Monday, July 12, 2010

Kekerasan terhadap Anak sebagai Masalah Sosial

Dalam kajian sosiologi, mendefinisikan masalah sosial merupakan bagian yang tersulit karena masalah sosial merupakan fenomena multidimensional. Dengan demikian ketika mencoba untuk mendefinisikan masalah sosial berbagai hambatan dihadapi. Subyektifitas dalam menentukan standard ukuran yang digunakan dalam menetapkan sebagai masalah sosial, distribusi penguasaan power yang tidak merata dalam masyarakat, darimana masalah

mulai dirumuskan dari pendapat umum atau individu, dan luasnya cakupan ruang lingkup, dan banyaknya dimensi dan aspek yang terkait dengan gejala merupakan kendala-kendala yang harus dipecahkan terlebih dahulu ketika masalah tersebut akan ditetapkan sebagai masalah sosial. Menurut Parrilo (1987) terdapat 4 komponen yang perlu diperhatikan dalam mendefinisikan masalah sosial yaitu: bertahan untuk suatu periode tertentu, dirasakan dapat merugikan fisik, mental individu atau masyarakat, merupakan pelangaran terhadap nilai-nilai atau standard sosial, dan menimbulkan kebutuhan untuk pemecahan.
Sedangkan Weinberg (1981) mengatakan bahwa masalah sosial adalah situasi yang dinyatakan sebagai yang bertentangan dengan nilai-nilai oleh sejumlah orang yang cukup signifikan dimana mereka sepakat dibutuhkan tindakan untuk merubah situasi tersebut. Orang yang dianggap signifikan adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh kuat dalam masyarakat, misalnya ulama, pejabat pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat. Mengikuti batasan-batasan yang diberikan oleh para ahli tersebut maka kekerasan terhadap anak merupakan gejala sosial yang sudah dapat dikategorikan sebagai masalah sosial.
Kekerasan terhadap anak merupakan fenomena yang sudah sejak lama ada yang dikhawatirkan akan dapat merusak mental individu. Menurut Riana Ketua KPAI, bullying (tindak kekerasan) nyaris sudah terjadi di banyak sekolah selama bertahun-tahun. Kasus bunuh diri yang dialami beberapa siswa sekolah sebagian diakibatkan adanya bullying yang dialami anak. Fakta ini jelas memperihatinkan karena dampaknya sangat luar biasa terutama bagi korban (http://www.suaramerdeka.com). Disamping itu perilaku kekerasan terhadap anak merupakan perilaku yang melanggar standar nilai-nilai umum yang berlaku di masyarakat yaitu undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang no 23 tahun 2004 tentang PKDRT, Undang-Undang no 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Konvensi tentang Hak-Hak Anak sehingga memerlukan pemecahan. Para pakar pendidikan, tokoh masyarakat, dan pemerintah telah menyatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap anak merupakan penyakit masyarakat yang harus diberantas karena akan dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Hasil penelitian Adi dkk (2006) menunjukkan bahwa perlakuan kekerasan yang diterima anak dapat memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak. Anak yang mengalami kekerasan akan mendapat gangguan psikologis seperti anak merasa takut dan cemas, menjadi kurang percaya diri, rendah diri maupun merasa tidak berarti dalam lingkungannya sehingga tidak termotivasi untuk mewujudkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Meskipun kekerasan terhadap anak dapat dikategorikan sebagai masalah sosial akan tetapi dalam menelaah masalah sosial, perlu dilakukan secara hati-hati, perlu memperhatikan empat asumsi yang harus dijadikan sebagai dasar dalam mendefinisikan masalah sosial. Keempat asumsi tersebut adalah: a) Masalah sosial dalam kadar yang berbeda-beda merupakan hasil efek tidak langsung dan tidak diharapkan dari pola tingkah laku yang ada; b). Struktur sosial budaya dapat menyebabkan masyarakat menyesuaikan diri atau menyimpang. c). Perbedaan strata akan menyebabkan pengalaman dan pemahaman yang berbeda terhadap masalah sosial. c). Perbedaan strata juga mempunyai aspirasi yang berbeda sehingga akan menyulitkan pemecahan masalah (Julian dalam Soetomo, 1995:9).
Berdasarkan asumsi tersebut maka mendefiniskan dan mencari penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak harus memperhatikan perbedaan strata yang ada di masyarakat. Adanya perbedaan strata yang ada tersebut menyebabkan perbedaan dalam pengalaman dan pemahaman sehingga menghasilkan perbedaan aspirasi, persepsi yang berbeda terhadap kekerasan anak. Disamping itu perlu disadari bahwa kekerasan terhadap anak tidak hanya disebabkan oleh pengaruh dari budaya luar akan tetapi juga merupakan hasil efek tidak langsung dan tidak diharapkan dari pola tingkah laku masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mencari penyebab maraknya kekerasan anak tidak hanya terfokus pada faktor eksternal tetapi juga faktor internal masyarakat itu sendiri.

0 komentar :

Template by : kendhin x-template.blogspot.com