Friday, June 11, 2010

Pengambilan Keputusan

2.1.1. Definisi Pengambilan Keputusan
Menurut Siagian (dalam Hasan, 2002:10) pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Atmosudirjo (1982: 97) mengatakan, pengambilan keputusan selalu bersifat memilih diantara berbagai alternatif untuk menyelesaikan masalah.
Sedangkan menurut James pengambilan keputusan (dalam Hasan, 2002:10) adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

Baron (1986: 69) mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses terjadinya identifikasi masalah, menetapkan tujuan pemecahan, pembuatan keputusan awal, pengembangan dan penilaian alternatif-alternatif, serta pemilihan salah satu alternatif yang kemudian dilaksanakan dan ditidaklanjuti.
Moorhead dan Griffin (1995: 82) menyatakan pengambilan keputusan sebagai kegiatan pemilihan diantara berbagai alternatif yang tersedia. Ahli lain, yaitu Gibson, dkk, (1997: 103) menjelaskan pengambilan keputusan sebagai proses pemikiran dan pertimbangan yang mendalam yang dihasilkan dalam sebuah keputusan. Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan, kecakapan dan motivasi. Dunnette dan Hough (1998: 25) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai pemilihan tindakan dari sejumlah alternatif yang ada. Senada dengan itu Wood dkk, (1998: 57) mendefinisikan pengambilan keputusan adalah “process of identifying a problem or opportunity and chooshing among alternative courses of action.”
De Janasz dkk (2002: 19) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses dimana beberapa kemungkinan dapat dipertimbangkan dan diprioritaskan, yang hasilnya dipilih berdasarkan pilihan yang jelas dari salah satu alternatif kemungkinan yang ada. Duncan (Putti dkk, 1998: 34) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai suatu respon yang sesuai dari seseorang yang berinteligensi pada suatu situasi yang membutuhkan tindakan yang tepat. Sedangkan menurut ahli lain (Putti dkk, 1998: 34) pengambilan keputusan adalah suatu tindakan memilih salah satu alternatif yang ada atas pertolongan para manajer yang menentukan suatu tindakan pada situasi yang telah ditentukan.
Stoner (1990: 52) berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan suatu arah tindakan untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat maka Berman & Cutler (1996: 61) dalam penelitian mereka menjelaskan bahwa para pengambil keputusan yang dengan tujuan untuk menghasilkan suatu keputusan yang akurat harus berhati-hati dengan informasi yang tidak konsisten dari karyawan, sehingga para pengambil keputusan itu dapat mengenali dan mendapatkan suatu keputusan yang tepat sebagai hasil pemilihan dari beberapa alternatif pilihan yang tersedia.
Dari pengertian-pengertian pengambilan keputusan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan satu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti sebagai suatu cara pemecahan masalah.

2.1.2. Dasar-dasar pengambilan keputusan
Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacam-macam tergantung permasalahannya. Oleh Terry (dalam Hasan, 2002:12), dasar-dasar pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut:
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan.
Kebaikannya antara lain sebagai berikut:
 Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek.
 Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya.
 Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
 Keputusan yang hasilkan relatif kurang baik.
 Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan keabsahannya.
 Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan.
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuaan praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung ruginya, baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan yang berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannnya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih randah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan antara lain sebagai berikut:
 Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah terpaksa.
 Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.
 Memiliki otentisitas (otentik).
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
 Dapat menimbulkan sifat rutinitas.
 Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial.
 Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan.
5. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang diambil bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tetentu,sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan yang rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut:
a. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
b. Orientasi masalah: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
c. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya
d. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
e. Hasil maksimal: pemilihan alteratif didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.
Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.


