Saturday, June 26, 2010

Apakah Kamu Memiliki Kepribadian A-B?

Friedman & De Ulmer (1984) menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa ada dua tipe kepribadian A ternyata lebih rentan terhadap stress dibandingkan dengan tipe kepribadian B. Orang dengan kepribadian A mampunyai cirri_ciri seperti:

• Cenderung memaksakan diri
• Selalu mau bersaing dan agresif
• Tidak sabar dengan diri sendiri dan orang lain
• Mengutamakan keberhasilan dalam pekerjaan

• Selalu tergesa-gesa
• Merasa bersalah jika bersantai

Sedangkan orang dengan tipe kepribadian B mempunyai cirri-ciri seperti:

• Santai terhadap deadline
• Lebih memperhatikan kualitas dari pada kuantitas kerja
• Lebih lambat dalam berbicara maupun bergerak
• Bekerja tidak diburu-buru waktu
• Berusaha menikmati pekerjaannya

Sedangkan mereka yang termasuk tipe AB mampu merespon secara fleksible sesuai tuntutan situasinya. Mereka terkadang bekerja cepat karena mengejar deadline, tetapi suatu saat mereka akan bekerja santai dan berusaha menikmati pekerjaanya tersebut.

Hasil muthakir tentang tipe kepribadian A menjelaskan bahwa unsure agresifitas dan sikap permusuhan menjadi sumber utama penyebab stress kronis. Unsur agresif ini terlihat langsung dalam pekerjaan, dimana mereka merasa tidak mempunyai waktu cukup, berusaha mengerjakan lebih dari satu tugas dalam satu waktu tertentu. Jika kamu termasuk didalam tipe ini maka kamu harus:

• Mengurangi sikap agresif
• Belajar untuk tidak tergesa-gesa
• Berusaha mendengarkan orang lain dan mencoba memahami sudut pandang mereka
• Mengembangkan kehidupan di luar pekerjaan
• Mengatur waktu mereka dengan lebih baik
• Belajar bersikap santai dan tidak menjalani hidup dengan sikap kompetitif agresif serta terlalu serius

Jika kamu termasuk tipe B kamu boleh merasa lega karena kamu tidak terlalu rentan terhadap stress. Tetapi kamu harus melihat kapan harus bekerja dengan santai dan kapan harus bekerja dengan kompetitif. Kecendrungan orang dengan tipe B ini adalah mereka terkadang terlalu santai dalam mengejar tujuannya, menetapkan standar yang rendah, sehingga mereka terlihat kurang berprestasi dan berusaha kurang maksimal. Sedangkan orang dengan kepribadian AB merupakan orang yang efektif, mereka bias bersikap fleksible, melihat tuntutan situasi dan berusaha menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut. Terkadang mereka terlihat santai dan menikmati pekerjaannya, dan pada suatu waktu mereka bekerja dengan cepat dan agresif. Mereka paham bahwa bahwa dalam kegitan ini ada saat dimana mereka harus bersikap santai dan menikmati keberhasilannya, dan mereka juga memahami ada saat ketika mereka dituntut untuk bekerja cepat dan kompetitif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tipe kepribadian A lebih sering mengalami keluhan fisik dan penyakit akibat stress dibandingkan dengan tipe kepribadian B. penyakit yang sering dihubungkan dengan tipe a ini adalah jantung koroner, hipertensi, dan diabetes milietus (Rice, 1992). Jika kamu termasuk dalam tipe kepribadian A ini, kamu harus merubah kebiasaaan-kebiasaan yang menjadi ciri dari tipe kepribadian A ini.

Read More......

KONSELING, TERAPI RASIONAL

Ψ Teori Konseling, terapi rasional
Teori konseling yang rasional cenderung bersifat ekletif, artinya cenderung untuk menerima berbagai macam tekhnik. Pilihan tekhnik tersebut biasanya berdasarkan akal sehat atau pengalaman konselor atau psikoterapi. Teori konseling yang rasional menaruh banyak tekanan pada “diagniosis”. Williamson menggambarkan bahwa seorang konselor adalah sebagai seorang guru yang menerapkan proses pemecahan masalah di dalam suasana pengajaran individual yang bersifat rasional. Menurut Williomson terdapat 3 (tiga) unsur utama pada tiap teori konseling yaitu :
1. Tujuan akhir yang ingin dicapai di dalam konseling
2. Cara-cara yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut
3. Asumsi-asumsi implisit yang perlu sehubungan dengan hakekat manusia serta perkembangannya sebagaimana dipengaruhi oleh proses konseling dan teknik-tekniknya.

