Friday, June 11, 2010

Perkawinan

Menurut Undang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan yaitu ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Martiman, 2002: 8).
Pernikahan merupakan sarana untuk menemukan babak baru dalam kehidupan ini, dan sarana pemisahan berbagai macam persoalan hidup, mulai dari alat (kebiasaan), tujuan, gaya hidup dan semacamnya (Al-Afaq, 2003: 13).

Ikatan pria-wanita dalam bentuk relasi suami-isteri itu sebenarnya merupakan ikatan janji kesetiaan cinta-kasih, yang diikrarkan dengan jalan nikah. Jadi, nikah merupakan manifestasi ikatan janji setia diantara pria dan wanita, yang memberikan batasan-batasan dan pertanggungjawaban tertentu, baik pada sang suami maupun pada isteri. (Kartono, 1992: 12).
Dalam ikatan perkawinan terdapat dua unsur yang paling penting, yaitu: simpati dan birahi. Dalam simpati terdapat unsur-unsur kasih-sayang, ikut merasa/menghayati, perlindungan dua pribadi menjadi satu kesatuan, dan kesediaan berkorban. Sedang dalam birahi terdapat unsur seks dari dua jenis kelamin yang berbeda, yang kemudian menimbulkan relasi seksual.




2.3. Perselingkuhan
Kata selingkuh dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai “sembunyi-sembunyi, tidak jujur, untuk kepentingan atau kesenangan diri”. Sedangkan dalam bahasa gaul, selingkuh diartikan sebagai selingan indah keluarga utuh.
Dengan berbicara mengenai selingkuh, maka yang dimaksudkan disini ialah perbuatan layaknya suami isteri yang sah seseorang dengan orang lain, tetapi bukan pasangan resminya, sifatnya lebih kepada memenuhi perasaan senang bagi sang pelaku.(Daniel, 2003: 1). Selain itu menurut Daniel secara psikologis yang melakukan selingkuh adalah orang yang sudah dewasa, karena mereka orang yang punya uang, waktu, pengetahuan tentang lokasi berselingkuh dan peluang.

2.4. Konflik
Konflik ditandai dengan munculnya stres psikologis, karena individu harus dapat memprediksikan bahwa satu dari banyak pilihan merupakan alternatif yang paling baik untuk mengatasi masalahnya (Man, 1997).
Daniel Webster (dalam pickering, 2000) mendefinisikan konflik sebagai berikut :
 Persaingan dan pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
 Keadaan atau perilaku yang bertentangan (misalnya, pertentangan pendapat, kepentingan atau pertentangan individu).
 Perselisihan akibat dorongan, keinginan atau tuntutan yang bertentangan.
 Peseteruan
2.5. Penelitian tentang Perselingkuhan
2.5.1. Penelitian “Faktor-Faktor Penyebab Perselingkuhan Serta Tindak Lanjut Mengatasinya“
Penelitian yang dilakukan oleh Sucipto (2001: 103-120) ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya perselingkuhan serta bagaimana mengatasinya. Penelitian dilakukan di kota Denpasar Bali dengan mengambil sampel 50 responden wanita dengan kisaran usia 18 – 50 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan wancara dan penyebaran angket.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa:
1. Lebih dari 50% pasangan wanita berselingkuh.
2. Faktor penyebab terjadinya perselingkuhan adalah keluarga tidak harmonis, masalah ekonomi, masalah sosial dan faktor psikologis.
3. Isteri yang suaminya berselingkuh rata-rata memaafkan suaminya dan berkumpul kembali.

2.5.2. Penelitian dalam Jurnal “Selingkuh: Abnormal yang dinikmati“
Dalam jurnal yang ditulis oleh Purwanto (2008: 5-21) menjelaskan mengenai definisi, sebab-sebab terjadinya perselingkuhan dan perselingkuhan dilakukan dengan siapa. Jurnal ini ditulis pada bulan April 2008.
Dalam jurnal ini disebutkan bahwa:
1. Faktor-faktor yang menimbulkan perselingkuhan antara lain:
a. Faktor utama
- Kepribadian
- Desakralisasi lembaga perkawinan
- Dekadensi moral
b. Faktor pendukung
- Fasilitas sosial
-Group sosial
- Lemahnya sanksi sosial dan hukum
- Media massa
- Era hedonisme
c. Faktor pemicu lainnya
- Pandangan, pendengaran dan pikiran hasrat seksual.
- Media pornografi
- Kesepakatan canggih
- Kecanggihan teknologi anti hamil.
2. Hubungan perselingkuhan dilakukan dengan:
a. Teman kerja sebanyak 23%
b. Mantan pacar sebanyak 37%
c. Dikenalkan oleh teman sebanyak 17%
d. Orang baru sebanyak 13%
e. Tuna susila sebanyak 7%

Read More......

Pengambilan Keputusan

2.1.1. Definisi Pengambilan Keputusan
Menurut Siagian (dalam Hasan, 2002:10) pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Atmosudirjo (1982: 97) mengatakan, pengambilan keputusan selalu bersifat memilih diantara berbagai alternatif untuk menyelesaikan masalah.
Sedangkan menurut James pengambilan keputusan (dalam Hasan, 2002:10) adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

Baron (1986: 69) mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses terjadinya identifikasi masalah, menetapkan tujuan pemecahan, pembuatan keputusan awal, pengembangan dan penilaian alternatif-alternatif, serta pemilihan salah satu alternatif yang kemudian dilaksanakan dan ditidaklanjuti.
Moorhead dan Griffin (1995: 82) menyatakan pengambilan keputusan sebagai kegiatan pemilihan diantara berbagai alternatif yang tersedia. Ahli lain, yaitu Gibson, dkk, (1997: 103) menjelaskan pengambilan keputusan sebagai proses pemikiran dan pertimbangan yang mendalam yang dihasilkan dalam sebuah keputusan. Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan, kecakapan dan motivasi. Dunnette dan Hough (1998: 25) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai pemilihan tindakan dari sejumlah alternatif yang ada. Senada dengan itu Wood dkk, (1998: 57) mendefinisikan pengambilan keputusan adalah “process of identifying a problem or opportunity and chooshing among alternative courses of action.”
De Janasz dkk (2002: 19) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses dimana beberapa kemungkinan dapat dipertimbangkan dan diprioritaskan, yang hasilnya dipilih berdasarkan pilihan yang jelas dari salah satu alternatif kemungkinan yang ada. Duncan (Putti dkk, 1998: 34) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai suatu respon yang sesuai dari seseorang yang berinteligensi pada suatu situasi yang membutuhkan tindakan yang tepat. Sedangkan menurut ahli lain (Putti dkk, 1998: 34) pengambilan keputusan adalah suatu tindakan memilih salah satu alternatif yang ada atas pertolongan para manajer yang menentukan suatu tindakan pada situasi yang telah ditentukan.
Stoner (1990: 52) berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan suatu arah tindakan untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat maka Berman & Cutler (1996: 61) dalam penelitian mereka menjelaskan bahwa para pengambil keputusan yang dengan tujuan untuk menghasilkan suatu keputusan yang akurat harus berhati-hati dengan informasi yang tidak konsisten dari karyawan, sehingga para pengambil keputusan itu dapat mengenali dan mendapatkan suatu keputusan yang tepat sebagai hasil pemilihan dari beberapa alternatif pilihan yang tersedia.
Dari pengertian-pengertian pengambilan keputusan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan satu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti sebagai suatu cara pemecahan masalah.

2.1.2. Dasar-dasar pengambilan keputusan
Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacam-macam tergantung permasalahannya. Oleh Terry (dalam Hasan, 2002:12), dasar-dasar pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut:
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan.
Kebaikannya antara lain sebagai berikut:
 Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek.
 Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya.
 Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
 Keputusan yang hasilkan relatif kurang baik.
 Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya.
 Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuaan praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung ruginya, baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan yang berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannnya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih randah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan antara lain sebagai berikut:
 Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah terpaksa.
 Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.
 Memiliki otentisitas (otentik).
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
 Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
 Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial.
 Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan.
5. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang diambil bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tetentu,sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan yang rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut:
a. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
b. Orientasi masalah: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
c. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya
d. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
e. Hasil maksimal: pemilihan alteratif didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.
Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.


2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan pengambilan keputusan. Secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar diri individu. Menurut Noorderhaven (1995: 46), faktor-faktor dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah kematangan emosi, kepribadian, intuisi, umur. Sedangkan Cervone dkk (1991: 17) dalam penelitiannya menemukan bahwa suasana hati yang positif dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Janis & Mann yang dikutip oleh Forgas (1991: 39) dalam penelitiannya membuktikan bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan.
Menurut Millet (dalam Hasan, 2002: 16), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Pria dan wanita
Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil keputusan dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-ragu.
2. Peranan pengambil keputusan
Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan, mencakup kemampuan mengumpulkan informasi, kemampuan menganalisis dan menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan perkembangan-perkembangan hari depan yang lebih baik.

