aspek kepribadian yang dapat membedakan seseorang secara khas dari orang-orang lain.
Struktur kognitif yaitu kerangka yang digunakan oleh individu untuk menangkapdunia fenomenal juga merupakan suatu aspek kepribadian yang telah meanrik perhatian. Pada umumnya individu cenderung kepada salah satu diantara dua macam orientasi yaitu field dependence atau field independence. Individu yang oriantasinya field dependence sangat tergantung pada struktur objek yang dihadapinya, sedang individu yang field independence tidak begitu terikat kepada struktur objek yang dihadapinya.

C. Problem-problem dalam Pengukuran Kepribadian
Tujuan pengukuran, termasuk pengukuran kepribadian adalah untuk mendapatkan informasi mengenai hal yang diukur, agar dapat dijadikan landasan pengambilan keputusan tertentu. Supaya informasi yang diperoleh itu relevan dan akurat, alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi itui harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1. Alat pengukur itu harus reliable
2. Alat pengukur itu harus Valid
Di samping kedua syarat utama itu, alat pengukur tersebut harus pula:
- Obyektif
- Dibakukan
- Komprehensif
- Mudah digunakan
- Murah (Sumadi Suryabrata, 1970)
Usaha untuk mengembangkan perumusan, menyusun model, serta menyusun teknik pengukuran reliabilitas itu dirintis oleh Spearman pada awal abad ini (Spearmen, 1904, 1910).
1. kelemahan-kelemahan Self-report inventory
- terjadi pemalsuan respon
- subyek memberikan respon dalam cara yang dikira dikehendaki oleh masyarakat
- subyek memberikan respon menurut cara yang biasa dilakukannya
- subyek memberikan respon yang ekstrim
2. Problem dalam pengukuran minat, sikap dan nilai budaya
berbagai skala sikap yang telah tersusun, yang sebagian besar mengguanakan model Thurstone atau model Likert, pada umumnya mempunyai kualitas psikometrik lumayan. Kebanyakan dari skala-skala tersebut mempunyai reliabilitas sedang, namun hanya sedikit saja informasi yang mengenai validitas yang telah dapat diketengahkan, pada umumnya skala-skala tersebut sangat tergantung pada validitas isi, dan construct validity, sedang secara ideal skala-skala tersebut harus mempunayi criterion-related validity. Skala untuk mengukur nilai budaya mengandung mengandung kelemahan validitas ini. Alat-alat yang sampai saat ini telah dikembangkan sangat tergantung kepada validitas isi dan construct validity.

3. Problem dalam penggunaan teknik proyektif
kelemahan-kelemahan dari teknik-teknik proyektif yaitu sebagai berikut:
a. pemalsuan
b. obyektivitas kurang memadahi
c. tiadanya norma yang mantap
d. reliabilitas
e. validitas.

Read More......

Mood & Psychotic Disorders

Gangguan mood melibatkan masalah emosi yang mengganggu, berkisar antara kesedihan pada depresi hingga elasi/peningkatan serta iritabilitas mood pada mania (Helgin & Whitbourne, 1994; Davison & Neale,2001). Disebut gangguan mood karena ketidaknormalan dalam suasana hati yang berupa kemurungan hebat (depresi) atau kegembiraan yang abnormal (mania).
Suasana hati yang tidak teratur dalam kategori ini adalah perasaan yang senang, depresi atau yang sejenisnya. Perasaan-perasaan inilah yang juga mempengaruhi kondisi mood memang cenderung berubah-ubah. Mood disorders juga merupakan sindrom yang diakibatkan oleh rasa takut, orang yang mengalami mood disorders harus dapat memisahkan kemurungan dan kesedihan dengan seseorang yang dapat membantunya memberikan pengetahuan bahwa dia menderita cacat fisik yang serius,karena terdapat kemungkinan terjadinya mood disorders disebabkan oleh kondisi fisik yang tidak sesuai.