A. Teori Kepribadian
Glasser berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar pada dua macam yaitu: (1) kebutuhan dicintai dan mencintai dan (2) kebutuhan akan penghargaan (George dan Cristiani, 1990). Kedua kebutuha psikologis tersebut dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang s,angat utama yang disebut kebutuhan identitas.
Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan kebutuhannya, ytaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan pengthargaan akan mengambangkan diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan, sebaliknya jika anak gagal menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang gagal dan membentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity).
Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya dapat mencari jalan lain, misalnya dengan menarik diri atau bertindak delinkuensi. Menurut Glasser individu yang membangun identitas keggalan tersebut pada dasarnya orang yang tidak bertanggung jawab karena mereka menolak realitas sosial, moral, dunia sekitarnya. Namun demikian identitas kegagalan pada anak ini dapat diubah menjadi identitas keberhasilan asalkan anak dapat menemukan kebutuihan dasarnya.
Orang yang menemukan gangguan mental menurut kalangan profesional sebenarnya adalah orang yang menolak realitas menurut pandangan Glasser. Penolakan individu terhadap realitas dunia sekitarnya (norma, hukum, sosial dan sebagainya) dapat sebagian saja tetapi dapat pula keseluruhan. Ada dua cra penolakan terhadap realitas itu, (1) mereka mengubah dunia nyata dalam dunia pikirnya agar mereka merasa cocok atau (2) secara sederhana mengabaikan realitas dengan menentang atau menolak hukum yang ada.
Untuk mengenbangkan identitas .keberhasilan, individu harus mempunyai kebutuhan dasar yang dijumpai; (1) mengetahiu bahwa setidaknya seseorang mencintainya dan dia dicintai setidaknya seseorang (2) memandang dirinya sebagai orang yang berguna selain sebagai cara simultan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai orang yang berguna. Kedua kebutuhan itu (cinta dan berguna) ada pada individu bukan salah satunya.
Orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan identitas individu. Tentunya pihak lain juga sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan identitas ini, diantaranya kelompok sebaya, sekolah, aspek-aspek budaya dan lingkungan sosial lainnya dan setiap saat berinteraksi dan membentuk struktur kognitif anak (Calvin, 1980)
Sikap cinta dan penghargaan merupakan satu hal yang integral, satu sama lain terkait. Anak yang memperoleh cinta tetapi tidak mendapatkan penghargaan akan menimbulkan ketergantungan yang lain untuk memperoleh pengesahan.
Pemenuhan kebutuhan atas penghargaan dan cinta itu tidak hanya terjadi pada hubungan orangt tua dan anak saja dapat pula dipenuhi dalam hubunngan yang lain, seperti hubungan guru dan siswa, hubungan dengan teman-temannya Dsb. Semua itu berakibat kumulatif kepada anak, yaitu membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan atau kegagalan.
Konseling realitas sebagian besar memandang individu pada perilakunya, tetapi berbeda dengan behavioral yang melihat perilaku dalam kontex hubungan stimulus respon dan beda pula dengan pandangan konseling berpusat pada person yang melihat perilaku dalam konteks fenomenologis. Perilaku dalam pandangan konseling realitas adalah perilaku dengan stadar yang objektif yang dikatakan denga ”reality”.

B. Perilaku Bermasalah
Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring lain”.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas yidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memilkiki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya.


C. Ciri-Ciri Terapi Realitas
Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
1. Terapi Realitas Menolak Konsep Tetang Penyakit Mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggung jawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis.
2. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah- laku sekarang.
3. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan dating.
4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yan g membantu kegagalan yang dialaminya.
5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang trasferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Glasser (1965) menyatakan bahwa para klien tidak mencari suatu pengulangan keterlibatan dimasa lampau yang tidak berhasil, tetapi mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka sekarang.
6. Terapi realitas menekankan asapek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran. Terapi realitas menandaskan bahwa menekankan ketaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggung jawabana klien dan memaafkan klien atas tindakannya menghindari kenyataan.
7. Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik.
8. Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser (1965, hlm. 13) mendefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”.
Glasser (1965) menyatakan bahwa mengajarkan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas.

D. Hakikat Manusia
Berdasarkan konsep perilaku manusia, prinsip kerja konseling berdasrkan koseling realitas ini berdasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut;
 Perilaku manusia didorong oleh usaha untuk menemukan kebutuhan dasarnya baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan dasar ini berlaku sama untuk semua orang. Kebutuhan dasar seseorang adalah (a). Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, (b). Kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
 Jika individu frustasi karena gagal memperoleh kepuasan atau tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya dia akan mengembangkan identitas kegagalan.
 Individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengubah identitasnya dari identitas kegagalan ke identitas keberhasilan.
 Faktor tanggung jawab adalah sangat penting pada manusia.
 Faktor penilaian individu tentang dirinya sangat penting untuk menentukan apakah dirinya termasuk memiliki identitas keberhasilan atau identitas kegagalan.