3. Keterbatasan kemampuan
Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan keputusan yang dapat bersifat institusional ataupun bersifast pribadi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Baradell & Klein (1993: 63) menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa hidup yang tidak menyenangkan berhubungan dengan rendahnya kualitas pengambilan keputusan. Selanjutnya dikatakan oleh Bandura & Jourden (1991: 24) pengambilan keputusan dapat dipermudah atau dihambat oleh adanya efikasi diri. Hal yang hampir senada dikemukakan oleh Blascovich dkk (1993: 42) yang mengatakan bahwa sikap individu terhadap objek atau masalah dapat mempermudah atau menghambat proses pengambilan keputusan.
Miner (1992: 51) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi cara seseorang dalam mengambil keputusan adalah kreativitas. Keputusan-keputusan yang kreatif akan membantu dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan produktivitas organisasi dan berperan dalam penelitian produk baru. Berdasarkan pandangan ini, kreativitas didefinisikan sebagai pencapaian prestasi yang diakui secara sosial dalam hal produk-produk baru seperti penemuan-penemuan teori, publikasi, keperluan medis, dan lain sebagainya. Keputusan kreatif ini asli, berbeda dengan orang lain tetapi bukan keputusan yang eksentrik dan mampu memberikan kontribusi sosial.
Sebuah keputusan yang kreatif juga memerlukan inteligensi, dan untuk menjadi kreatif seseorang harus belajar dan mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada bidang tertentu. Inteligensi ini merujuk pada kemampuan analisis logis dan pemecahan masalah yang dapat membantu menghasilkan keputusan yang berkualitas (Kolb dkk, 1984: 58). Meskipun demikian, tingkat inteligensi yang tinggi dan pengetahuan yang cukup kadang-kadang belum menjamin tercapainya prestasi yang kreatif karena masih ada faktor lain yang mungkin berpengaruh pada terbentuknya keputusan kreatif.
Mondi dkk (1990: 47) mengemukakan faktor dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu kemampuan personal sebagai pengambil keputusan. Kemampuan dan sikap manajer sebagai pengambil keputusan dianggap sebagai faktor terpenting untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Seberapapun besarnya kemampuan seorang manajer dalam membuat keputusan dan bertanggung jawab, ia memerlukan kemampuan agar menghasilkan keputusan yang tepat. Kemampuan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman, tingkat pemahaman dan kualitas manajemen diri individu. Selain faktor dari dalam diri individu, Mondi dkk (1990: 47) juga mengemukakan beberapa faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu:
a) Jenis Keputusan Rutin dan Tidak Rutin
Keputusan rutin yang dibuat diatur berdasarkan kebijakan, prosedur, dan aturan organisasi juga berdasarkan pilihan manajer. Keputusan ini tidak serumit keputusan non-rutin, sehingga manajer dapat lebih leluasa dalam melakukan tugasnya, misalnya memilih orang yang akan bertugas pada unit kerja tertentu. Keputusan non-rutin membutuhkan kecermatan yang lebih tinggi dan lebih menentukan berhasil tidaknya suatu pekerjaan seorang manajer, misalnya dalam melakukan ekspansi pasar, membangun lahan produksi baru dan sebagainya. Keputusan non-rutin lebih banyak dibebankan pada manajer tingkat menengah ke atas. Miner (1992: 51) mengadaptasi pendapat Simon yang mengatakan bahwa dalam tipe keputusan rutin, teknik yang dapat digunakan mendasarkan pada kebiasaan, SOP (Standard Operating Procedure), struktur organisasi atau dengan riset operasi dan proses data elektronik. Tipe keputusan non-rutin dapat diselesaikan dengan menggunakan pertimbangan, intuisi, kreativitas, seleksi dan pelatihan serta model pemecahan masalah.
b) Waktu yang Tersedia
Waktu dalam membuat sebuah keputusan merupakan faktor yang penting. Manajer biasanya menggunakan waktu yang sesingkat mungkin untuk membuat keputusan, bahkan kadang-kadang keputusan harus diambil di bawah situasi yang sangat kritis dan menekan.
c) Besarnya Resiko yang Harus Ditanggung
Besarnya resiko merupakan hal yang selalu dipertimbangkan secara sadar atau tidak. Resiko pengambilan keputusan dapat saja mempengaruhi organisasi, tetapi dapat juga tidak mempengaruhi organisasi. Namun pengambilan keputusan yang beresiko tinggi, memerlukan upaya dan waktu yang lebih banyak agar keputusan yang diambil benar-benar sesuai.
d) Tingkat Penerimaan dan Dukungan oleh Rekan dan Atasan
Penerimaan dan dukungan yang ada tergantung dari banyak hal yang sifatnya lebih personal, misalnya apakah manajer yang mengambil keputusan itu usianya jauh lebih muda, apakah ia tidak dianggap outsider oleh kelompok lain atau apakah ada diskriminasi gender. Hal semacam ini biasanya diselesaikan melalui perbaikan komunikasi, sehingga manajer memperoleh rasa hormat dan disegani oleh rekan maupun atasannya.
Menurut Noorderhaven (1995: 49), faktor-faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah pendidikan formal dan pengalaman karir.
Arroba (1998 dalam Kuntadi, 2004: 14) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan yang akan dilakukannya, antara lain :
1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi.
Informasi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi merupakan hal yang cukup penting bagi pengambil keputusan sebagai bahan evaluasi. Sumber-sumber informasi dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu (Jiunkpe, Waralaba asing, 2006, para.4):
a. Informasi pribadi, merupakan informasi yang berasal dari dalam diri, seperti pengalaman dan pengetahuan pribadi, keluarga sendiri.
b. Informasi umum, merupakan informasi yang berasal dari luar diri, seperti media massa, orang lain, lingkungan, tetangga dll.
2. Tingkat pendidikan
Menurut Muhibbin (2002: 11) pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebaginya. Tingkat pendidikan individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, para.2: 11):
a. Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD).
b. Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan menengah (SLTP dan SLTA).
c. Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi(S1 keatas).
3. Personality
Kepribadian individu merupakan faktor yang memiliki peran terhadap proses pengambilan keputusan. Kepribadian manusia terdiri dari beberapa tipe, yaitu (Judiari, 2002: 4):
a. Motif atau need, contoh: agresif, berprestasi, afiliatif dll.
b. Kemampuan atau kecakapan, contoh: intelegen, musical, terampil dll.
c. Temperamen atau emosi, contoh: energik, pencemas dll.
d. Style personal, contoh: hati-hati, petualang, ceroboh dll.
e. Nilai atau keyakinan, contoh: religius, bebas dll.
4. Coping , dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan permasalahan (proses adaptasi). Strategi coping adalah suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Fachri, Strategi Coping, 2008. para.1).
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Fachri, Strategi Coping, 2008. para.1):
a. Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres;
b. Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
5. Culture
Menurut Soekanto (1990: 173 dalam Jiunkpe, Waralaba asing, 2006, para. 8), budaya adalah karya, rasa dan cipta masyarakat. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor dalam Author’s Guide, Faktor-Faktor Budaya, 2006, Para. 5).
Menurut Soekanto (1990: 176 dalam Jiunkpe, Waralaba asing, para. 9), budaya memiliki tujuh komponen, yaitu:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia, seperti pakaian, rumah dll.
b. Mata pencarian hidup, seperti pertanian, peternakan dll.
c. Sistem kemasyarakatan, seperti kekerabatan, perkawinan dll.
d. Bahasa, seperti bahasa lisan dan tulisan.
e. Kesenian, seperti seni rupa, seni suara dll.
f. Sistem pengetahuan, seperti membaca, diskusi dll.
g. Religi, seperti sistem kepercayaan.