Gangguan-gangguan mood biasanya dihubungkan dengan kerusakan sistem kerja kelenjar-kelenjar, diantaranya kerusakan kelenjar endokrin yang merupakan kelenjar korteks adrenalin (Carroll, 1977; Sachar, 1975). Kelebihan atau kekurangan hormone (principally cortisol) menjadi tidak penting untuk menentukan gejala apa yang muncul. Misalnya depresi, merupakan model psikiatrik yang paling sering muncul. Ketidaknormalan kelenjar pituariti adrenal yang terputus tampak pada ukuran yang luas disebut fungsional depresi. Dan ini merupakan dasar dexamethasone suppression test (Carroll,Greden & Feinberg, 1980). Perlu juga diingat bahwa steroid diberikan pada orang-orang yang sering menunjukkan perubahan mood, biasanya diberikan pada hari-hari yang telah ditentukan (Hall et al., 1978). Akan tetapi dalam hal ini gejala yang sering muncul adalah euphoria (Prange et al., 1975).
Kerusakan pada saraf dan tumor otakpun dapat menimbulkan gejala-gejala psikiatri. Dimana depresi juga bisa disebabkan oleh tumor, yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, sulitnya untuk mengingat, sulitnya untuk berkata terus terang dan lain sebagainya. Gejala ini juga sering terjadi pada pasien yang mnederita depresi dan mood disorders. Akan tetapi banyak penyakit yang berbahaya meski tidak menyerang otakpun dapat menyebabkan gejala depresi.
Treatment-treatment yang dapat dilakukan pada penderita mood disorders diantaranya:
 Pendekatan psikodinamik
Membantu pasien untuk mencapai insight tentang konflik yang tersembunyi dan mendorong untuk menceritakan konflik tersebut.
 Pendekatan cognitive-behavioral
Memberikan keyakinan pada pasien untuk merubah pandangannya tentang diri dan peristiwa.
 Pelatihan keterampilan social
Memberikan pendekatan perilaku pada pasien untuk meningkatkan interaksi sosialnya.
 Pendekatan Biologis
Salah satu bentuk terapi yang diberikan pada pasien adalah ECT (electroconvulsive therapy). Selain ECT, terapi lain adalah dengan memberikan obat, adapun obat yang diberikan diantaranya Tricyclycs (seperti imipramin dan amitrityline), Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (seperti fluoxetine dan sertraline) dan Monoamine oxidase inhibitors (seperti tranylcypromine).

Psikotik Disorders
Psikotik disini bukan menunjukkan sebuah penyakit khusus atau sekelompok penyakit, akan tetapi lebih menunjukkan cara-cara yang ditunjukkan oleh DSM III (). Bahwa orang-orang yang menderita gejala psikotik seharusnya diberikan pelatihan medis.
Gangguan kelenjar endokrin juga dapat menyebabkan tidak berfungsinya kelenjar tiroid dan adrenal korteks.
Kaplan, Sadock dan Grebb (1994) menjelaskan definisi konseptual gangguan psikotik yaitu pada hilangnya batas-batas ego (ego boundaries)/rusaknya kemampuan menilai realitas (reality testing) dalam taraf yang parah.
Bentuk-bentuk gangguan Psikotik yaitu; Skizofrenia (deteriorasi jangka panjang serta gejala klinis umum berupa halusinasi & delusi. Eugen Bleuler, 1857-1939 menunjukkan adanya pemisahan antara emosi, pikiran dan perilaku). Skizofreniform (sama seperti Skizofrenia, yang membedakan hanya pada durasi, pada Skizofreniform gangguan terjadi sekurangnya 1 bulan dan tidak lebih dari 6 bulan). Skizoafektif (memiliki gangguan Skizofrenia maupun gangguan afeksi). Gangguan Delusi (wahamnya dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari bukan suatu hal yang aneh/bizzare). Dapat dibagi dalam beberapa jenis: Erotomania (psychose passionelle); pusat wahamnya pasien sangat dicintai oleh orang tertentu yang cukup terkenal. Kebesaran (megalomania), Tipe Cemburu (conjugal paranoia); delusi yang berkaiyan dengan kesetiaan pasangan. Persekutori dan Delusi Tipe Somatik.
Gangguan psikotik lainnya yaitu karena kondisi medis umum dan karena penggunaan zat. Evaluasi pasien harus memperhitungkan kemungkinan adanya simtomp psikotik akibat dari kondisi medis umum, seperti tumor otak/penggunaan obt tertentu, seperti phencyclidine (PCP).

Read More......

ANXIETY

Kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang normal menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Kaplan, Sadock, Grebb, 1994). Kecemasan merupakan pola perasaan dan tingkah laku yang kompleks, tidak terikat pada suatu benda atau keadaan. Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian/kewaspadaan yang tidaj jelas dan tidak menyenangkan (Davison & Neale, 2001).