E. Tujuan Konseling
Secara umum tujuan konseling reality therapy sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan success identity. Untuk itu dia harus bertanggung jawab, yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.
Reality therapy adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kebutuhannya; kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik terpisah dan berbeda dengan orang lain. Kebutuhan akan identitas diri merupakan pendorong dinamika perilaku yang berada di tengah-tengah berbagai budaya universal.
Kualitas pribadi sebagai tujuan konseling realitas adalah individu yang memahami dunia riilnya dan harus memenuhi kebutuhannya dalam kerangka kerja. Meskipun memandang dunia realitas antara individu yang satu dengan individu yang lain dapat berbeda tapi realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu, konselor bertugas membantu klien bagaimana menemukan kebutuhannya dengan 3R yaitu right, responsibility dan reality, sebagai jalannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, karakteristik konselor realitas adalah sebagai berikut:
1. konselor harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang dapat memenuhi kebutuhannya.
2. Konselor harus kuat, yakin, tidak pernah ”bijaksana”, dia harus mampu menahan tekanan dari permintaan klien untuk simpati atau membenarkan perilakunya, tidak pernah menerima alasan-alasan dari perilaku irrasional klien.
3. konselor harus hangat, sensitif terhadap kemampuan untuk memahami perilaku orang lain
4. konselor harus dapat bertukar fikiran dengan klien tentang perjuangannya dapat melihat bahwa seluruh individu dapat melakukan secara bertangung jawab termasuk pada saat-saat yang sulit.
Konseling realitas pada dasarnya adalah proses rasional, hubungan konseling harus tetap hangat, memahami lingkungan. Konselor perlu meyakinkan klien bahwa kebahagiaannya bukan terletak pada proses konseling tetapi pada perilakunya dan keputusannya, dan klien adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
F. Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapi
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedu-prosedurnya difokuskan pada kekutan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2. Menggunakan humor;
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4. Membantu klien dengan merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
5. Bertindak sebagai model dan guru
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; &
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh pendekatan-pendektan terapi lain. Para psikiater yang mempraktekkan terapi realitas tidak menggunakan obat-obatan dan medikasi-medikasi konservatif, sebab medikasi cenderung menyingkirkan tanggung jawab pribadi. Selain itu, para pempraktek terapi realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai “Detektif” mencari alasan-alasan, terapi berusaha membangun kerjasama dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuanya.
Tehnik-tehnik diagnostik tidak menjadi bagian terapi realitas sebab diagnostic dianggap membuang waktu dan lebih buruk lagi, dengan menyematkan label pada klien yang cenderung mengekalkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan gagal. Tehnik-tehnik lain yang tidak digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara nondirektif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.
G. Prosedur Konseling
Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu terdapat proseduru yang harus diperhatikan oleh konselor realitas. Prosedur tersebut terdapat delapan diantaranya:
a. Berfokus pada personal
Prosedur utama adalah mengkomunikasikan perhatian konselor kepada klien. Perhatian itu ditandain oleh hubungan hangat dan pemahamnnya ini merupakan kunci keberhasilan konseling.
b. Berfokus pada perilaku
Konseling realitas berfokus pada perilaku tidak pada peraaan dan sikap. Konselor dapat meminta klien untuk ”melakukan sesuatu menjadi lebih baik” dan bukan meminta klien ”merasa yang lebih baik”.
c. Berfokus pada saat ini
Konseling realitas memandang tidak perlu melihat masa lalu klien. Konselor tidak perlu melakukan explorasi terhadap pengalaman-pengalaman yang irrasional di masa lalunya.
d. Pertimbangan nilai
Konseling realitas menganggap pentingnya melakukan pertimbangan nilai, penilaian perilakunya oleh diri klien akan membantu kesadarannya tentang dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif atau mencapai identitas keberhasilan.
e. Pentingnya pernyataan
Kesadaran klien tentang perilakunya yang tidak bertannggung jawab harus dilanjutkan dengan perencanaan untuk mengubahnya menjadi perilaku yang bretanggung jawab. Untuk mencapai hal ini konselor bertugas membantu klien untuk memperoleh pengalaman berhasil pada tingkat-tingkat yang sulit secara progresif.
f. Komitmen
Perencanaan saja tidak cukup. Konselor terus meyakinkan klien bahwa kepuasaan atau kebahagiaanya sangat ditentukan oleh komitmen pelaksanaan rencana-rencananya.


g. Tidak menerima dalih
Adakalanya renacana yang telah disusun dan telah ada komitmen klien untuk melaksanakan, tetapi tidak dapat dilaksanakan atau mengalami kegagalan. Pada saat itu konselor perlu membantu rencana dan mebuta komitmen baru Untuk melaksanakan upaya lebih lanjut.
h. Menghilangkan hukuman
Hukuman harus ditiadakan. Konseling realitas tidak memperlakuakn hukuman sebagai tekhnik perubahan perilaku.

H. Proses konseling
Salah satu fungsi utama dalam konseling adalah menolong klien mengubah keterampilan dalam menilai potensi-potensinya, aspirasi-aspirasinya, dan self-concept-nya yang sering keliru dengan pertolongan konselor. Williamson (1958) mengatakan bahwa wawancara konseling merupakan suatu latihan intelektual dalam pemecahan masalah-masalahnya sendiri menurut pemikiran yang sehat. Klien perlu belajar menggali dan memahami hal-hal yang bersangkutan dengan norma-norma kesusilaannya serta pegangan-pegangan nilai lainnya agar dapat mempertanggung jawabkan semua tindakannya.
Bila ada unsur-unsur afektif, perlu juga ditanggulangi tetapi ini bukan tujuan akhir konselor. Konseling dapat diperluas dengan mennggunakan pendekatan pemecahan masalah yang rasional mengenai masalah-masalah yang khusus yang sedang dihadapi oleh klien. Williamson dan Darley, telah menyusun 6 langkah untuk proses clinical counseiling, yaitu diantaranya: 1) analisis, 2) sintesis, 3) diagnosis, 4) prognisis, 5) treatment, dan 6) follow up.
William Glasser adalah psikiater yang mengembangkan konseling realitas (Reality Therapy) pada 1950-an. Pengembangan konseling realitas ini karena Glasser merasa tidak puas dengan praktek psikiatri yang ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi pada Freudian, karena hasilnya terasa tidak memuaskan (Colvin, 1980).
Setelah beberapa waktu melakukan praktik pribadi dibidang klinis, Glasser mendapatkan kep[ercayaan dari California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura school for girl. Mulai saat itulah Glesser melakukan experimen tentang prinsip dan tekhnik reality therapy.