2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan pengambilan keputusan. Secara garis besar, ada dua faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar diri individu. Menurut Noorderhaven (1995: 46), faktor-faktor dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah kematangan emosi, kepribadian, intuisi, umur. Sedangkan Cervone dkk (1991: 17) dalam penelitiannya menemukan bahwa suasana hati yang positif dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Janis & Mann yang dikutip oleh Forgas (1991: 39) dalam penelitiannya membuktikan bahwa motivasi memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan.
Menurut Millet (dalam Hasan, 2002: 16), faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Pria dan wanita
Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil keputusan dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-ragu.
2. Peranan pengambil keputusan
Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan, mencakup kemampuan mengumpulkan informasi, kemampuan menganalisis dan menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan perkembangan-perkembangan hari depan yang lebih baik.

3. Keterbatasan kemampuan
Perlu didasari adanya kemampuan yang terbatas dalam pengambilan keputusan yang dapat bersifat institusional ataupun bersifast pribadi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Baradell & Klein (1993: 63) menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa hidup yang tidak menyenangkan berhubungan dengan rendahnya kualitas pengambilan keputusan. Selanjutnya dikatakan oleh Bandura & Jourden (1991: 24) pengambilan keputusan dapat dipermudah atau dihambat oleh adanya efikasi diri. Hal yang hampir senada dikemukakan oleh Blascovich dkk (1993: 42) yang mengatakan bahwa sikap individu terhadap objek atau masalah dapat mempermudah atau menghambat proses pengambilan keputusan.
Miner (1992: 51) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi cara seseorang dalam mengambil keputusan adalah kreativitas. Keputusan-keputusan yang kreatif akan membantu dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan produktivitas organisasi dan berperan dalam penelitian produk baru. Berdasarkan pandangan ini, kreativitas didefinisikan sebagai pencapaian prestasi yang diakui secara sosial dalam hal produk-produk baru seperti penemuan-penemuan teori, publikasi, keperluan medis, dan lain sebagainya. Keputusan kreatif ini asli, berbeda dengan orang lain tetapi bukan keputusan yang eksentrik dan mampu memberikan kontribusi sosial.
Sebuah keputusan yang kreatif juga memerlukan inteligensi, dan untuk menjadi kreatif seseorang harus belajar dan mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada bidang tertentu. Inteligensi ini merujuk pada kemampuan analisis logis dan pemecahan masalah yang dapat membantu menghasilkan keputusan yang berkualitas (Kolb dkk, 1984: 58). Meskipun demikian, tingkat inteligensi yang tinggi dan pengetahuan yang cukup kadang-kadang belum menjamin tercapainya prestasi yang kreatif karena masih ada faktor lain yang mungkin berpengaruh pada terbentuknya keputusan kreatif.
Mondi dkk (1990: 47) mengemukakan faktor dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu kemampuan personal sebagai pengambil keputusan. Kemampuan dan sikap manajer sebagai pengambil keputusan dianggap sebagai faktor terpenting untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Seberapapun besarnya kemampuan seorang manajer dalam membuat keputusan dan bertanggung jawab, ia memerlukan kemampuan agar menghasilkan keputusan yang tepat. Kemampuan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman, tingkat pemahaman dan kualitas manajemen diri individu. Selain faktor dari dalam diri individu, Mondi dkk (1990: 47) juga mengemukakan beberapa faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi seorang manajer atau pimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu:
a) Jenis Keputusan Rutin dan Tidak Rutin
Keputusan rutin yang dibuat diatur berdasarkan kebijakan, prosedur, dan aturan organisasi juga berdasarkan pilihan manajer. Keputusan ini tidak serumit keputusan non-rutin, sehingga manajer dapat lebih leluasa dalam melakukan tugasnya, misalnya memilih orang yang akan bertugas pada unit kerja tertentu. Keputusan non-rutin membutuhkan kecermatan yang lebih tinggi dan lebih menentukan berhasil tidaknya suatu pekerjaan seorang manajer, misalnya dalam melakukan ekspansi pasar, membangun lahan produksi baru dan sebagainya. Keputusan non-rutin lebih banyak dibebankan pada manajer tingkat menengah ke atas. Miner (1992: 51) mengadaptasi pendapat Simon yang mengatakan bahwa dalam tipe keputusan rutin, teknik yang dapat digunakan mendasarkan pada kebiasaan, SOP (Standard Operating Procedure), struktur organisasi atau dengan riset operasi dan proses data elektronik. Tipe keputusan non-rutin dapat diselesaikan dengan menggunakan pertimbangan, intuisi, kreativitas, seleksi dan pelatihan serta model pemecahan masalah.