2.1.4. Tahap-tahap dalam pengambilan keputusan
Memilih dan mengambil keputusan merupakan dua tindakan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam sepanjang hidupnya manusia selalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan atau alternatif dan pengambilan keputusan (Simatupang, 1986 dalam Kuntadi, 2004: 13). Hal ini sejalan dengan teori real life choice, yang menyatakan dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan atau membuat pilihan-pilihan di antara sejumlah alternatif. Pilihan-pilihan tersebut biasanya berkaitan dengan alternatif dalam penyelesaian masalah (Gladwin, 1980 dalam Kuntadi, 2004: 13).
Menurut Matlin (1998 dalam Kuntadi, 2004: 13), tahapan individu dalam pengambilan keputusan melewati beberapa tahapan, antara lain:
1. Situasi atau kondisi, dalam hal ini seseorang harus mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memilih dan memprediksi sesuatu (Matlin, 1998 dalam Kuntadi, 2004: 14). Pilihan atau alternatif yang dihadapi oleh setiap orang seringkali berlainan, demikian pula dalam hal akibat, risiko maupun keuntungan dari pilihan yang diambilnya. Hal seperti ini jelas sekali pada gilirannya akan membuat situasi pengambilan keputusan antara individu yang satu dengan individu yang lain akan berbeda. Matlin (1998 dalam Kuntadi, 2004: 14), pada penjelasan berikutnya, juga menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan keputusan.
2. Tindakan, dalam hal ini individu mempertimbangkan, menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada. Dalam tahap ini reaksi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Ada beberapa individu dapat segera menentukan sikap terhadap pertimbangan yang telah dilakukan, namun ada individu lain yang nampak mengalami kesulitan untuk menentukan sikap mereka. Tahap ini dapat disebut sebagai tahap penentuan keberhasilan dari suatu proses pengambilan keputusan (Matlin, 1998 dalam Kuntadi, 2004: 14).
Berdasarkan penjelasan singkat di atas diketahui bahwa proses pengambilan keputusan itu diawali ketika seseorang berada dalam situasi pengambilan keputusan. Hal yang lain adalah bahwa situasi pengambilan keputusan antar individu bisa berlainan, karena pilihan atau alternatif yang dihadapi individu juga berlainan dan hal ini akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Penanganan yang tepat terhadap situasi pengambilan keputusan juga akan menentukan keberhasilan suatu proses pengambilan keputusan. Situasi pengambilan keputusan terjadi atau muncul dalam diri seseorang ketika ia diperhadapkan dengan permasalahan dan beberapa alternatif atau pilihan sebagai jawaban dari permasalahannya. Selanjutnya, dari beberapa alternatif jawaban tersebut, ia mulai mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memprediksi dan menentukan pilihan. Tahap menentukan pilihan terhadap alternatif yang ada merupakan tahap penting dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada 4 (empat) golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat, yakni : golongan rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis, dan golongan reformis. Sungguhpun demikian, patut hendaknya diingat bahwa pada kesempatan tertentu dan untuk suatu jenis isu tertentu kemungkinan hanya satu atau dua golongan aktor tertentu yang berpengaruh dan aktif terlibat. Peran yang dimainkan oleh keempat golongan aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan, nilai-nilai dan tujuan yang mereka kejar serta gaya kerja mereka berbeda satu sama lain. Uraian berikut akan menguraikan bagaimana perilaku masing-masing golongan aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan.
a. Golongan Rasionalis.
Ciri-ciri utama dari kebanyakan golongan aktor rasionalis ialah bahwa dalam melakukan pilihan altematif kebijaksanaan mereka selalu menempuh metode dan langkah-langkah berikut :
1) Mengidentifikasikan masalah;
2) Merumuskan tujuan dan menysunnya dalam jenjang tertentu;
3) Mengidentifikasikan semua altematif kebijaksanaan;
4) Meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap altematif;
5) Membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu mengacu pada tujuan;
6) Memilih alternatif terbaik.
Berdasarkan pada ciri-ciri tersebut, maka perilaku golongan aktor rasionalis ini identik dengan peran yang dimainkan oleh para perencana dan analis kebijaksanaan yang profesional yang amat terlatih dalam menggunakan metode-metode rasional apabila menghadapi masalah-masalah publik.
b. Golongan Teknisi.
Seorang teknisi pada dasamya tidak lebih dari rasionalis, sebab ia adalah seorang yang karena bidang keahliannya atau spesialisasinya dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijaksanaan. Golongan teknisi dalam melaksanakan fugasnya boleh jadi memiliki kebebasan, namun kebebasan ini sebatas pada lingkup pekerjaan dan keahliannya. Biasanya mereka bekerja di proyet-proyek yang membutuhkan keahliannya, namun apa yang harus mereka kerjakan biasanya ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang mereka mainkan dalam hubungan ini ialah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan tenaganya untuk menangani tugas-tugas tertentu.
c. Golongan inkrementalis.
Golongan aktor inkrementalis ini dapat kita identikkan dengan para politisi. para politisi, sebagaimana kita ketahui, cenderung memiliki sikap kritis namun acapkali tidak sabaran terhadap gaya kerja para perencana dan teknisi, walaupun mereka sebenarnya amat tergantung pada apa yang dikerjakan oleh para perencana dan para teknisi. Golongan inkrementalis pada umumnya meragukan bahwa sifat yang komprehensif dan serba rasional itu merupakan sesuatu yang mungkin dalam dunia yang amat penuh dengan ketidaksempurnaan ini.
d. Golongan Reformis (Pembaharu).
Seperti halnya golongan inkrementalis, golongan aktor reformis pada dasamya juga mengakui akan terbatasnya informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijaksanaan, sekalipun berbeda dalam cara menarik kesimpulan. Golongan inkrementalis berpendirian bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itulah yang mendikte gerak dan langkah dalam proses pembuatan kebijaksanaan. Dalam kaitan ini Braybrooke dan Lindblom mengatakan, bahwa hanyalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sebelumnya telah dikenal, dan yang akibat-akibatnya menimbulkan perubahan kecil pada apa yang sudah ada yang akan dipertimbangkan pendekatan seperti ini bagi golongan reformis (yang notabene menghendaki perubahan sosial), dianggap terlampau konservatif.
Menurut Simon (dalam Hasan, 2002; 24) proses pengambilan keputusan terdiri atas tiga fase keputusan, yaitu sebagai berikut.
1. Fase intelegensia
Merupakan fase penelusuran informasi untuk keadaan yang memungkinkan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan pengamatan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Data dan informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk mencari bukti-bukti yang dapat diidentifikasi, baik yang pemasalahan pokok peluang untuk memecahkannnya.
2. Fase desain
Merupakan fase pencarian/penemuan, pengembangan serta analisa kemungkinan suatu tindakan. Jadi merupakan kegiatan perancangan dalam pengambilan keputusan, fase ini terdiri atas sebagai berikut.
- Identifikasi masalah
Merupakan perbedaan antara situasi yang terjadi dengan situasi yang ingin dicapai.
- Formulasi masalah
Merupakan langkah di mana masalah dipertajam sehingga kegiatan desain dan pengembangan sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya. Cara yang dilakukan dalam formulasi permasalahan adalah sebagai berikut.
• Menentukan batasan-batasan pemasalahan.
• Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan permasalahan dapat dipecahkan.
• Merinci masalah pokok kedalam sub-sub masalah.
3. Fase pemilihan
Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari alternatif-alternatif tersebut. Alternatif yang dipilih kemudian diputuskan dan dilaksanakan. Jadi merupakan kegiatan memilih tindakan atau alternatif tertentu dari bermacam-macam kemungkinan yang akan ditempuh.
Menurut Terry (dalam Author’s Guide, Pengambilan Keputusan dalam Manajemen, 2008, para. 35), proses pengambilan keputusan meliputi:
a. Merumuskan problem yang dihadapi
b. Menganalisa problem tersebut
c. Menetapkan sejumlah alternatif
d. Mengevaluasi alternatif
e. Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan
Menurut Drucher (dalam Author’s Guide, Pengambilan Keputusan dalam Manajemen, 2008, para. 35) proses pengambilan keputusan meliputi:
a. Menetapkan masalah
b. Manganalisa masalah
c. Mengembangkan alternatif
d. Mengambil keputusan yang tepat
e. Mengambil keputusan menjadi tindakan efektif

2.1.5. Aspek-aspek dalam pengambilan keputusan
Irving & Mann ,1979 (dalam Hasan, 2002: 20-21) membagi pengambilan keputusan di dalam 3 hal, yaitu pertama kemampuan menghadapi tantangan yaitu kemampuan untuk menghadapi suatu yang mengganggu atau menarik perhatian untuk mencapai situasi yang ingin dicapai, kedua adalah kemampuan mempertimbangkan beberapa alternatif dan yang terakhir adalah kemampuan menerima resiko dan melaksanakan keputusan yang diambil.
Siagian (1991 dalam Kuntadi, 2004: 15) menyatakan bahwa ada aspek-aspek tertentu bersifat internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Adapun aspek internal tersebut antara lain :
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan.
b. Aspek kepribadian
Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan.

Aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain :
a. Kultur
Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan.
b. Orang lain
Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu melihat contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat ) dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam mengambil keputusan.

2.1.6. Konsekuensi dalam pengambilan keputusan
Konsekuensi merupakan hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil oleh pembuat keputusan. Konsekuensi dari sebuah tindakan yang diharapkan akan terwujud oleh seseorang, terutama sekali yang memberikan hasil positif terhadap pencapaian tujuan, disebut sebagai manfaat (benefit). Manfaat merupakan konsekuensi yang akan dapat menghindari terwujudnya resiko. Konsekuensi yang tidak masuk dalam perhitungan, karena dianggap bernilai kecil atau tidak terlalu penting dalam analisis pencapaian tujuan, namun tetap memiliki pengaruh terhadap pencapain tujuan kelompok atau orang lain diistilahkan sebagai spillover atau externalities.(Dermawan, 2004: 76).

Read More......

Psikotest, Recruitment dan Penempatan Kerja

Banyak orang yang mengatakan dan bertanya-tanya mengenai fungsi Psikotest dalam proses recruitment (rekrutmen / rekruitmen) dalam dunia kerja saat ini. Berikut adalah gambaran terhadap Psikotest dan mengapa organisasi sangat memerlukan Psikotest tersebut dalam proses recruitment seleksi.
Untuk sebuah jabatan, organisasi memiliki profil sukses yang diperlukan agar siapa-pun yang menduduki jabatan tersebut berhasil. Profil ini yang harus dimiliki oleh para kandidat agar ia bisa malakukan pekerjaanya dengan baik sesuai dengan target dan kemampuan yang harus dikuasai dalam bidang tersebut.