I. Peranan Konselor
Konsseling realitas didasarkan pada antisipasi bahwa klien menganggap sebagai orang yang bertanggung jawab kepada kebaikannya sendiri. Konselor dapat memberikan dorongan, dengan memuji klien ketika melakukan tindakan secara bertanggung jawab dan menunjukan penolakannya jika klien tidak melakukannya.
Pendekatan reality therapy adalah aktif, membimbing, mendidik dan terapi yang berorientasi pada cognitive behavioral. Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan ”mendorong” atau ”menantang”. Jadi pertanyaan ”What” dan ”How” yang digunakan, sedangkan ”Why” tidak digunakan. Hal ini sangat penting untuk membuat rencana teru sehingga klien dapat memperbaiki perilakunya.
Terdat beberapa cara terapi realitas yang digunakan dalam menangani kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan. Pertama, keputusan pribadi tiap pemimpin pemerintahan Indonesia untuk menerapkan standar-standar kebaikan (patokan nilai-nilai) yang tinggi demi perawatan dan penumbuhkembangan keberhargaan diri (self-worth) yang bermakna. Standar kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna niscaya menjadi komponen hakiki kepribadian setiap pemimpin pemerintahan Indonesia.
Kedua, keterlibatan mendalam (deep involvement) tiap pemimpin pemerintahan dengan kehidupan nyata seluruh rakyat Indonesia. Keterlibatan ini niscaya demi pemahaman realitas kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Tanpa pemahaman utuh realitas kehidupan seluruh rakyat Indonesia, pemimpin pemerintahan tidak pernah bisa mengejawantahkan perbuatan dan perilaku kepemimpinan yang realistik dan bertanggung jawab. Seandainya para pemimpin masa kini hidup di tengah keterlibatan mendalam dengan kehidupan rakyat Indonesia, dapat dibayangkan para pemimpin pemerintahan tidak akan menelorkan kebijakan menaikkan harga BBM saat kehidupan rakyat masih sulit dan anggota DPR tidak akan meminta tambahan honor.
Ketiga, disiplin, yang makna sejatinya adalah keberanian, kerelaan, dan kesudian manusia menerima realitas yang bersifat tidak menyenangkan, asalkan realitas yang tidak menyenangkan itu terjadi karena dirinya mempertahankan standar kebaikan yang tinggi dan keberhargaan diri yang bermakna. Berbekal disiplin dalam makna itu, para pemimpin pemerintahan tidak akan menghalalkan segala cara dalam upaya mewujudkan aneka keinginan atau sejumlah kebutuhan.

Read More......

KOMUNIKASI INTRAPERSONAL

Komunikasi intrapersonal ialah proses pengolahan informasi yang meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berfikir. Kemudian menguraikan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya dan menghasilkan kembali.
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera. (Benyamin B. Wolman, 1973:343). Sensasi berasal dari kata

“sense”, artinya alat penginderaan yang menghubungkan organisme dengan lingkungan. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya serta melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.
Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Psikologi menyebutnya sembilan (bahkan ada yang menyebutnya sebelas) alat indera, antara lain : penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan, temperature, rasa sakit, perasa, dan penciuman. Sesuai dengan sumber informasi, ada tiga pengelompokan dalam indera penerima. Sumber informasi ada yang berasal dari dunia luar (eksternal) adan ada yang berasal dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya : teling atau mata), informasi dari dalam diindera oleh interoseptor (misalnya : system peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diindera oleh proprioseptor (misalnya : organ vestibular).
Tahap yang kedua adalah persepsi, persepsi ialah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Persepsi dipengaruhi oleh factor personal dan situasional. Disamping itu factor lainnya yang sangat mampengaruhi persepsi adalah perhatian. Perhatian merupakan proses mental ketika setimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kennert E. Andersen). Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera lain.

Factor eksternal yang menarik perhatian antara, lain:
• Gerakan : manusia secara visual lebih tertarik pada obyek-obyek yang bergerak.
• Intensitas strimuli : akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain.
• Kebaruan : lebih menyukai hal-hal yang baru, yang berbeda akan menarik perhatian.
• Perulangan : hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit fariasi akan menarik perhatian.

Factor-faktor fungsional yang menentukan persepsi.
Factor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagi factor-faktor personal. Yang menentuka persepsi bukan jenis stimuli atau bentuk stimuli, melainkan karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.
Pengaruh kebudayaan terhadap persepsi sudah merupakan disiplin tersendiri dalam psikologi antar budaya (croos cultural psikologi) dan komunikasi antar budaya (inter cultural comunication).
Faktor-faktor struktural yang menentuka persepsi.
Factor-faktor structural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf indifidu. Para psikologis Gestalkt merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural, kemudian dikenal dengan teori gestalkt. Menurut teori gestalkt bila kita mempersepsikan sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan dan kita tidak memperhatikan bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.
Didalam buku psikologi komunikasi Drs. Jalaluddin Rahmat, M.Sc. Krech dan Crutchfield memiliki tiga rumusan dalil tentang persepsi, antara lain : Pertama, persepsi bersifat selektif secara fungsional, artinya objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Kedua, medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti, artinya kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteknya, walaupun stimuli yang kita teriam itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan. Ketiga, sifat-sifat perceptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan, artinya jika indifidu dianggapsebagai anggota kelompok, semua sifat indifidu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
Tahap yang ketiga didalam komunikasi intrapersonal adalah memori, memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkab organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuan untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves). Setiap saat stimuli mengenai indera kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak. Secara singkat, memori melewati tiga proses : perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (storage), proses yang kedua adalah menentukan berapa lama informasi berada bersama kita dalam bentuk apa dan dimana. Penyimpanan bias pasif dan aktif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan desas- desus menyebar lebih banyak dari volume yang asal). Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrival), dalam bahasa sehari- hari, mengingat lagi adalah menggunakan informasi yang disimpan (Mussen dan Rosenzweig, 1973:499).
Jenis- jenis memori, antara lain :
1. pengingatan (recall), adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata).
2. pengenalan (recognition).
3. belajar lagi (relearning), menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4. redintegrasi (redintigration), adalah mengkonstruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil.
Tahap yang keempat yang mempengaruhi penafsiran terhadap stimuli adalah berfikir, dilakukannya berfikir karena untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat berfikir adalah proses penarikan kesimpulan (Taylor 1977:55)

Read More......