b) Waktu yang Tersedia
Waktu dalam membuat sebuah keputusan merupakan faktor yang penting. Manajer biasanya menggunakan waktu yang sesingkat mungkin untuk membuat keputusan, bahkan kadang-kadang keputusan harus diambil di bawah situasi yang sangat kritis dan menekan.
c) Besarnya Resiko yang Harus Ditanggung
Besarnya resiko merupakan hal yang selalu dipertimbangkan secara sadar atau tidak. Resiko pengambilan keputusan dapat saja mempengaruhi organisasi, tetapi dapat juga tidak mempengaruhi organisasi. Namun pengambilan keputusan yang beresiko tinggi, memerlukan upaya dan waktu yang lebih banyak agar keputusan yang diambil benar-benar sesuai.
d) Tingkat Penerimaan dan Dukungan oleh Rekan dan Atasan
Penerimaan dan dukungan yang ada tergantung dari banyak hal yang sifatnya lebih personal, misalnya apakah manajer yang mengambil keputusan itu usianya jauh lebih muda, apakah ia tidak dianggap outsider oleh kelompok lain atau apakah ada diskriminasi gender. Hal semacam ini biasanya diselesaikan melalui perbaikan komunikasi, sehingga manajer memperoleh rasa hormat dan disegani oleh rekan maupun atasannya.
Menurut Noorderhaven (1995: 49), faktor-faktor dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah pendidikan formal dan pengalaman karir.
Arroba (1998 dalam Kuntadi, 2004: 14) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan yang akan dilakukannya, antara lain :
1. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi.
Informasi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi merupakan hal yang cukup penting bagi pengambil keputusan sebagai bahan evaluasi. Sumber-sumber informasi dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu (Jiunkpe, Waralaba asing, 2006, para.4):
a. Informasi pribadi, merupakan informasi yang berasal dari dalam diri, seperti pengalaman dan pengetahuan pribadi, keluarga sendiri.
b. Informasi umum, merupakan informasi yang berasal dari luar diri, seperti media massa, orang lain, lingkungan, tetangga dll.
2. Tingkat pendidikan
Menurut Muhibbin (2002: 11) pendidikan adalah tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebaginya. Tingkat pendidikan individu merupakan salah satu aspek yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, para.2: 11):
a. Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD).
b. Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan menengah (SLTP dan SLTA).
c. Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi(S1 keatas).
3. Personality
Kepribadian individu merupakan faktor yang memiliki peran terhadap proses pengambilan keputusan. Kepribadian manusia terdiri dari beberapa tipe, yaitu (Judiari, 2002: 4):
a. Motif atau need, contoh: agresif, berprestasi, afiliatif dll.
b. Kemampuan atau kecakapan, contoh: intelegen, musical, terampil dll.
c. Temperamen atau emosi, contoh: energik, pencemas dll.
d. Style personal, contoh: hati-hati, petualang, ceroboh dll.
e. Nilai atau keyakinan, contoh: religius, bebas dll.
4. Coping , dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan permasalahan (proses adaptasi). Strategi coping adalah suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Fachri, Strategi Coping, 2008. para.1).
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Fachri, Strategi Coping, 2008. para.1):
a. Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres;
b. Emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
5. Culture
Menurut Soekanto (1990: 173 dalam Jiunkpe, Waralaba asing, 2006, para. 8), budaya adalah karya, rasa dan cipta masyarakat. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor dalam Author’s Guide, Faktor-Faktor Budaya, 2006, Para. 5).
Menurut Soekanto (1990: 176 dalam Jiunkpe, Waralaba asing, para. 9), budaya memiliki tujuh komponen, yaitu:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia, seperti pakaian, rumah dll.
b. Mata pencarian hidup, seperti pertanian, peternakan dll.
c. Sistem kemasyarakatan, seperti kekerabatan, perkawinan dll.
d. Bahasa, seperti bahasa lisan dan tulisan.
e. Kesenian, seperti seni rupa, seni suara dll.
f. Sistem pengetahuan, seperti membaca, diskusi dll.
g. Religi, seperti sistem kepercayaan.