Sebelum memberikan suatu standar yang harus dipenuhi agar masuk kedalam kriteria profil maka perusahaan melakukan proses job analysis terlebih dahulu, untuk menganilisis dan menentukan kriteria-kriteria profil yang cocok dengan sebuah jabatan yang akan diisi.
Kriteria profil ini meliputi aspek kepribadian (who I am), experience (what I have done), technical knowledge (what I know) dan kompetensi (what I can do). Psikotestmerupakan alat yang dimanfaatkan untuk mengetahui kepribadian dan intelektual seseorang yang akan memasuki jabatan tertentu.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka Psikotest digunakan oleh organisasi untuk memastikan bahwa kepribadian kandidat yang akan ditempatkan di posisi tertentu sesuai dengan profil kepribadian yang diperlukan. Perlu diingat bahwa Psikotest bukan satu-satunya alat yang digunakan organisasi dalam mengambil keputusan.
Secara teoritis, proses recruitment, seleksi, dan penempatan kerja tidak saja menguntungkan organisasi atau perusahaan dalam arti mendapatkan orang yang tepat untuk jabatan yang lowong, tetapi juga membantu individu mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Dengan kemampuan, minat dan kepribadian yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologiknya.
Contoh, posisi sales, organisasi memerlukan kandidat yang memiliki kepribadian yang komunikatif, senang menjalin relasi dengan banyak orang baru. Melalui Psikotest, organisasi akan dapat melihat apakah kandidat memiliki profil kepribadian tersebut atau tidak.
Berikut adalah tips untuk bisa menjalani Psikotest dengan lancar:
1. Dalam Psikotest tidak ada jawaban benar atau salah, sehingga anda harus menjawab dengan jujur dan yang benar-benar anda rasakan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
2. Kondisi anda harus fit, tidak dalam keadaan sakit.
3. Makanlah agar anda mempunyai tenaga cukup.
4. Tidak dalam kondisi stress.
5. Tidak dalam kondisi tertekan.
6. Sekali lagi, jawablah pertanyaan dengan jujur sesuai diri anda.
Dilemanya, tidak jarang terjadi, kandidat menjawab tidak sesuai dengan yang dia rasakan, “for the sake” mendapatkan sebuah posisi/pekerjaan. Keadaan ini berakibat organisasi memperoleh informasi yang salah dan menempatkan kandidat di posisi yang tidak tepat. Bagi kandidat tersebut, mungkin dia mendapatkan posisi/pekerjaan, namun sesungguhnya posisi/pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kepribadiannya dan tentunya akan secara langsung berpengaruh terhadap kinerjanya, stres, tertekan, tidak konsentrasi, dan juga penurunan produktifitas kerja.
Jadi, siapkan kondisi fisik dan mental anda untuk menghadapi Psikotest, dan jujur lah terhadap setiap jawaban yang diberikan.

Read More......

Perkelahian Pelajar

Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.

Dampak perkelahian pelajar



Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.



Pandangan umum terhadap penyebab perkelahian pelajar



Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.



Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.



Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.



Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian pelajar



Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.



Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.

Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

Read More......

Mempersiapkan Rapat Kerja, Efektif dan Efisien

Rapat kerja adalah hal penting dan harus dilakukan secara rutin demi keberhasilan sebuah tugas. Bahkan mempersiapkan rapat kerja agar efektif dan efisien juga sama pentingnya dalam sebuah rapat. Sebab rapat yang terlalu lama tanpa solusi yang jelas, hanya akan membuat para pesertanya terbebani. Lalu, bagaimana cara mengubahnya?
Rapat yang pembahasanya melantur kesana-kemari tanpa arah akan menjadi suatu siksaan tersendiri bagi mereka yang menghadirinya. Pada garis besarnya, para pakar menekankan agar pembicaraan pada rapat yang sering keluar konteks dan tidak terstruktur diubah menjadi lebih terfokus dan terstruktur.
Menurut mereka, sebuah rapat yang efektif harus berlandaskan pada:

1. Menggunakan waktu secukupnya dalam membuat keputusan.
2. Hanya membicarakan hal-hal yang telah diagendakan.
3. Menekankan objektifitas dan hasil yang diharapkan.
Pemimpin rapat dapat menciptakan rapat yang lebih efektif dengan menggunakan cara-cara praktis yang telah mendapat rekomendasi dari para top manajer, pakar bisnis, dan buku-buku yang membahas ini. Cara ini bahkan bisa langsung diterapkan untuk mendapatkan solusi yang lebih cepat dan lebih efektif.
Agenda Rapat
Tidak mungkin terjadi suatu rapat yang efektif, jika rapat dilakukan tanpa agenda yang jelas. Buat suatu agenda yang jelas dan mampu menghasilkan solusi yang tepat. Bukan hanya sketsa, tetapi juga deskripsi dari apa yang akan dibicarakan. Sehingga mereka tahu hasil apa yang ingin didapat.
Peserta yang melakukan presentasi harus menyiapkan semua bahan dengan lengkap agar dapat menyelesaikan presentasinya sesuai waktu yang telah ditentukan. Agar lebih jelas, berikan lembaran agenda pada setiap peserta rapat. Tentu saja agenda yang ditulis secara detail, bukan hanya berisi tema, karena hal ini sangat rentan melenceng.
Agenda rapat sebaikanya hanya berisi permasalahan yang memang tengah dialami saja. Sebab kebanyakan rapat, bukan hanya membahas hal yang bermasalah, bahkan yang tidak bermasalah juga dibicarakan. Sehingga, orang yang tidak bermasalah pun terpaksa harus bebicara di dalam rapat.
Komunikasi
Komunikasikan agenda rapat dengan cara membaginya terlebih dahulu. Sehingga peserta rapat dapat mempersiapkan materi tentang topik yang akan dibahas di dalam rapat.
Jadwal Rapat
Jadwal yang baku akan membantu para manajer mendapat laporan secara tepat waktu dan mendisplinkan para karyawan untuk menghadiri rapat.
Perhatikan Situasi
Beberapa manajer mampu membuat rapat menjadi efektif dan efisien, tetapi juga ada manajer yang memaksakan keputusannya pada peserta rapat agar rapat bisa cepat selesai. Rapat yang efektif bukan dilihat dari waktu pelaksanaan yang singkat, tetapi bagaimana kita mempu mempertemukan pendapat yang berbeda dengan situasi yang nyaman dan kondusif.
Pengambilan Suara
Pengambilan suara merupakan cara tersingkat untuk mendapatkan keputusan. Pengambilan suara dapat diambil bila diskusi yang terjadi tidak memperlihatkan gambaran keputusan yang terang dan tidak ada mayoritas mutlak. Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan, voting akan lebih mempercepat pengambilan keputusan, sehingga mereka harus siap menerima apapun keputusannya.
Batasi Masalah Diskusi
Para pakar menyarankan untuk membahas permasalahan berbeda di rapat yang berbeda pula. Saat membuka rapat, jelaskan bahwa mereka hanya akan membahas permasalahan tertentu. Topik yang memerlukan diskusi, dilakukan pada rapat yang khusus mendiskusikan masalah tersebut.
Untuk mendapat keputusan, maka diperlukan rapat khusus pengambilan suara. Pembatasan ini memberikan anggotanya untuk lebih siap dalam mencari solusi dan menetapkan pilihan di luar rapat, sehingga hasil yang didapat pun memuaskan. Dan rapat pun telah berjalan secara efektif dan efisien.

Read More......

KODE ETIK PSIKOLOGI II

MUKADIMAH


Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945,
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menghormati harkat dan martabat
manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia.
Dalam kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia
mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku
manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta
memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan
manusia.

Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan
mereka yang meminta jasa/praktik beserta semua pihak yang terkait dalam
jasa/praktik tersebut atau pihak yang menjadi obyek studinya.
Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk
tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD
1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah
penyalahgunaannya oleh pihak lain.

Tuntutan kebebasan menyelidiki dan berkomunikasi dalam melaksanakan
kegiatannya di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan, jasa/praktik
konsultasi dan publikasi dipahami oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
dengan penuh tanggung jawab. Kompetensi dan obyektivitas dalam
menerapkan kemampuan profesional terikat dan sangat memperhatikan
pemakai jasa, rekan sejawat, dan masyarakat pada umumnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam KODE ETIK
PSIKOLOGI INDONESIA sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan
dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan selaku
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog di Indonesia.


BAB I
PEDOMAN UMUM

Pasal 1
PENGERTIAN

a) ILMUWAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi
dan universitas di dalam maupun di luar negeri, yaitu mereka yang
telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional (SK
Mendikbud No. 18/D/O/1993) untuk pendidikan program
akademik (Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2


PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

(S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan
strata (S1) diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuwan
Psikologi yang tergolong kriteria tersebut dinyatakan DAPAT
MEMBERIKAN JASA PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK
DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN
PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA.
b) PSIKOLOG adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti
pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum lama
(Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN); atau Sistem
Kredit Semester (SKS) PTN; atau Kurikulum Nasional (SK
Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program
akademik (Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi
(Psikolog); atau kurikulum lama Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
yang sudah mengikuti ujian negara sarjana psikologi; atau
pendidikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah mendapat
akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh
Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas RI).
Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan BERHAK
DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI
di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi
menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut sebagai PSIKOLOG.
Untuk melakukan praktik psikologi maka Sarjana Psikologi yang
tergolong kriteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK
PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c) JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atau kelompok/
organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuwan psikologi
Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi
di bidang pengajaran, pendidikan, pelatihan, penelitian,
penyuluhan masyarakat.
d) PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilakukan oleh
psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat
dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual
maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik.
Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah
terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan
kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, dan
PSIKOTERAPI.
e) PEMAKAI JASA PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok,
lembaga atau organisasi/institusi yang menerima dan meminta
jasa/praktik psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sebutan
KLIEN.






PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

Pasal 2
TANGGUNG JAWAB

Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
mengutamakan kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi
integritas dan norma-norma keahlian serta menyadari konsekuensi
tindakannya.


Pasal 3
BATAS KEILMUAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas-batas ilmu
psikologi dan keterbatasan keilmuannya.


Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam
melaksanakan keahliannya wajib mempertimbangkan dan
mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam
masyarakat.
b) lmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menyadari bahwa
perilakunya dapat mempengaruhi citra Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog serta profesi psikologi.


BAB II
HUBUNGAN PROFESIONAL

Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati
dan menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu
sejawat akademisi Keilmuan Psikologi/Psikolog.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan
umpan balik untuk peningkatan keahlian profesinya.
c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mengingatkan rekan
profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode
etik psikologi.
d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas
kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada
organisasi profesi.



PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati
kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mencegah dilakukannya
pemberian jasa atau praktikpsikologi oleh orang atau pihak lain
yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.


BAB III
PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI

Pasal 7

PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS
KEAHLIAN/KEWENANGAN

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog hanya memberikan jasa/praktik
psikologi dalam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat
obyektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengaturan
terapan keahlian Ilmuwan Psikologi dan Psikolog.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam memberikan jasa/praktik
psikologi wajib menghormati hak-hak lembaga/organisasi/institusi
tempat melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan
pendidikan sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan
kewenangannya.


Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN
TERHADAP PEMAKAI JASA ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien,
baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi
sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog berkewajiban untuk:

a) Mengutamakan dasar-dasar profesional
b) Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang
membutuhkannya.
c) Melindungi klien atau pemakai jasa dari akibat yang merugikan
sebagai dampak jasa/praktik yang diterimanya.
d) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai
jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian
pelayanan tersebut.


PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

e) Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan
akan terkena dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat
pemberian jasa/praktik psikologi yang dilakukan oleh Ilmuwan
Psikologi dan Psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut
harus diberitahu.


Pasal 9
ASAS KESEDIAAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghormati dan menghargai hak
pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian
jasa/praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai
jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian
jasa/praktik psikologi.


Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa
psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi
dan kewenangan.


Pasal 11
PEMANFAATAN DAN PENYAMPAIAN
HASIL PEMERIKSAAN

Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil
pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah
dipahami klien atau pemakai jasa.


Pasal 12
KERAHASIAAN DATA
DAN HASIL PEMERIKSAAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib memegang teguh rahasia yang
menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan
pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai
klien yang diperoleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam rangka
pemberian jasa/praktik psikologi wajib mematuhi hal-hal sebagai berikut:




PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

a) Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya
dan hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan
tujuan pemberian jasa/praktik psikologi.
b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang
secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa
psikologi.
c) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis
kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk
kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut
identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
d) Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain
atas persetujuan klien atau penasehat hukumnya.
e) Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak
mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka
Psikolog wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami
hal-hal yang merugikan.


Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS
PADA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
DARI PRAKTIK PSIKOLOGI

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai
keahlian yang dimilikinya, pada pembuatan laporan secara tertulis
Psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama
jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.


BAB IV
PERNYATAAN

Pasal 14
PERNYATAAN

a) Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/penjelasan ilmiah
kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur media baik lisan
maupun tertulis, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bersikap
bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada
kepentingan umum daripada pribadi atau golongan, dengan
berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang
keahlian/kewenangan selama tidak bertentangan dengan kode etik
psikologi. Pernyataan yang diberikan Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog mencerminkan keilmuannya, sehingga masyarakat dapat
menerima dan memahami secara benar.



PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

b) Dalam melakukan publikasi keahliannya, Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog bersikap bijaksana, wajar dan jujur dengan
memperhatikan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku untuk
menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat
pengguna jasa psikologi.


BAB V
KARYA CIPTA

Pasal 15
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN
DAN
PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN

Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya
harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan
ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak intelektual yang
berlaku.

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai karya cipta
pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip,
menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan menggandakan,
memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun
seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang
hak cipta.


Pasal 16
PENGGUNAAN DAN PENGUASAAN
SARANA PENGUKURAN PSIKOLOGIK

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib membuat kesepakatan
dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal-
hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan,
penggunaan, penguasaan sarana pengukuran. Ketentuan mengenai
hal ini diatur tersendiri.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menjaga agar sarana
pengukuran agar tidak dipergunakan oleh orang- orang yang tidak
berwenang dan yang tidak berkompeten.





PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 17
PELANGGARAN

Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan
sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana
diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan
Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi
Indonesia


Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN
KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA

a) Penyelesaian masalah pelanggaraan Kode Etik Psikologi Indonesia
oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dilakukan oleh Majelis
Psikologi dengan memperhatikan laporan dan memberi
kesempatan membela diri.
b) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik
psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia
maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis
Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian
disahkan dalam kongres.


Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN
PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG

a) Ilmuwan Psikologi atau Psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan di
mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data
mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki
penyalahgunaan ini.
b) Apabila Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengetahui tentang
adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau
pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka Ilmuwan Psikologi
atau Psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk
memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan
dalam pemaparan/ pemberitaan itu.





PsikologiZone.com Zona Ilmu dan Artikel Psikologi Online


Kode Etik Psikologi PsikologiZone.com

BAB VII
PENUTUP

Kode Etik Psikologi Indonesia ini disertai lampiran, yaitu Pedoman
Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia. Lampiran tersebut tidak
terpisahkan dari kode etik ini, dan sifatnya menjelaskan dan melengkapi
Kode Etik Psikologi Indonesia.

Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 22 Oktober 2000
Kongres VIII Himpunan Psikologi Indonesia

Lafal Sumpah Psikologi

Demi Tuhan saya berjanji, bahwa:
Saya akan membaktikan ilmu saya sesuai martabat dan tradisi
luhur profesi saya sebagai psikolog,
Saya akan menjaga martabat dan tradisi luhur profesi saya
sebagai psikolog,
Saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan memperhatikan
perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan masyarakat sesuai
norma dan kaidah yang berlaku,
Saya akan menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai
psikolog,
Saya akan berupaya sungguh-sunggu untuk tidak terpengaruh oleh
pertimbangan yang bersifat keberpihakan berdasarkan alasan
tertentu dalam menjalankan profesi saya, seperti keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, kedudukan sosial ata
kemampuan ekonomi, dalam menunaikan kewajiban terhadap klien,
Saya tidak akan memanfaatkan pengetahuan saya selaku psikolog
untuk sesuatu yang bertentangan dengan etika psikologi,
Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik psikologi
Indonesia,
Saya akan bersikap saling menghormati dengan sejawat saya,
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sunggu dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Saya ikrarkan

Read More......

Kerasukan Jin

Apakah manusia bisa kerasukan jin. Atau dengan kata lain, apakah jin bisa masuk pada tubuh manusia? Ada yang berkeyakinan bahwa peristiwa kerasukan itu tidak ada dalilnya.

Mereka berpendapat, tidak masuk akal dua makhluk yang berbeda tabiatnya bersatu dalam satu tubuh.

Kesurupan hanyalah gejala sakit jiwa. Mereka berpendapat bahwa haram hukumnya mempercayai peristiwa kesurupan sebagai peristiwa masuknya jin pada manusia. Mereka menganggap hal itu sekadar penyakit atau gejala jiwa, sama sekali tidak ada kaitan dengan jin.

Pendapat seperti di atas tidak punya alasan yang bersumber dari Al Quran dan sunah. Sesungguhnya peristiwa kerasukan atau jin masuk pada tubuh manusia ada dalil dari Nabi saw. Kita harus percaya bahwa jin bisa masuk pada tubuh manusia bahkan bisa menyakiti manusia. Kesurupan bukan fenomena sakit jiwa, tetapi merupakan gangguan jin pada manusia. Adapun yang menjadi alasannya adalah keterangan berikut.