MENGATASI NARKOBA DENGAN TERAPI AL-QUR’AN

Seiring dengan berjalanya waktu, banyak generasi muda kita yang menggunakan narkoba. Narkoba seakan-akan sudah merajalela menggerayangi tubuh para remaja yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa yang handal dan sehat tanpa narkoba, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, bahkan abad demi abad, banyak orang yang mati karena narkoba. Sangat menyedihkan dan mengenaskan sekali, tapi jalan itu yang dipilih oleh remaja zaman sekarang dengan alasan kalau mereka menggunakan narkoba, mereka akan merasa lebih percaya diri.

Istilah narkoba berhubungan dengan NAPZA. NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, istilah ini biasanya sering digunakan oleh kalangan kedokteran untuk menyebutkan sekelompok zat yang jika masuk kedalam tubuh akan menyebabkan ketergantugan. (Harlina & Joewana, 2005). Selain itu dampak fisik juga sangat merugikan bagi seorang pengguna narkoba, orang yang sudah pada taraf pemakaian yang tinggi, maka sistem syarafnya akan terganggu dan hal ini akan berdampak pada sisi psikologia dari seorang pecandu.
Banyak terapi-terapi yang ditawarkan untuk program ketergantungan narkoba, seperti terapi air (Hydro Therapy), dan lain sebagainya. Namun, jarang panti rehabilitasi yang berusaha mengatasi ketergantugan narkoba dengan menggunakan media islami. Menurut Dradjat Zakiah, beliau menemukan kenyataan bahwa perawatan jiwa dan jasmani yang disertai dengan pendekatan agama berhasil memberi kesembuhan lebih cepat dan lebih baik dari perawatan jiwa dan jasmani yang hanya dilakukan hanya dengan metode modern saja. Hal inin didukung dengan pelaksanaan yang mudah dan tidak memakan atau mengeluarkan banyak biaya.
Pemberian terapi alqur’an ini dilakukan setiap hari sehabis menunaikan ibadah shalat lima waktu. Adapun bentuk terapinya sebagai berikut :
• Setelah Shalat Subuh
a. Membaca surat al-ahzab ayat 56 sebanyak 7 kali
b. Membaca surat ad-Dhukhun
c. Membaca surat al-Waqi’ah
d. Membaca do’a Q.S. al-Baqaroh : 127-128
e. Membaca do’a Q.S. Ali Imron : 8

• Setelah Shalat Dzuhur
a. Membaca surat al-Waqi’ah
b. Membaca surat adz-Zdariyat
c. Membaca do’a Q.S. al-Baqaroh : 127-128
d. Membaca do’a Q.S. Ali Imron : 8

• Setelah Shalat Ashar
a. Membaca surat al-Waqi’ah
b. Membaca surat Muhamad
c. Membaca do’a Q.S. al-Baqaroh : 127-128
d. Membaca do’a Q.S. Ali Imron : 8

• Setelah Shalat Magrib
a. Membaca surat al-ahzab ayat 56
b. Membaca surat yasin
c. Membaca surat al-Waqi’ah
d. Membaca do’a Q.S. al-Baqaroh : 127-128
e. Membaca do’a Q.S. Ali Imron : 8

Dengan dilakukanya terapi al-qur’an ini diharapkan bisa membantu penyembuhan para pecandu narkoba, kalaupun anda belum pernah mencoba terapi al-qur’an ini ada baiknya untuk anda coba dan terapkan.

Read More......

PENGARUH TELEVISI TERHADAP PEMBELAJARAN ANAK

Sejarah Dunia terbentuk dan dipenuhi oloeh tontonan-tontonan kekerasan, kebrutalan, ketakutan, dan horror, mulai dari perselisihan qabil dan habil, genocide orang-orang yahudi dikmar gas oleh Hitler sampai pada invasi kedua amerika kepada irak atas nama demokrasi. Apakah dunia ini terbentuk untuk kekerasan sang penguasa terhadap kaum “minoritas”?
Film/ sinetron yang mengusung bau mistis dan sadisme merupakan santapat yang tak terhindarkan lagi mulai dari pgi, siang sampai

larut malam. Tayangan-tayangan ini seolah terlepas dan mungkin tidak berkorelasi lagi dengan asumsi dalam esensinya dan malahan cenderung hanya masuk dalam sisi komersialnya saja.
Bagi manusia dewasa yang telah memiliki konsep serta pandangan hidup, tayangan seperti ini mungkin malah sangat berguna sebagai salah satu media refleksi sekaligus instrospeksi diri. Tapi tentunya kita tidak boleh melupakan salah satu kelompok/golongan penonton anak yang belum memiliki banyak referensi tentang apa itu hidup.
Seperti yang telah disinggung didepan, bahwa proses belajar adalah proses insight yang didefinisikan sebagai pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian didalam suatu situasi permasalahan. Pada anak proses ini sangat berperan penting apalagi dalam tontonan yang berbau mistis serta sadis mengingat masa anak adalah masa imitasi. Proses insight pada anak tergantung pada kemampuan dasar yang berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lainnya.
Berangkat dari sini kemudian timbul berbagai kemungkinan pengaruh tayangan yang berbau mistis, diantaranya adalah :
• Pola pikir anak cenderung akan mengarah pada pola pikir yang terdoktrin dalam artian anak akan percaya begitu saja tanpa mengetahui runtutan jelas dari akar permasalahan. Pola yang terdoktrinasi seperti pada bahwa Tuhan akan menurunkan bahan makanan dari langit kepada orang yang tokoh lakon (beriman). Walaupun peristiwa seperti itu mungkin saja terjadi dalam kehidupan nyata, tapi permasalahannya adalah anak cenderung akan mengadopsi jalan sesuai apa yang dilakukan tokoh protagonist seperti berdoa, berdzikir hanya dalam kamar tanpa usaha pragsis yang mengarah langsung pada dunia nyata. Pola pikir seperti ini tentunya akan menjadikan anak sebagai individu yang selalu “memotong kompas” dengan hanya berserah diri tanpa usaha dalam dunia nyata,artinya pola pikir pada anak akan cenderung stagnan tanpa ada usaha pembaharuan.
• Menurunnya daya pengembangan potensi/ bakat karena menurunnya tingkat optimisme serta motivasi internal pada anak seiring dengan kepercayaannya terhadap hal-hal yang bersift mistis.
Sedangkan dalam tayangan yang memiliki unsure sadisme akan memiliki potensi tingkat imitasi pada anak berupa :
• Tertanamnya pola pikir yang cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan, ini terkait bahwa tindakan akhir pada tayangan televisi yang menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah, seperti pada aksi tokoh protagonist dalam menghukum tokoh antagonist dengan menggunakan cara kekerasan dan pembunuhan. Sehingga motivasi anak akan menjadi motivasi untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan/fisik.
• Memandang agama dari kacamata sadisme, disini pola pikir pada anaka akan mengarah bahwa perintah dalam agama harus dilakukan, karena akan ada hukuman yang mengerikan ketika manusia tidak melaksanakannya.
• Timbulnya perasaan phobia dalam dunia nyata.