2.1.4. Tahap-tahap dalam pengambilan keputusan
Memilih dan mengambil keputusan merupakan dua tindakan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam sepanjang hidupnya manusia selalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan atau alternatif dan pengambilan keputusan (Simatupang, 1986 dalam Kuntadi, 2004: 13). Hal ini sejalan dengan teori real life choice, yang menyatakan dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan atau membuat pilihan-pilihan di antara sejumlah alternatif. Pilihan-pilihan tersebut biasanya berkaitan dengan alternatif dalam penyelesaian masalah (Gladwin, 1980 dalam Kuntadi, 2004: 13).
Menurut Matlin (1998 dalam Kuntadi, 2004: 13), tahapan individu dalam pengambilan keputusan melewati beberapa tahapan, antara lain:
1. Situasi atau kondisi, dalam hal ini seseorang harus mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memilih dan memprediksi sesuatu (Matlin, 1998 dalam Kuntadi, 2004: 14). Pilihan atau alternatif yang dihadapi oleh setiap orang seringkali berlainan, demikian pula dalam hal akibat, risiko maupun keuntungan dari pilihan yang diambilnya. Hal seperti ini jelas sekali pada gilirannya akan membuat situasi pengambilan keputusan antara individu yang satu dengan individu yang lain akan berbeda. Matlin (1998 dalam Kuntadi, 2004: 14), pada penjelasan berikutnya, juga menyatakan bahwa situasi pengambilan keputusan yang dihadapi seseorang akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengambilan keputusan.
2. Tindakan, dalam hal ini individu mempertimbangkan, menganalisa, melakukan prediksi, dan menjatuhkan pilihan terhadap alternatif yang ada. Dalam tahap ini reaksi individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Ada beberapa individu dapat segera menentukan sikap terhadap pertimbangan yang telah dilakukan, namun ada individu lain yang nampak mengalami kesulitan untuk menentukan sikap mereka. Tahap ini dapat disebut sebagai tahap penentuan keberhasilan dari suatu proses pengambilan keputusan (Matlin, 1998 dalam Kuntadi, 2004: 14).
Berdasarkan penjelasan singkat di atas diketahui bahwa proses pengambilan keputusan itu diawali ketika seseorang berada dalam situasi pengambilan keputusan. Hal yang lain adalah bahwa situasi pengambilan keputusan antar individu bisa berlainan, karena pilihan atau alternatif yang dihadapi individu juga berlainan dan hal ini akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Penanganan yang tepat terhadap situasi pengambilan keputusan juga akan menentukan keberhasilan suatu proses pengambilan keputusan. Situasi pengambilan keputusan terjadi atau muncul dalam diri seseorang ketika ia diperhadapkan dengan permasalahan dan beberapa alternatif atau pilihan sebagai jawaban dari permasalahannya. Selanjutnya, dari beberapa alternatif jawaban tersebut, ia mulai mempertimbangkan, berpikir, menaksir, memprediksi dan menentukan pilihan. Tahap menentukan pilihan terhadap alternatif yang ada merupakan tahap penting dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Charles O. Jones, sedikitnya ada 4 (empat) golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat, yakni : golongan rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis, dan golongan reformis. Sungguhpun demikian, patut hendaknya diingat bahwa pada kesempatan tertentu dan untuk suatu jenis isu tertentu kemungkinan hanya satu atau dua golongan aktor tertentu yang berpengaruh dan aktif terlibat. Peran yang dimainkan oleh keempat golongan aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan, nilai-nilai dan tujuan yang mereka kejar serta gaya kerja mereka berbeda satu sama lain. Uraian berikut akan menguraikan bagaimana perilaku masing-masing golongan aktor tersebut dalam proses kebijaksanaan.
a. Golongan Rasionalis.
Ciri-ciri utama dari kebanyakan golongan aktor rasionalis ialah bahwa dalam melakukan pilihan altematif kebijaksanaan mereka selalu menempuh metode dan langkah-langkah berikut :
1) Mengidentifikasikan masalah;
2) Merumuskan tujuan dan menysunnya dalam jenjang tertentu;
3) Mengidentifikasikan semua altematif kebijaksanaan;
4) Meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari tiap altematif;
5) Membandingkan akibat-akibat tersebut dengan selalu mengacu pada tujuan;
6) Memilih alternatif terbaik.