Mencakup tiga komponen utama yang saling berinteraksi, yaitu; reaksi subyektif/reaksi kognisi (komponen psikologik), misalnya khawatir, was-was, bimbang. Tingkah laku yang tampak (overt behavior), misalnya badan gemetar. Reaksi fisiologis internal, misalnya denyut nadi yang lebih cepat (biasanya tidak lebih dari 100 per detik) dan keluar keringat dingin.
Factor pencetus secara psikodinamik behubungan dengan factor-faktor yang menahun, seperti amarah yang direpresi atau impuls untuk melampiaskan sex. Biasanya urutan kejadiannya sebagai berikut:
Ketakutan (kecemasan akut) represi dan konflik (tak sadar) kecemasan menahun stress pencetus penurunan daya tahan dan mekanisme untuk mengatasinya nerosa cemas.
Pada kadar yang rendah, kecemasan membantu individu untuk bersiaga mengambil langkah-langkah mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak bahaya tersebut. Kecemasan pada taraf tertentu dapat meningkatkan performa (facilitating anxiety), misalnya cemas mendapatkan IP buruk. Namun apabila kecemasan tersebut sangat besar dan sangat mengganggu (debilitating anxiety) sampai pada hal yang patologis dan tidak lagi dapat dikontrol/dihentikan. Beberapa gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang maladaptive, yaitu; gangguan panic, fobia, obsesi kompulsif, stress pasca trauma dan gangguan stress menyeluruh.
Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya. Namun tidak semua orang mengalami stressor psikososial akan menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kpribadiannya. Orang dengan kepribadian pencemas labih rentan (vulnerable) dan beresiko lebih besar untuk menderita gangguan cemas.

Gejala Cemas Secara Klinis
Kecemasan yang menyeluruh dan menetap dengan manifestasi gejala sebagai berikut:
 Ketegangan Motorik; gemetar, tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, keelopak mata bergetar, kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat diam, mudah kaget.
 Hiperaktivitas Saraf Autonomik; berkeringat, jantung berdebar, telapak tangan lembab, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan, mual, sering buang air kecil, diare, kerongkongan tersumbat, muka merah/pucat, denyut nadi dan janung yang cepat waktu istirahat.
 Khawatir yang berlebihan terhadap hal yang akan dating (apprehensive expectation); cemas, khawatir, takut, berpikir berulang (ruminating), bayangan kemalangan terhadap dirinya/orang lain.
 Waspada berlebihan; mengamati lingkungan secara berlebihan hingga mengakibatkan perhatiannya mudah teralih, sukar berkonsentrasi, sulit tidur, merasa nyeri, iritabel dan tidak sabar.
Diagnosa banding permulaan sindroma otak organic yaitu permulaan aterosklerosa otak yang pelan-pelan sekali dapat mengakibatkan kecmasan karena kegagalan-kegagalan tugas, frustasi dan ancaman terhadap rasa aman mengenai hari depan. Tanda-tanda aterosklerosa seperti gangguan ingatan jangka pendek, gangguan penilaian, disorientasi dan tanda-tanda fisik.
William Cullen (1769) menjelaskan bahwa munculnya perilaku neurotic dengan karakteristik kecemasan yang tidak realistis adalah karena adanya gangguan pada system saraf/malfungsi neurologis.

Read More......

ASSESMENT MEDICAL

Assessment dalam psikologi klinis adalah pengumpulan data/informasi untuk digunakan sebagai dasar bagi keputusan yang akan disampaikan oleh penilai (Bernstein & Nietzel, 1980: 99). Masih menurut Bernstein dan Nietzel, ada empat komponen dalam proses assesmen psikologi klinis, yaitu: perencanaan dalam prosedur pengumpulan data (planning data collection procedures); meliputi apa yang perlu diketahui dan bagaimana cara memperoleh jawabannya. Pengumpulan data untuk assesmen; melalui wawancara, observasi dan tes. Pengolahan data dan pembentukan hipotesis (image making) dan mengkomunikasikan data assesmen dalam laporan maupun dengan lisan.