Read More......

Masalah Kesehatan Jiwa Lansia

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
• Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
• Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
• Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
• Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
Penurunan Kondisi Fisik
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Perubahan Aspek Psikososial
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
Gangguan jantung
Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
Vaginitis
Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
• Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
• Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
• Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
• Pasangan hidup telah meninggal
• Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia (lihat artikel MemahamiTipe Kperibadian Lansia) sebagai berikut:
• Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
• Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
• Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
• Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
• Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia.

Read More......

APLIKASI TEORI-TEORI BELAJAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN

A. Analisis Kasus Menurut Kajian Teoritis
Kategori belajar terdiri atas ketrampilan sensomotor yakni tindakan yang bersifat otomatis. Belajar asosiasi yaitu hubungan antara urutan kata dan objek, ketrampilan pengamatan motoris yakni hubungan antara belajar sensomotor dengan beajar asosiasi. Belajar konseptual yakni gambaran mental secara umum dan abstrak tentang situasi atau kondisi, belajar cita-cita dan sikap, serta belajar memecahkan masalah yang menuntut kemampuan memanipulasikan ide-ide yang abstrak. Karena itulah dalam makalah kami kali ini kami akan membahas tentang teori-teori belajar dan aplikasinya dalam proses belajar.

- Teori disiplin mental
Dalam teori disiplin mental individu memiliki kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemauan dan potensi-potensi tersebut bagaimana proses pengembangan kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang berbeda.
Beberapa teori disiplin mental yang lain adalah Naturalise Romantik dari Rosseon. Menurut Jean Jacques Rosseon, anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi tersebut.
- Teori Behaviorisme
Disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.
Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu :
o Mengutamakan unsur atau bagian-bagian kecil
o Bersifat mekanistis
o Menekankan peranan lingkungan
o Menekankan pembentukan reaksi atau respon
o Menekankan pentingnya latihan.
- Teori Cognitive-Gestalk-Field
Menurut Gestalt, belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian. Belajar Gestalt menekankan pemahaman atau insight. Suatu keseluruhan terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai hubungan yang bermakna satu sama lain.
Dalam belajar siswa harus memahami makna hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang lebih berarti teratur, seimbang, harmonis. Belajar adalah mencari dan mendapatkan pragnanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu.
- Teori Belajar Sosial
Menurut Albert Bandura, tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui penemuan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons baru dengancara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain misalnya guru atau orang tuanya.
- Teori belajar dari Psikologi Humanistik
Combs dkk. menyatakan apabila kita ingin memahami dunia persepsi orang, mengubah perlaku seseorang kita harus nerusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu. Combs dkk selanjutnya menyatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tidak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya

B. Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan
o Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah tingkah laku yang komplek, bukan hanya simpel respons. Tingkah laku yang komplek ini dapat diajarkan melalui proses shaping atau succesive approximation, beberapa tingkah laku yang mendekati espons terminal. Proses ini dimulai dengan penetapan tujuan, kemudian diadakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid dan reinforcement terhadap respon yang diinginkan.
o Suatu bentuk belajar yang tidak dapat dinamakan dengan classical conditioning maupun operant conditioning. Dalam modelling, seseorang yang beljar mengikuti kelanjutan orang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modelling atau imitasi dari pada melalui pengajaran langsung.
o Prosedur-prosedur pengendalian atau perbaikan tingkah laku
1. Memperkuat tingah laku bersaing
Dalam usaha mengubah tingkah yang tidak diinginkan diadakan penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan kerjasama, membaca dan bekerja disatu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun dan hilir-mudik
2. Extincsi
Dilakukan dengan membuang atau meniadakan peristiwa penguat tingkah laku. Extincsi dapat dipakai bersama metode lain seperti modelling dan sosial reinforcemenr. Extincsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila murid memperhatikan kesana-kemari, maka perubahan Extincsi guru-murid akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.
3. Satiasi
Adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi leah dan jerah. Contoh : seorang guru yang memergoki muridnya menyuruh anak merokok sampai habis satu pak sehingga murid itu bosan
4. Perubahan Lingkungan
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh diluar kelas ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu.
5. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan murid, sedangkan reword menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
o Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam mengadakan analisis dan modivikasi perilaku:
1. Rumusan tingkah laku yang diubah secara operasional
1. Amatilah frekuensi tingkah laku yang perlu diubah
2. Ciptakan situasi belajar atau treatment sehingga terjadi tingka laku yang diinginkan
3. Indikasilah reinforcement yang potensial
4. Perkuatlah tingkah laku yang diinginkan
o Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar manusia di sekolah. Pengajaran ini berlangsung seperti halnya paket pengajaran diri sendiri yang menyajikan suatu topik yang disusun secara cermat untuk dipelajari dan dikerjakan oleh murid. Tiap-tiap pekerjaan murid diberi “feed back”.
o Program pegajaran terprogram telah diterapkan dalam program pengajaran individual. Program pengajaran individual telah dikembangkan pada penerapan beberapa lembaga pendidikan, seperti :
 Program for learning in accordanc with need (PLAN), pada westinghouse corporation.
 Individually guide education (IGE), pada pusat penelitian dan pengembangan belajar kognitif Universitas Pittsbugh.
o Komponen pengajaran penting menurut pandangan behavioral adalah kebutuhan akan:
 Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behavioral
 Membagi “task” menjadi “subtasks”
 Menentukan hubungan dan aturan logis “subtasks”
 Menetapkan bahan dan prosedur mengajarkan tiap-tiap “subtasks”
 Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan terminal.
o Pendekatan belajar berikut ini sebuah outline strategi belajar tuntas menurut Bloom (1971):
1. Pelajaran terbagi ats unit-unit kecil untuk satu atau dua minggu pelajaran
2. Bagi masing-masing unit, tujuan intruksional dirumuskan dengan jelas
3. Learning tasks dalam masing-msing unit diajarkan dengan pengajaran kelompok reguler
o Modal belajar mengajar menunjukkan bahwa perbedaan individual akan mempengaruhi keputusan metodologi guru. Prinsip “operant condotioning” dan analisis tugas terlaksana dengan berhasil pada berbagai macam murid dari berbagai situasi belajar. Unutk mengadakan analisis tugas, guru harus mengetahui tujuan instruksional.

Read More......

Friday, June 25, 2010

PERGAULAN

Bisakah kamu hidup tanpa kahadiran orang lain, mungkin kamu merasa bahwa kamu tidak membutuhakan teman untuk mendukungmu manjadi orang yang pintar disekolah, tapi kamu pasti akan selalu berinteraksi dengan orang tua, kakak atau saudara dirumah. Atau mungkin kamu merasa bisa bermain gitar sehingga menjadi seorang yang benar-benar mahir untuk memainkannya, tapi pada akhirnya siapa yang akan mendengarkan kamu bermain nantinya. Atau kamu merasa lebih baik tidak ikut kegiatan organisasi di sekolah, karena merasa hal itu terlalu menyita waktu, sehingga mengganggu jadwal kumpul dengan teman-teman satu grupmu, tapi apakah tidak mungkin nantinya teman-teman dalam satu grup kamu, berkeinginan untuk melanjutkan kuliyah atau bekeja di kota lain dan sebagainya .

Berada dalam suatu zona yang nyaman yang membuat kamu merasa senang dan aman, tidaklah membuat kamu menjadi sosok pribadi yang kuat. Ataupun minatmu dan bagaimana kondisimu, maka semua orang membutuhkan untuk bergaul. Dengan bergaul bukan semata-mata hanya mengenal orang lain, tapi juga akan menambah wawasan, mengembangkan minat dan hal-hal yang sangat menguntungkan, seperti kemajuan komunikasi dan hal-hal baru yang belum kita ketahui. Allah SWT. Telah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya “….. Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali pada-KU…” ( Q.S. Luqman : 31 dalam Al-Qur’an dan Terjemahannya, 1998 : ) Ini berarti, bergaul menjadi sesuatu yang sangat penting.

Namun demikian bila mereka terlihat cukup banyak bergaul, apakah mungkin mereka benar-benar bergaul secara efektif sehingga dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh dan sukses untuk dapat berkiprah dimasa depannya. Coba bayangkan dahulu, salah satu dari teman main kamu ;
• Apakah dia langsung bisa mengenali surara di telepon?
• Apakah dia mengetahui orang-orang yang kamu kagumi?
• Apakh temanmu selau memberikan info-info yang berharga atau penting bagimu?

Masih banyak hal-hal yang dapat kamu putar lagi dalam ingatan, sehingga kamu dapat menyadari bagaiman kualitas hubunganmu dengan teman-teman di sekitarmu, bahkan untuk teman yang menurut kamu cukup erat atau dekat.

Seringkali orang mengartikan bergaul sama dengan kegiatan bertemu dan melakukan hal-hal yang menyenangkan bersama-sama. Pada intinya bergaul adalah kegiatan aktif dalam mencari kesempatan untuk menemukan orang-orang yang menarik untuk diajak membina hubungan, sehingga hal yang terpenting adalah proses yang terjadi, karena dalam bergaul yang mempunyai makna positif, berarti menjaga agar hubungan yang terbina dapat terpelihara dengan baik sehingga pada akhirnya menguntungkan semua pihak yang terlibat.

Dari Jabir bin Muth’im, bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “ Orang yang memutuskan (persaudaraan) tidak masuk surga “ (H.R. Bukhari dalam Terjemah Jawahirul Bukhari, 1993 : 583). Dari sini jelas bahwa Rasulullah saw. sangat membenci orang yang memutuskan persaudaraan. Untuk itu ada beberapa prinsip dibawah ini yang dapat kamu ingat dan selalu dipakai sekiranya kamu bermaksud untuk memulai atau memperkuat hubungan yang ada dengan lingkungan pergaulanmu, yang juga pada akhirnya hal tersebut akan bermakna dalam pengembangan dirimu.