Berdasarkan pada ciri-ciri tersebut, maka perilaku golongan aktor rasionalis ini identik dengan peran yang dimainkan oleh para perencana dan analis kebijaksanaan yang profesional yang amat terlatih dalam menggunakan metode-metode rasional apabila menghadapi masalah-masalah publik.
b. Golongan Teknisi.
Seorang teknisi pada dasamya tidak lebih dari rasionalis, sebab ia adalah seorang yang karena bidang keahliannya atau spesialisasinya dilibatkan dalam beberapa tahapan proses kebijaksanaan. Golongan teknisi dalam melaksanakan fugasnya boleh jadi memiliki kebebasan, namun kebebasan ini sebatas pada lingkup pekerjaan dan keahliannya. Biasanya mereka bekerja di proyet-proyek yang membutuhkan keahliannya, namun apa yang harus mereka kerjakan biasanya ditetapkan oleh pihak lain. Peran yang mereka mainkan dalam hubungan ini ialah sebagai seorang spesialis atau ahli yang dibutuhkan tenaganya untuk menangani tugas-tugas tertentu.
c. Golongan inkrementalis.
Golongan aktor inkrementalis ini dapat kita identikkan dengan para politisi. para politisi, sebagaimana kita ketahui, cenderung memiliki sikap kritis namun acapkali tidak sabaran terhadap gaya kerja para perencana dan teknisi, walaupun mereka sebenarnya amat tergantung pada apa yang dikerjakan oleh para perencana dan para teknisi. Golongan inkrementalis pada umumnya meragukan bahwa sifat yang komprehensif dan serba rasional itu merupakan sesuatu yang mungkin dalam dunia yang amat penuh dengan ketidaksempurnaan ini.
d. Golongan Reformis (Pembaharu).
Seperti halnya golongan inkrementalis, golongan aktor reformis pada dasamya juga mengakui akan terbatasnya informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijaksanaan, sekalipun berbeda dalam cara menarik kesimpulan. Golongan inkrementalis berpendirian bahwa keterbatasan informasi dan pengetahuan itulah yang mendikte gerak dan langkah dalam proses pembuatan kebijaksanaan. Dalam kaitan ini Braybrooke dan Lindblom mengatakan, bahwa hanyalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sebelumnya telah dikenal, dan yang akibat-akibatnya menimbulkan perubahan kecil pada apa yang sudah ada yang akan dipertimbangkan pendekatan seperti ini bagi golongan reformis (yang notabene menghendaki perubahan sosial), dianggap terlampau konservatif.
Menurut Simon (dalam Hasan, 2002; 24) proses pengambilan keputusan terdiri atas tiga fase keputusan, yaitu sebagai berikut.
1. Fase intelegensia
Merupakan fase penelusuran informasi untuk keadaan yang memungkinkan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan pengamatan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Data dan informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk mencari bukti-bukti yang dapat diidentifikasi, baik yang pemasalahan pokok peluang untuk memecahkannnya.
2. Fase desain
Merupakan fase pencarian/penemuan, pengembangan serta analisa kemungkinan suatu tindakan. Jadi merupakan kegiatan perancangan dalam pengambilan keputusan, fase ini terdiri atas sebagai berikut.
- Identifikasi masalah
Merupakan perbedaan antara situasi yang terjadi dengan situasi yang ingin dicapai.
- Formulasi masalah
Merupakan langkah di mana masalah dipertajam sehingga kegiatan desain dan pengembangan sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya. Cara yang dilakukan dalam formulasi permasalahan adalah sebagai berikut.
• Menentukan batasan-batasan pemasalahan.
• Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan permasalahan dapat dipecahkan.
• Merinci masalah pokok kedalam sub-sub masalah.
3. Fase pemilihan
Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari alternatif-alternatif tersebut. Alternatif yang dipilih kemudian diputuskan dan dilaksanakan. Jadi merupakan kegiatan memilih tindakan atau alternatif tertentu dari bermacam-macam kemungkinan yang akan ditempuh.
Menurut Terry (dalam Author’s Guide, Pengambilan Keputusan dalam Manajemen, 2008, para. 35), proses pengambilan keputusan meliputi:
a. Merumuskan problem yang dihadapi
b. Menganalisa problem tersebut
c. Menetapkan sejumlah alternatif
d. Mengevaluasi alternatif
e. Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan
Menurut Drucher (dalam Author’s Guide, Pengambilan Keputusan dalam Manajemen, 2008, para. 35) proses pengambilan keputusan meliputi:
a. Menetapkan masalah
b. Manganalisa masalah
c. Mengembangkan alternatif
d. Mengambil keputusan yang tepat
e. Mengambil keputusan menjadi tindakan efektif