Utsman bin Abi al-’Ash r.a. berkata, ketika aku bekerja untuk Rasulullah saw. di Thaif, tiba-tiba aku melihat sesuatu dalam shalatku, sampai-sampai aku tidak tahu sedang shalat apa. Maka setelah kejadian itu aku menemui Rasulullah saw. Rasulullah berkata, ”Ibnu Abi al-’Ash?” Aku menjawab, ”Benar, ya Rasulullah.” Rasul bertanya, ”Apa yang membuatmu datang ke sini?” Aku menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku melihat sesuatu dalam shalatku sampai-sampai aku tidak tahu sedang shalat apa.” Nabi bersabda, ”Itu adalah setan (jin). Mendekatlah padaku!” Maka aku pun mendekat kepada Nabi, lalu aku duduk. Ibnu Abi al-’Ash berkata, ”Lalu Nabi memukul dadaku dengan tangannya dan meniup mulutku sambil berkata, ”Keluarlah musuh Allah!” Nabi melakukannya sebanyak tiga kali. Lalu Nabi berkata, ”Teruskanlah pekerjaanmu.” (H.R. Ibnu Majah 2:273 dan disahihkan Imam al-Bani)

Utsman bin Basyar menerangkan, aku mendengar Utsman bin Abi al-’Ash r.a. berkata, Aku mengadu kepada Rasulullah saw. karena sering lupa ayat-ayat Al Quran yang aku hafal. Lalu Rasulullah saw. memukul dadaku dengan tangannya seraya berkata, ”Wahai setan (jin) keluarlah kamu dari dada Utsman!” Beliau melakukannya tiga kali. Lalu Utsman berkata, ”Setalah itu aku tidak pernah lupa lagi ayat-ayat Al Quran yang aku telah hafal dan aku senang mengingat-ngingatnya.” (H.R. Thabrani, dihasankan oleh al-Bani dalam Silsilah Ash-Shahiihah 6:2918)

Ya’la bin Murrah berkata, seorang perempuan datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata, ”Anakku terkena penyakit gila sejak tujuh tahun lalu, dan sembuh dua kali sehari.” Rasulullah saw. Berkata, ”Dekatkanlah anakmu kepadaku!” Perempuan itu segera mendekatkan anaknya kepada Rasulullah saw. Lalu beliau menyembur dengan ludahnya seraya berkata, ”Keluarlah wahai musuh Allah, Aku adalah Rasulullah!” (H.R. Hakim dan mensahihkannya, dan dihasankan oleh Al-Bani dalam Silsilah Ash-Shahihah 6:2918)

Imam Al-Bani mengomentari hadis-hadis di atas, ”Dalam hadis-hadis tersebut ada dalil yang sangat jelas bahwa jin bisa masuk dalam tubuh manusia, sekalipun dia seorang yang muslim yang saleh.” Jadi, tidak ada alasan untuk menolak adanya fenomena jin masuk pada tubuh manusia.

Bahkan dalam Al Quran disebutkan bahwa orang yang makan riba seperti orang yang kerasukan setan (jin). ”Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila ...” (Q.S. Al Baqarah 2: 275). Imam al-Qurthubi mengatakan, ”Pada ayat ini terdapat penegasan bahwa jin bisa masuk pada tubuh manusia.” (Tafsir Al-Quthubi III:355)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Keberadaan jin terbukti dalam Al Quran dan sunah serta kesepakatan umat terdahulu. Begitu juga tentang masuknya jin dalam tubuh manusia sudah menjadi kesepakatan ulama ahlu sunah wal jamaah. Jin bisa masuk pada tubuh seseorang dan dapat mengatakan apa yang tidak pernah dia pelajari. Terkadang orang yang kerasukan memukul-mukul, hingga jika mengenai seekor unta, maka unta itu bisa mati dan orang yang kesurupan itu tidak merasakannya.”

Itulah alasan-alasan yang diambil dari Al Quran juga sunah Nabi saw. serta komentar para ulama tentang fenomena kesurupan atau masuknya jin pada manusia. Dari analisis itu bisa disimpulkan bahwa kesurupan bukan fenomena sakit jiwa. Tetapi jin itu benar-benar bisa masuk pada tubuh manusia . Wallahu a’lam.

Kesurupan, Tahayul dan Agama

Memperihatinkan sekali dengan munculnya fenomena ini. Aapalagi membaca komentar komentar anak bangsa yang pada pokoknya memang kental sekali dengan nuansa mistik dan tahayul.

Kesurupan itu tidak ada hubungannya dengan setan maupun tuhan. Kesurupan adalah semata-mata fenomena alami yang bisa terjadi pada manusia dan tidak pandang bulu di belahan dunia manapun. Kenyataanya hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga ditempat lain terutama di masyarakat yang tingkat kesulitan dihupnya tinggi. Fenomena kesurupan itu berkaitan dengan masalah stress hidup dan beban hidup masyarakat. Dalam masyarakat yang penuh ketidak pastian, kesulitan ekonomi yang sangat membebani para korban, dan ketidak menentuan masa depan turut andil bagain dalam memperbesar chance untuk terjadi.

Pada kasus anak-anak sekolah, mereka yang terkena rata-rata kehidupan ekonominya susah, mikirin beban pelajaran, ditambah dengan mikirin buku yang tidak terbeli dan SPP yang belum dibayar otomatis membuat sang anak menjadi sangat stress dan berusaha untuk ditahan. Pada puncaknya, jika sang anak tidak mampu untuk menahan ini maka akan meledak dan terjadilah kesurupan.

Kesurupan adalah fenomena biasa dalam dunia psikologi dan fisiologi. Apa yang terjadi pada mereka hanyalah masalah psikis yang disebut trance disorder. Orang yang mengalami hal ini akan bisa spontan teriak-teriak dan bahkan berkata-kata yang tidak biasanya di lakukan. Ini disebut dengan munculnya sifat ganda, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai karakter lebih dari satu. Dalam keadaan tance seseorang akan memcunculkan karakter yang lain yang biasanya tidak ditampakkan karena faktor batasan-batasan budaya, agama, dll.

Setan dan tuhan tidak ada urusannya dengan trance seperti ini. Fungsi agama kalaupun ada hanya sekedar obat penenang, dalam hal ini dengan beragama dalam artian menjalankan ritual ibadah, seseorang dipicu untuk berserah diri. Dengan melakukan penyerahan diri ini maka jiwa seseorang menjadi tenang dan otomatis terhindar dari kemungkinan terserang trance. Jika seseorang bisa mengendalikan diri dengan cara memasrahkan beban dan himpitan hidup dengan apapun caranya maka dia akan menjadi tenang, jadi tidak terpaku pada suatu agama. Dengan demikian baik dengan pendekatan Islam dan Allahnya maupun pendekatan agama lain dengan tuhannya masing-masing, pada akhirnya sama.

Singkatnya, fenomena trance alias kesurupan ini bukanlah hal aneh dan perlu dimistifikasi. Ini adalah fenomena alam biasa, yang disebabkan oleh tekanan jiwa.

Read More......

Generasi "Violence" Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.

Definisi kenakalan remaja menurut para ahli

Kartono, ilmuwan sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang".

Santrock
"Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."

Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?

Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.

Jenis-jenis kenakalan remaja

Penyalahgunaan narkoba
Seks bebas
Tawuran antara pelajar

Penyebab terjadinya kenakalan remaja

Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal:
Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal:
Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
Teman sebaya yang kurang baik
Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:

Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.

Read More......

Fase fase Perkembangan Manusia

Tahap tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang. Untuk tujuan pengorganisasian dan pemahaman, kita umumnya menggambarkan perkembangan dalam pengertian periode atau fase perkembangan.
Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas digunakan meliputi urutan sebagai berikut: Periode pra kelahiran, masa bayi, masa awal anak anak, masa pertengahan dan akhir anak anak, masa remaja, masa awal dewasa, masa pertengahan dewasa dan masa akhir dewasa.
Perkiraan rata rata rentang usia menurut periode berikut ini memberi suatu gagasan umum kapan suatu periode mulai dan berakhir. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai pada setiap periode tahap tahap perkembangan manusia:

Periode prakelahiran (prenatal period) ialah saat dari pembuahan hingga kelahiran. Periode ini merupakan masa pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel tunggal hingga menjadi organisme yang sempurna dengan kemampuan otak dan perilaku, yang dihasilkan kira kira dalam periode 9 bulan.
Masa bayi (infacy) ialah periode perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. Banyak kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial.
Masa awal anak anak (early chidhood) yaitu periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah. Selama masa ini, anak anak kecil belajar semakin mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan kesiapan bersekolah (mengikuti perintah, mengidentifikasi huruf), dan meluangkan waktu berjam jam untuk bermain dengan teman teman sebaya. Jika telah memasuki kelas satu sekolah dasar, maka secara umum mengakhiri masa awal anak anak.
Masa pertengahan dan akhir anak anak (middle and late childhood) ialah periode perkembangan yang merentang dari usia kira kira enam hingga sebelas tahun, yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar, periode ini biasanya disebut dengan tahun tahun sekolah dasar. Keterampilan keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaan. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat.
Masa remaja (adolescence) ialah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Masa awal dewasa (early adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia tugapuluhan tahun. Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.
Masa pertengahan dewasa (middle adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada usia kira kira 35 hingga 45 tahun dan merentang hingga usia enampuluhan tahun. Ini adalah masa untuk memperluas keterlibatan dan tanggung jawab pribadi dan sosial seperti membantu generasi berikutnya menjadi individu yang berkompeten, dewasa dan mencapai serta mempertahankan kepuasan dalam berkarir.
Masa akhir dewasa (late adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada usia enampuluhan atau tujuh puluh tahun dan berakhir pada kematian. Ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menatap kembali kehidupannya, pensiun, dan penyesuaian diri dengan peran peran sosial baru.

Read More......

PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA

A.Pengertian Emosi
W.J.S Poerwadarminta dalam kamusnya mendefinisikan emosi sebagai perasaan batin yang keras (timbul dari hati). Biasanya dikatakan bahwa masa remaja disebut “Sturm and Drang”, artinya suatu masa dimana terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik dan bekerjanya kelenjar-kelenjar yang terjadi pada waktu ini.
B. Hubungan antara Emosi dan Tingkahlaku
Emosi yang ada pada remaja sangat berdampak pada tingkah lakunya. Tingkah laku remaja terkadang mereka gunakan sebagai ekspresi dari emosi. Hal ini dapat dilihat antara lain :
1. Marah

Sikap remaja yang sedang dalam keadaan marah biasanya akan bertingkah laku:
a. Memaki-maki orang yang menyebabkan timbulnya kemarahan dalam dirinya.
b. Membuat subyek tertawaan orang yang menyebabkan timbul kemarahannya dengan jalan mengejeknya.
c. Seringkali membanting pintu
d. Mengunci dirinya dalam kamar dan tidak mau berbicara dengan siapapun juga
e. Ada pula anak remaja yang menimbulkan marahnya.
2.Takut
Pernyataan tingkah laku yang menggambarkan rasa takut antara lain :
a. Menjadi lemas
b. Menjadi pucat
a. C.Gemetar
c. Mengeluarkan banyak keringat dan sebagainya.
Jika merasa takut, anak remaja jarang sekali melarikan diri seperti dalam masa kanak-kanak, karena dia tahu bahwa dalam hal itu akan di sebut penakut, suatu sebutan yang sama sekali tidak diharapkannya. Dia berpendapat bahwa dia lebih baik menghindari hal-hal yang menakutkannya dan mencari alasan-alasan yang kiranya masuk akal, mengapa dia menghindari hal-hal yang menakutkan supaya tidak diketahui orang lain bahwa dia sebenarnya penakut.
3. Malu
Sehubungan dengan rasa malu terdapat rasa gugup-canggung yang seringkali dialami oleh anak remaja.
4. Cemas (Anxiety)
Rasa cemas dinyatakan dengan 2 macam cara, yakni :
a. Membicarakan kecemasan mereka dengan teman-teman sebaya atau guru-guru dengan harapan akan mendapatkan simpati dari mereka ataupun pertolongan
b. Menunjukkan muka yang membayangkan kecemasan ataupun kesedihan serta memperlihatkan muka acuh tak acuh terhadap keadaannya pada waktu itu, sehingga orang lain terpaksa menanyakan apa sebab-sebabnya dia bersikap demikian dan dengan demikian dia mendapatkan kesempatan membicarakan hal-hal yang menimbulkan kecemasannya.
5. Iri Hati (Jea lously)
Jika merasa iri hati, pada umumnya, anak remaja tidak memukul anak yang menyebabkan rasa iri hati tadi, akan tetapi dia menyerang secara verbal. Artinya dia mengeluarkan komentar-komenyar yang mengejek, menghin atau menertawakan orang lain kepada siapa dia iri hati, didepannya atau kadang-kadang juga di belakangnya. Kadang-kadang komentar itu diberikan secara tertutup, sehingga sukar untuk mengetahui bahwa kata-kata itu merupakan ejekan atau hinaan. Adakalanya juga pemudi-pemudi menangis jika merasa iri hati dan pemuda-pemuda memukul teman atau orang-orang yang menimbulkan iri hati itu.
6.Rasa iri hati (Envy)
Bilamana anak remaja mengalami perasaan ini dia antara lain:
a. Menertawakan dan mengecam milik anak atau orang lain yang dia inginkan itu serta mengatakan bahwa dia sama sekali tidak ingin mempunyai benda-benda itu karena jelek
b. Mengeluh kesah mengenai miliknya sendiri yang dianggapnya kurang
c. Bercerita dengan melebih-lebihkan kepada orang tuanya tentang milik anak lain yang dia inginkan itu
d. Mengatakan kepada orang tuanya, bahwa dia lebih baik mencari pekerjaan saja agar supaya dapat membeli benda yang diingini itu.
7. Rasa Kasih-Sayang
Pernyataan-pernyataan dari rasa kasih sayang adalah sebagai berikut:
a. Selalu berusaha untuk berada di dekat orang atau teman yang disayangi
b. Jikalau hal ini tidak dapat terjadi, dia senantiasa berusaha untuk mengadakan hubungan dengan orang atau teman itu dengan jalan menelponnya terus-menerus atau berkirim surat kepadanya
c. Dia selalu berusaha untuk membahagiakan orang atau teman itu dengan jalan, misalnya: memberikan hadiah-hadiah kepadanya, merencanakan cara-cara mencari kesenangan seperti piknik, menonton, dan sebagainya, yang akan dikerjakan bersama orang atau teman itu, membantu pekerjaan sekolahnya
d. Selalu mendengarkan dengan penuh perhatian kata-kata atau cerita-cerita orang atau teman yang disayangi itu
e. Selalu tersenyum simpul bila berada di dekat orang atau teman itu
8. Kegembiraan
Kegembiraan ini dinyatakan dengan tersenyum atau tertawa
9.Rasa ingin tahu
Cara anak remaja menyatakan rasa ingin tahu adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang apa saja kepada siapa saja. Mereka senang membicarakan mengenai segala sesuatu dan memberikan komentar-komentarnya.
10. Kesedihan
Hal ini antara lain dinyatakan dengan menangis atau duduk termenung.

Read More......

Darimana Datangnya Penyakit

Pada dasarnya manusia terdiri dari dua subsistem yaitu psikis (jiwa atau mental) dan fisik (soma atau badan). Kedua subsistem yang menyatu pada manusia ini tidak dapat dipisahkan satu dan yang lainnya. jika salah satu mengalami ganguan maka akan berpengaruh pada bagian yang lain. Dari beberapa penelitian di temukan bahwa diantara pasien yang sakit secara medis menunjukkan adanya gangguan mental seperti stress, depresi, gangguan kepribadian dan lain-lain. Sebaliknya orang-orang yang dirawat karena gangguan mental juga menunjukkan adanya gangguan fisik, karena itu kondisi kejiwaan atau mental seseorang dapat mempengaruhi fungsi tubuhnya. Seperti halnya perubahan emosi seseorang mampu menambah atau mengurangi rasa sakit yang dideritanya.