1. Berusaha lebih memahami orang lain yang manjadi temanmu.
• Dengan menjadi pendengar yang baik.
• Dengan menunjukkan minat pada orang yang sedang kita ajak bicara.
• Mau menaggapi perasaan-perasaan orang lain dengan tulus dan wajar.
• Menyadari perbedaan-perbadaan yang ada, dari pada sibuk pada pandangan diri sendiri.

2. Mampu mengekpresikan diri dengan jelas.
• Menyampaikan maksud atau perasaanmu dengan jelas dan juga mempertimbangkan orang lain atau tidak menyinggunya.
• Berterus terang tentang keadaan dirimu yang sebenarnya.
• Mau memberikan alasan-alasan perilaku dengan nyata dan tidak bersikap defensif (bertahan)
• Selalu bersikap konsisten.

3. Mau memberi dan menerima masukan.
• Dengan membuat orang lain merasa nyaman untuk mengutarakan pandangan karena kamu menunjukkan sikap keterbukaan.
• Mau memberikan pertimbangan bila diminta.

4. Mampu memberikan pengaruh yang positif pada orang lain.
• Dapat mendukungnya pada kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang positif pada diri orang lain dan berterus terang (tanpa membuat ketersinggungan) pada hal-hal yang telah diperbuat oleh teman.

5. Mampu menyelesaikan konflik secara tepat.
• Membuat pilihan-pilihan yang saling menguntungkan.
• Mengambil pendekatan yang positif.
• Memfokuskan pada kepentingan-kepentingan yang ada, bukan mempertahankan posisi keadaan masing-masing.

6. Mau bersikap mengasihi dan menghormati.
• Tidak bersikap menghakimi, sekalipun kamu merasa benar.
• Peduli pada masalah yang dihadapi oleh temanmu dan bersedia membantu sesuai dengan kamampuanmu.

Sedangkan hal-hal dibawah ini sebaiknya kamu hindari, bila kamu tidak ingin dijauhi oleh orang yang dekat denganmu:
1. Bersembunyi atau menarik diri dan berusaha menutup-nutupi identitas yang semestinya boleh diketahui orang lain. ( percya diri dong!)
2. Menceritakan sesuatu secara detail. ( ini bisa membosankan lo! )
3. Monolog, ( ingat kamu sedang menjalin interaksi kan! )
4. Interogasi. (kecuali kamu jadi polisi yang bertugas.)
5. Interupsi, memang susah kalau kita mau menjadi pendengar yang baik tapi hal itu harus diupayakan dengan menahan diri hingga lawan bicaramu selesai.
6. Membuat pernyataaan-pernyatan yang memaksakan kehendak.
7. Suka memberikan nasihat, padahal dia nggak minta. orang akan lebih senang mendapatkan teman bicara untuk berbagi cerita dan pengalaman, dari pada dinasehati terus.
8. Meratap atau merengek, nah pasti bukan simpati yang kamu dapat, tapi pandangan sinis.
9. Membuat janji-janji yang terkadang tidak ditepati. ( wah pasti kamu jadi orang yang tidak dipercaya oleh teman-temanmu.)
10. Sering meminta hal-hal yang sulit dilakukan oleh temanmu, hal ini makin membuat teman-temanmu enggan untuk bertemu.
11. Menceritakan hal-hal yang menjadi kehebatanmu. (pasti dalam beberapa minggu kamu akan ditinggalkan oleh teman-temanmu.)

Read More......

HUMANISME

Humanistik merupakan aliran ketiga dalam ilmu psikologi selain dari aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme. Orang yang pertama memproklamirkan aliran humanistik ini ialah Abraham Maslow. Aliran ini menegaskan adanya keseluruhan kapasitas dan martabat serta nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri (self ralization). Humanisme ini sendiri menentang pesimisme dan keputus asaan menurut pandangan psikoanalitik dan menentang pendangan behavioristik yang menyatakan konsep kehidupan adalah adalah robot yang tergantung kepada lingkungan yang membentuk kepribadian manusia itu sendiri.

Holisme memandang bahwa dalam diri manusia itu sendiri mengandung potendsi untuk berkembang sehat dan kreatif dan apa bila orang mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri dia akan menyadari potensinya lebih kuat dibandingkan pengaruh yang datang nya dari luar sebagai contoh pendidikan dari orang tuanya , sekolah , dan tekanan sosiallainnya,
Penekanan Humanistik dalam kepribadian menekankan hal-hal sebagai berikut:
Holisme
Organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagaian-bagian yang berdeda-beda. Jiwa dan tubuh bukabn bagian yang terpisahkan melainkan bagian dari satu kesatuan dan apa yang terjadi dibagian satu maka akan mempengaaruhi bagian lain.
Menolak Riset Binatang
Menekankan perbedaan antara tingakahlaku manusia dengan tingkah laku binatang.
Manusia Pada Dasarnya Baik,
Manusia mempunyai struktur psikologik yang analog dengan settruktur fisik mereka memiliki kebutuhan, kemampuan dan kecenderungan yang sifat dasarnya genetik
Potensi kreatif menjadi beberapa sifat menjadi ciri umum kemanusiaan, lainnya bersifat unik individual. Kebutuhan kemampuan,dan kecenderungan itu menjadikan hakekat menusia secara esensial baik.
Potensi Kreatif
Kreativitas merupakan ciri universal manusia sejak dilahirkan, kreatif adalah potensi semua orang yang tidak memerlukan bakat atau kemampuan yang khusus.
Menekankan kesehatan psikologik
Humanistik mendekatkan penelitiannya kepada manusia yang sehat, kreatif dan mampu mengaktualisasikan diri. Ilmujiwa seharusnya memusatkan analisisnya kepada tema pokok kehidupan manusia, yakni aktualisasi diri.

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com