2.1.5. Aspek-aspek dalam pengambilan keputusan
Irving & Mann ,1979 (dalam Hasan, 2002: 20-21) membagi pengambilan keputusan di dalam 3 hal, yaitu pertama kemampuan menghadapi tantangan yaitu kemampuan untuk menghadapi suatu yang mengganggu atau menarik perhatian untuk mencapai situasi yang ingin dicapai, kedua adalah kemampuan mempertimbangkan beberapa alternatif dan yang terakhir adalah kemampuan menerima resiko dan melaksanakan keputusan yang diambil.
Siagian (1991 dalam Kuntadi, 2004: 15) menyatakan bahwa ada aspek-aspek tertentu bersifat internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Adapun aspek internal tersebut antara lain :
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Biasanya semakin luas pengetahuan seseorang semakin mempermudah pengambilan keputusan.
b. Aspek kepribadian
Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar peranannya bagi pengambilan keputusan.

Aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain :
a. Kultur
Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan.
b. Orang lain
Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individu melihat contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat ) dalam melakukan pengambilan keputusan. Sedikit banyak perilaku orang lain dalam mengambil keputusan pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam mengambil keputusan.

2.1.6. Konsekuensi dalam pengambilan keputusan
Konsekuensi merupakan hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil oleh pembuat keputusan. Konsekuensi dari sebuah tindakan yang diharapkan akan terwujud oleh seseorang, terutama sekali yang memberikan hasil positif terhadap pencapaian tujuan, disebut sebagai manfaat (benefit). Manfaat merupakan konsekuensi yang akan dapat menghindari terwujudnya resiko. Konsekuensi yang tidak masuk dalam perhitungan, karena dianggap bernilai kecil atau tidak terlalu penting dalam analisis pencapaian tujuan, namun tetap memiliki pengaruh terhadap pencapain tujuan kelompok atau orang lain diistilahkan sebagai spillover atau externalities.(Dermawan, 2004: 76).

0 komentar :

Template by : kendhin x-template.blogspot.com