Secara garis besar artikel yang kami kutip dari majalah HealthTooday edisi Juli 2001 ini membahas apa-apa yang telah di paparkan di atas. Menggali sebab darimana datangnya penyakit dan situasi pencetus (trigger situations), serta hubungan kesehatan fisik dan mental.
Kita seringkali bertanya-tanya mengapa seseorang begitu mudah sakit, sementara yang lainnya tidak. Hal ini menunjukkan bahwa daya tahan tubuh setiap orang tidaklah sama. Pada keadaan jiwa yang kurang stabil pertahanan pada diri akan menurun, tak jarang akan menimbulkan gejala stres, depresi atau gangguan yang lainnya. Pada dasarnya tubuh berusaha untuk melindungi diri terhadap penyakit, tetapi hal itu berlaku sampai pada batas tertentu kemampuan tubuh untuk dapat bertahan dan mengatasinya. Jika tubuh tidak lagi sanggup bertahan dan mengatasinya maka akan timbul gejala gangguan pada salah satu atau beberapa organ tubuh. Kondisi seperti stress atau depresi itulah yang biasanya dapat mencetuskan timbulnya nyeri atau penyakit.
Banyak situasi yang dapat mencetuskan timbulnya gangguan pada kesehatan fisik atau mental. Seperti adanya masalah dalam rumah tangga, masalah di sekolah, masalah keuangan, masalah di kantor, kematian orang yang dicintai dan lain-lain. Hal ini akan membawa dampak psikologis yang mempengaruhi pertahanan kesehatan pada tubuh seseorang. Dampak yang ditimbulkan pada tiap orang berbeda-beda sesuai dengan mekanisme pertahanan tubuh masing-masing. Pada orang-orang tertentu situasi tersebut akan berdampak buruk bagi kesehatan fisiknya. Seperti gejala depresi yang sering terjadi, yaitu adanya perubahan kebiasaan makan, cemas, mudah tegang, sehingga mempengaruhi kondisi fisik yang di tandai dengan adanya gangguan pada lambung, nyeri pada perut bahkan bisa mengakibatkan diare atau malah sukar buang air besar (sembelit). Walau depresi pada umumnya menimbulkan gejala fisik seperti diatas, namun hal itu tidak berlaku pada semua orang. Ada penderita depresi yang tidak menampakkan gejala sama sekali, atau sebaliknya ada juga yang menderita penyakit serius akibat depresi yang di deritanya. Sering kali pemeriksaan medis tidak menemukan adanya kelainan fisik yang mendasari keluhan penderita depresi. Rasa sakit pada kepala yang biasanya di rasakan penderita depresi jika diadakan pemeriksaan medis secara lengkap sedikitpun tidak menunjukkan adanya kelainan pada fisik. Adanya gangguan seperti ini biasa dinamakan Psikosomatik. Salah satu cirinya adalah jika seseorang merasa sakit, tetapi hasil pemeriksaan dokter negatif, artinya tidak ditemukan penyakit.
Fenomena nyeri atau sakit pada gangguan psikosomatik dapat di umpamakan dengan keadaan, misalnya; merasa tegang atau jantung berdebar-debar, sakit perut ketika mau menghadapi tes untuk melamar pekerjaan, atau saat ujian. Meski sudah berusaha untuk dapat bersikap tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa, tetapi alam bawah sadar kita tidak dapat berbohong sehingga timbul reaksi seperti diatas. Reaksi yang di timbulkan masih dalam batas normal dan pada umumnya kita dapat mengatasinya. Tetapi jika gangguan fisik tersebut semakin tak terkendali sehingga mengganggu aktivitas yang lain, maka sebaiknya harus cepat ditangani. Salah satunya berobat ke dokter agar segera mendapatkan penanganan yang tepat atau perlu penanganan seorang ahli (psikiater atau psikolog).
Terapi yang dapat dilakukan terhadap penderita psikosomatik ini sangat bermacam-macam, tergantung dari beratnya gejala yang dialami. Pada umumnya penderita diberi obat-obat tertentu dan menjalani terapi psikoanalisis dan tertapi tingkah laku. Psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis pada umumnya berlangsung lama karena berusaha merekonstruksi kepribadian atau pola pikirnya setelah dibongkat isi ketidaksadarannya. Terapi perilaku (psikososial, gaya hidup) bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja maupun di lingkungan sosial. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya dilakukan perubahan-perubahan kebiasaan (gaya hidup) yang tidak sehat, misalnya dengan upaya meningkatkan kekebalan tubuh terhadap stres.
Manusia tidak serlamanya ada dalam kondisi yang sehat. Pada keadaan tertentu pasti akan mengalami sakit. Gangguan fisiologis dapat dengan mudah dikenal seperti penyakit jantung, tumor dan lain-lain. Selain terdapat gangguan yang bersifat fisiologis, juga terdapat gangguan mental. Gangguan mental ini pada dasarnya juga dapat dikenali dengan memahami gejala-gejalanya. Orang yang menderita depresi, gangguan kecemasan dan lain-lain dapat diketahui dengan memahami gejala yang ada. Namun demikian, mengetahui adanya gangguan mental lebih sulit dibandingkan dengan mengenali gangguan fisiologis karena persepsi setiap individu terhadap adanya gangguan mental sangat berbeda.
Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan secara fisik lebih mendalam daripada pengetahuan kesehatan mental. Namun demikian, berdasarkan gejala-gejala yang di jumpai yaitu adanya ketidak wajaran dalam fungsi mental akhirnya orang memahami bahwa terdapat sakit dan sehat pada mental selain sehat dan sakit secara fisik.
Fisik dan psikis adalah kesatuan dalam eksistensi manusia. Keduanya saling berkaitan satu dan yang lainnya. keadaan fisik seseorang mempengaruhi psikisnya, sebaliknya keadaan psikis mempengaruhi keadaan fisik. Hubungan antara kesehatan fisik dengan psikis dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hall dan koleganya (1980). Dalam penelitia itu di temukan bahwa diantara pasien yang sakit secara medis menunjukkan adanya gangguan mental seperti depresi, gangguan kepribadian, sindroma otak organic dan lain-lain. Sebaliknya orang-orang yang dirawat karena gangguan mental juga menunjukkan adanya gangguan fisik.
Moeljono Notosoedirdjo dan Latipun dalam bukunya "Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan" mengatakan; Goldberg (1984) mengungkapkan terdapat tiga kemungkinan hubungan antara sakit secara fisik dan mental:
Pertama: Orang mengalami sakit mental disebabkan oleh sakit fisiknya. Karena kondisi fisiknya tidak sehat, dia tertekan sehungga menimbulkan akibat sekunder berupa gangguan secara mental.
Kedua: Sakit fisik yang diderita itu sebenarnya gejala dari adanya gangguan mental.
Ketiga: Antara gangguan mental dan sakit secara fisik adanya saling menopang, artinya bahwa orang menderita secara fisik menimbulkan gangguan secara mental, dan gangguan mental itu turut memperparah sakitnya.
Jelaslah bahwa kesehatan fisik dan kesehatan mental saling berhubungan , artinya jika satu terganggu akan membawa pengaruh kepada bagian yang lainnya. hubungan antara keduanya sangat kompleks meskipun tidak dapat dinyatakan bahwa satu aspek menentukan yang lainnya (Cutting, 1980).
Untuk menemukan keseimbangan antara jiwa dan raga atau ingin sehat lahir dan batin maka seseorang itu harus memiliki empat pilar kesehatan. Dalam bukunya "Alqur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa" Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater memaparkan antara lain:
a) Sehat secara jasmani / fisik (biologic)
b) Sehat secara kejiwaan (psikiatrik / psikologik)
c) Sehat secara sosial
d) Sehat secara spiritual (kerohanian / agama)
Adapun criteria jiwa yang sehat :
a) Dapat menyesuaikan diri secara konstruksif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya.
b) Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
c) Merasa lebih puas memberi daripada menerima.
d) Secara relative bebas dari rasa tegang (stres), cemas dan depresi.
e) Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan.
f) Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran di kemudian hari.
g) Menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
h) Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Read More......

Thursday, June 10, 2010

BAHASA WAJAH (Makna Bentuk Wajah Anda)

BENTUK WAJAH SERINGKALI MENGIDENTIKKAN DENGAN KEPRIBADIAN SESEORANG, MESKIPUN HAL TERSEBUT DAPAT DIRUBAH SESUAI DENGAN USAHA.
Berikut karakter dan sifat yang dapat diungkap dari wajah anda;

1. ALIS
- Dapat menunjukkan pola pikir anda.
- Bila anda memiliki alis dengan pangkal tebal lalu menepis di ujung menunjukkan anda sangat berbakat dalam memulai proyek-proyek baru.

- Alis yang dimulai dengan pangkal tipis dan berakhir dengan ujung lebih tebal menunjukkan orang yang berbakat mengikuti detail.
- Jika alis anda tebal berarti menunjukkan kekuatan intelektual
- Bila anda memiliki alis tipis tipis menunjukkan intensitas mental.
- Bentuk alis yang lurus menunjukkan bahwa anda adalah orang yang baik, estetis tapi jika jaraknya terlalu dekat ke mata.
- Bila alis anda terlalu tebal berarti anda adalah orang yang mudah marah dan tidak sabar.
- Alis yang agak menunjuk ke telinga memberi arti bahwa anda adalah orang yang senang sikap ramah.

2. TELINGA
- Menunjukkan bagaimana anda merancang realita dan bagaimana anda bereaksi secara tidak sadar terhadap hal-hal di sekitar anda.
- Bila telinga anda panjang maka menunjukkan bahwa anda memiliki kemampuan mendengarkan yang luar biasa.
- Jika telinga anda ukurannya sedang maka menunjukkan keluwesan dalam mendengarkan.
- Tetapi jika telinga anda pendek maka menunjukkan kecenderungan bukan hanya mengumpulkan informasi tapi juga memperhatikannya secara serius.
- Bentuk telinga anda yang menyudut ke dalam biasanya berarti anda mudah menyesuaikan diri.
- Sedangkan telinga yang menyudut ke luar menunjukkan bahwa anda ragu mengikuti aturan masyarakat.
- Untuk telinga anda yang letaknya lebih tinggi dibandingkan alis maka menunjukkan bahwa anda orang yang ingin berprestasi tinggi.

3. HIDUNG
- Menunjukkan bagaimana anda mengelola uang dan apa yang membuat anda beda sebagai pekerja.
- Hidung pendek menunjukkan bakat kerja keras.
- Hidung panjang menunjukkan ketrampilan perencanaan dan strategi yang istimewa.
- Hidung lurus menunjukkan sistematis.
- Hidung melengkung mengungkapkan kreativitas.
- Hidung berjendul menunjukkan pekerjaan anda maju mundur.
- Hidung besar menunjukkan kemampuan mencari uang.
- Jika lubang hidung lebih tertutup daripada terbuka, orang ini berkemungkinan lebih besar mempertahankan kekayaannya.
4. MULUT
- Untuk ekspresi diri .
- Bentuk bibir penuh, pintar membuat percakapan jadi terbuka lebar dan bisa mengungkapkan sesuatu yang memalukan.
- Bibir yang tipis menunjukkan bahwa anda lebih pintar dalam menyimpan rahasia pribadi.
- Bibir yang pendek dapat menunjukkan bahwa anda lebih menyukai percakapan satu arah.
- Anda memiliki bibir yang panjang maka menunjukkan bahwa kemampuan bicara dengan banyak orang.
- Bila anda memiliki bibir penuh dan cuping telinga besar dapat menunjukkan bahwa anda adalah orang yang sangat sensual.
- Bibir atas yang tipis menunjukkan orang yang kurang afeksi sedangkan bibir bawah lebih penuh menunjukkan menerima tantangan.

5. DAGU DAN RAHANG
-Secara bersama-sama atau terpisah bisa mengungkapkan etika, kemampuan membuat keputusan serta cara mengatasi konflik. Rahang yang lebar dapat menunjukkan bahwa anda cenderung lebih fisik daripada mental. Begitu juga sebaliknya jika rahang anda sempit. Sedangkan dahi tinggi menunjukkan pemikir sedangkan dahi bulat menunjukkan idealistis.
Hati-hati, ada baiknya anda berhati-hati dengan orang yang memiliki bibir atas yang menonjol keluar ke atas bibir bawah terutama jika bibir atasnya tipis. Karena orang seperti ini kemungkinan mempunyai sifat mencari mangsa.
Anda juga harus waspada dengan orang yang memiliki wajah berhidup luar biasa lancip dan menurun, bibir hampir tidak terlihat, mata kecil dan tulang pipi tinggi dengan sedikit daging. Karena orang yang memiliki bentuk wajah ini memiliki sifat yang kejam.

Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com