Di masa modern saat ini, assesmen dielopori oleh Sir Galton di inggris dan Sir Cattel di AS sejak abad ke-19. bertujuan untuk mendapatkan pemahaman pribadi individu yang lebih tepat, dengan melakukan tahapan pemeriksaan yang dapat diandalkan, obyektif, baku dan sistematik sesuai prosedur untuk memahami perbedaan individu. Menurut Kendall, alasan penyelenggaraan assesmen adalah penyaringan dan diagnosa, evaluasi atas intervensi klinis yang telah dilakukan dan riset (memberikan informasi pada seseorang mengenai dirinya sendiri, sehingga dapat membuat keputusan yang tepat bagi dirinya).
Kebutuhan akan sebuah pengukuran medis dari permintaan banyak orang untuk layanan psikologi atau memperkenalkan dengan gangguan-gangguan psikiatri tidak diterima di seluruh dunia (Hollender & Wells, 1980). Hal ini mungkin dilakukan dengan perasaan dari beberapa professional kesehatan mental bahwa “model medical” adalah tidak valid dan mempunyai banyak kelemahan (Siegler & Osmond, 1974). Beberapa perdebatan tentang hubungan ilmu pengobatan adalah perubahan ketika aspek medis dari permasalahan-permasalahan psikologi telah diselidiki (McIntyre & Romano, 1977). Hal ini dapat dilihat dari berkembang pesatnya pengenalan factor psikologis dapat menyebabkan/menjadikan gangguan fisik lebih buruk lagi menjadi tidak sesuai dengan kesadaran yang cukup diantara para praktisi kesehatan mental dari keberagaman gejala-gejala mental yang dapat disebabkan oleh sakit medis.
Disebabkan dari situasi ini, gangguan yang serius dapat tidak terdeteksi dan ketidaktepatan treatment dapat dilaksanakan, kadang-kadang dengan kondisi yang fatal (Leeman, 1975). Sebagian besar contoh drama adalah seringkali memberikan laporan dari para pasien dengan macam-macam kanker organ yang awalnya disampaikan hanya sebagai gangguan mental dan pada beberapa waktu menerima pengobatan jiwa secara luas dan treatment psikologi sebelum diagnosa yang benar dibuat (Peterson, Popkin & Hall, 1981).
Faktanya bahwa gejela-gejala itu seperti cemas, depresi, halusinasi/perubahan kepribadian biasanya kebanyakan masuk dalam populasi psikiatric yang juga menderita gangguan fisik (Koranyi, 1980).
Dalam bagian ini, kebutuhan akan assesmen medical atas bagian banyak orang yang tampaknya menderita dari bahaya psikologis adalah perluasan dalam konteks gejala-gejala yang mungkin mereka tunjukkan dengan yang disebabkan oleh gejala tersebut.

Sejarah Assesmen Medical
Sejak para dokter melibatkan perhatiannya pada penyakit mental sejak ratusan tahun yang lalu, hubungan antara tidak berfungsinya psikis (psikological dysfunction) dan gejala-gejala mental telah diperhatikan sejak sebelum adanya konsep yang jelas dari psikosomatic (now medical bahvior) telah diterangkan (Koranyi, 1980).
Philips (1937) dalam studinya 164 izin masuk yang telah diperiksa ke RSJ, membuktikan pada gangguan fiisk. 45% dari pasien ditemukan memiliki gangguan medis yang serius. 24% dari yang sakit fisik, gangguan fisiknya disebabkan dari gangguan kejiwaan. Ini terutama sekali yang menenangkan unuk dicantumkan bahwa mayoritas dari laporan pasien-pasien setelah dilihat oleh para dokter dan tidak dijimpai diagnosa medis.
Sejak kita mengetahui sedikit bahwa yang mendasari proses psikologis adalah kognisi dan emosi, bagaimanapun biasanya berbagai penyakit tetap dibentuk oleh karakteristik gejala-gejala mental dan biasanya memang selalu diikuti.
Telah ditunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman klinik dan beberapa hasil studi menunjukkan bahwa gangguan fisik kemungkinan juga memiliki simtomp psikologis, khususnya rasa Takut, depresi, eforia dan psikotik simptom. Sebagai gejala pertama, penderita-penderita ini melakukan terapi pada dirinya sendiri secara psikiatrik atau psikologis. Sangat dianjurkan pada para pasien yang menderita mental simtomp untuk menghindari kesalahan yang berbahaya dan membatalkan obat yang sesuai, karena penyakit-panyakit ini dapat menyebabkan simtomp yang sering tidak normal atau penyakit-penyakit yang jarang. Penilaian atau penaksiran itu membutuhkan orang yang ahli dan berpengalaman dalam bidang klinis.
Suatu diagnosa pada umumnya menunjukkan pengobatan gangguan fisik, mengarahkan pada premition (suatu penghentian/genjatan sementara dalam simtomp-simtomp suatu penyakit/penyakit mental). Tetapi ini bukan merupakan kasus yang sering muncul, selanjutnya kombinasi medical/psikologik sangat penting untuk mengatsi masalah ini. Namun kita mempunyai tugas di masa mendatang untuk mempelajari lebih lanjut secara sistematis karakteristik-karakteristik khusus para pasien.

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com